7•lampu kota dan bulan

195 10 0
                                    

Almeera melihat lampu kota di depannya. Ia tersenyum bahagia dengan Juna di sampingnya. Luka lama perlahan mulai pudar

Kenangan buruk yang seakan di tepis oleh Juna, dan senyuman Almeera malam ini adalah bagian dari kebahagiaan yang tidak pernah di ciptakan oleh dirinya sendiri

Almeera, kamu ini kenapa? tadi kamu bilang kalau kamu akan membenci diri kamu sendiri ketika orang lain dengan mudah mengendalikan kebahagiaanmu.

Ya, biarkan aku membenci diriku sendiri. Demi Juna, demi kesederhanaan itu, demi senyum di bibirnya yang ingin aku lihat setiap hari, demi matanya yang indah, yang terus ingin aku lihat, demi lampu kota, demi red velvet kesukaanku, demi pantai tanjung pasir yang pernah aku kunjungi bersama Juna. Aku membenci diriku sendiri dan bertanya kenapa baru sekarang bertemu dengan Juna.

"Lihat"- kata Almeera. Juna melirikan matanya ke arah yang di tunjuk oleh Almeera. Gedung-gedung pencakar langit yang menyala pada malam hari.

Juna bertanya pada dirinya sendiri, apa ada hal istimewa dari gedung yang menyala itu? atau Juna yang tidak menyadarinya, karena setiap hari yang Juna lihat selalu kapal dan air laut. Hari-hari Juna membosankan.

"Kenapa kamu menyukai lampu kota di malam hari?"

Almeera menoleh "Kenapa kamu hanya fokus pada lampu lampu itu? apa kamu tidak lihat di sana juga ada bulan"

"Oh ya, saya hampir lupa kalau di atas sana ada bulan"

Almeera menoleh "Kak Juna, apa nanti, Almeera akan bernasib sama dengan bulan itu?"

"Bernasib sama bagaimana?"

"Ketika nanti, kak Juna menemukan wanita lain yang lebih cantik dari Almeera. Kak Juna hanya fokus pada apa yang ada di depan mata, dan kak Juna mungkin lupa kalau Almeera juga ada di sana"

"Tidak akan"

"Kenapa kak Juna begitu yakin?"

"Karena cahaya kamu selalu lebih terang dari pada cahaya yang lain"- kata Juna. Ia mengingat luka masalalunya, ketika Juna masih jadi seseorang yang penuh dengan dendam dan amarah.

Lalu ia bertemu dengan Almeera, dan cahaya yang Almeera punya jauh lebih memancar dari cahaya yang lain. Cahaya yang tidak pernah redup, cahaya selalu menerangi awan hitam yang selalu menghantui hari-hari Juna.

Almeera diam. Mungkin ucapan Juna barusan hanya untuk menenangkan hati Almeera saja, atau mungkin ucapan itu adalah kalimat yang akan ia benci nantinya

"Dan, pertanyaan saya belum kamu jawab"- kata Juna. Ia berhasil membangunkan lamunan Almeera

"Pertanyaan yang mana?"

"Soal lampu kota. Kenapa kamu sangat menyukainya?"

"Karena lampu kota tidak akan pernah redup sebelum waktunya"

"Sama kan dengan matahari? ia juga tidak pernah redup sebelum malam datang"

"Memang. Tapi mereka akan berganti"

"Sama halnya dengan bulan"

"Benar, kak Juna. Mereka pergi pada waktu yang di tetapkan tuhan, mereka bergerak sesuai dengan garis edarnya"

Jika benar begitu, maka yang Juna ingingkan adalah terus berada di garis edar Almeera. Dan membiarkan yang Almeera menjadi porosnya.

Almeera melihat banyak pedagang kaki lima di sini. Matanya tertuju pada penjual nasi bebek.

"Kak Juna. Nasi bebek"- kata Almeera. Juna menoleh, ia menepikan mobilnya tepat di depan gerobak tukang nasi bebek itu.

"Kamu tunggu di sini, saya yang turun"

Rahasia Juna (Antara Aku Dan Negara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang