Bahagia 36

39 6 0
                                    

Sejak tadi air mataku tak bisa berhenti melihat sosok mungil didalam ruangan berkaca itu sedang terdiam. Mungkin sosok kecil itu sedang menikmati keindahan dunia yang baru saja ia rasakan. Ia hanya diam dan sesekali menggerakkan kepalanya kearah samping.

Iya benar, anak Kak Ji Woo sudah lahir beberapa jam yang lalu. Dan aku sungguh takjub melihatnya sehat dan selamat. Allah sungguh luar biasa, sampai sampai Allah menciptakan makluk lucu itu tanpa kekurangan sedikitpun karena sejak pertama kali aku melihatnya aku sudah dibuat jatuh hati dengan ketampanannya.

Tanpa ku sadari, tangan ku reflek mengelus perut ku sendiri. Merapalkan doa kebaikan yang entah sampai kapan bisa ku ucapkan. Aku menyadari posisi ku sebagai istri meski disisi lain ingin sekali aku sedikit egois.

Apa yang bisa ku lakukan apabila suami sendiri tak menginginkan darah dagingnya. Bukan tanpa alasan aku berpikir seperti itu, tingkahnya yang meragukan kehamilanku cukup untuk membuktikan bahwa Hoseok tidak menerima kehadiran janin ini.

Apalagi Hoseok tak pernah memberi perhatian pada kehamilanku. Terlebih pertanyaan yang tadi ku ajukan padanya, tak bisa ia jawab langsung.

"Kau disini rupanya. Ayo kita pulang, Kakak sudah dipindahkan ke ruangannya" Ucap Hoseok tiba tiba dari arah belakang "kau menangis?" Tambahnya sambil mulai membalikkan badanku menghadapnya. Sepertinya lelaki itu sudah lupa akan pertanyaan yang tadi sempat ku tanyakan padanya.

"Aku hanya bahagia. Sudah lama rasanya aku tidak melihat anak bayi" Jawab ku sambil mulai menghapus air mataku.

"Kau bisa melihatnya besok saat kita kembali. Eun Ji butuh istirahat" Ucap nya santai sambil mulai beranjak dari depan ruang bayi.

Aku melihat punggung Hoseok dengan ragu, apa Hoseok sudah kehilangan hati nuraninya sampai sampai ia mengabaikan bayi kecil itu begitu saja. Ada banyak pertanyaan yang ingin sekali aku tanyakan padanya dan mungkin saat ini waktu yang tepat bagiku untuk bertanya "Hoseok..." Panggil ku.

Hoseok membalikkan tubuhnya dan mulai berjalan mendekat kearah ku lagi "ada apa? Hmm?"

Ku tatap lekat manik manik dalam matanya. Ada perasaan aneh yang tidak bisa ku ungkapkan begitu aku menyelaminya namun aku tak terlalu memikirkan itu karena bagiku mendapatkan jawaban dari Hoseok itu lebih penting dari apa yang sedang aku rasakan.

"Apa bagimu, Eun Ji saja sudah cukup?" Tanya ku pelan namun aku yakin Hoseok masih mendengarnya.

"Maksudmu?"

"Apa satu anak saja, sudah cukup bagimu? Apa kau tak ingin memiliki darah daging mu sendiri?"

"Aku tak ingin membahasnya disini Amora" Hoseok memberi penekanan dalam setiap ucapannya, lalu mulai beranjak dari tempat itu.

"Kalau untuk mu, Eun Ji saja sudah cukup. Aku siap menggugurkan nya Hoseok-ah"

Ucapan ku sukses membuat lelaki berstatus suamiku itu berbalik kearah ku lagi. Dengan menahan tangis, aku mencoba tersenyum sambil menatap matanya "apa yang kau katakan?"

"Aku siap menggugurkan nya, Hoseok" Ujar ku dengan senyum terbaik yang ku punya.

"Kenapa kau tiba tiba berubah pikiran? Bukannya kau ingin sekali mempertahankan nya?"

Air mata yang sedari ku tahan, sudah meluncur bebas disudut mataku. Perasaan sesak dan bayangan akan kehilangan anak mulai mendominasi pikiran ku. Kalau saja seandainya boleh jujur aku ingin sekali mengatakan bahwa semua ini hanya kebohongan ku belaka, namun aku cukup sadar bahwa apa yang aku lakukan pasti akan semakin memperkeruh suasana kami.

Dengan terisak aku mulai menjawab pertanyaan Hoseok "aku, istri mu dan sudah sepatutnya aku mengikuti semua keputusanmu, termasuk untuk membuang janin ini"

Ku tarik nafas ku dalam dalam lalu ku coba melanjutkan ucapan ku yang sempat terhenti "aku ingin hidup dengan ridho suami ku, Hoseok. Dan aku tak ingin anak ini nantinya menjadi alasan ketidak harmonisan hubungan kita. Bukankah kita sudah sepakat, sebelum kau pergi ke LA bahwa kita akan memulainya dari awal lagi?"

"Kau yakin?" Pertanyaan Hoseok membuat air mataku semakin deras mengalir. Meski tak rela, aku mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaannya itu.

"Nanti akan ku pikirkan lagi" Kata Hoseok membuang pandangnya pada bayik Kak Ji Woo.

Aku pun itu mengalihkan mata ku kearah bayi tampan itu. Kami diam sambil melihat gerak geriknya, sampai akhirnya aku mengatakan syarat yang aku inginkan sebelum aku mengugurkan kandungan ku "Hoseok-ah... Bolehkah malam ini kau tidur memelukku? Aku ingin memberi kenangan pada bayi kita sebelum aku membuangnya"

"Hmm" Jawab Hoseok tanpa mengalihkan pandangannya pada bayi Kak Ji Woo.

"Dan satu lagi yang aku pinta, tolong jangan terlalu lama memberi keputusan. Jangan biarkan aku merasakan kehadirannya, agar aku bisa melupakannya nanti"

Tak ada jawab dari Hoseok. Tapi aku merasakan tubuhku ditariknya kedalam pelukannya.

Mungkin aku salah menganggap hanya aku saja yang tersiksa dengan keadaan ini tapi nyatanya, Hoseok juga sangat tersiksa. Aku bisa merasakan kegalauan hatinya karena tarikan nafasnya yang memburu dan jantungnya berdetak dengan kencang. Aku menyadari bahwa menjadi Hoseok juga tidak mudah.

"Jangan menangis lagi. Ayo kita pulang. Kau butuh istirahat" Aku mengikuti langkahnya menuju kamar inap Kak Ji Woo dan setelahnya kami kembali pulang.

Hoseok menepati janjinya dengan tidur sambil memelukku. Lelaki itu memelukku dari belakang. Tangannya menggantung berada tepat didepan perut ku, sengaja ku raih dan ku tempelkan diatasnya. Aku ingin memberikan kenangan indah pada janin ku meski aku tau janin itu belum bisa merasakannya.

"Terima kasih Hoseok, kau sudah menuruti keinginan ku" Ucap ku sambil mencoba melepaskan pelukan Hoseok.

"Hmm" Jawabnya tanpa ada pergerakan sedikitpun. Tangannya pun masih menempel diatas perutku dan mulai menggosok pelan.

"Lepaskan aku, kau tidak akan nyaman tidur kalau kau masih memelukku begini"

"Kata siapa? Biarkan seperti ini dulu. Aku merindukanmu"

Tubuhku menegang mendengar pernyataan yang Hoseok tutur kan. Jantung ku berdetak tak karuan merespon perkataannya. Tapi tak urung, aku mengubur percaya diriku itu dengan dalih "Hoseok kelelahan". Aku yakin lelaki itu pasti sedang meracau dalam tidurnya.

" Aku juga merindukanmu" Ucapku sambil bermain main dengan Hoseok.

"Apa kau mau berjanji satu hal padaku?" Mata ku membola saat aku akhirnya sadar bahwa Hoseok tidak sedang meracau.

"Ka-kau ingin aku berjanji apa?" Ucapku salah tingkah.

"Jangan sakit karenanya"

"Maksudmu? Karenanya siapa?"

"Bayi yang sedang kau kandung"

Karena tak mendapat penjelasan yang lugas akhirnya ku balikkan tubuh ku menghadap Hoseok. Menatap tajam matanya dan mulai mempertanyakan maksudnya "jangan berbelit belit. Aku tak mengerti maksudmu"

"Aku sudah mengatakan pada Yoongi Hyung, kalau aku tidak akan mengembalikan mu padanya. Jadi tolong jangan sakit karena mengandung"

"Hoseok... Kau???"

"Iya aku tidak akan membuangnya. Aku akan menjaga kalian sebisaku"

Reflek, aku mengangkat tubuhku dan menempelkan bibirku pada bibirnya "Terima kasih sayang"

.
.
.

04092022

Borahe 💙

Wajah Lain Bahagia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang