5•pamit, lalu kembali

273 14 0
                                    

Ayah Nada tidak terima dengan keputusan pak Hartono. Pasalnya, ia membebaskan Rio begitu saja. Membuat ayah Nada menaruh dendam pada Juna.

Biarkan saja, Juna ingin lihat seberapa jauh langkah yang akan di ambil oleh ayah Nada

Sekarang hanya tersisa mereka berdua. Juna memainkan bibirnya, matanya tak pernah lepas menatap pak Hartono dengan sinis

"Kalau gitu, masalah kita sudah selesai"

Juna tersenyum sinis "Licik. Kau ini laki-laki atau bukan? kau pikir dengan cara memanfaatkan kasus orang lain membuat saya lupa dengan kejadian itu?"

"Lalu, apa mau kau?"

Juna memajukan langkahnya "Kau bertanya apa mau saya?"

Pak Hartono mengangguk "Cepat katakan"

"Mau saya, kamu di pecat secara tidak hormat dari jabatan kamu"- bisik Juna. Kemudian ia menggenggam helm fullfacenya menghampiri Rio dan membawanya pergi dari tempat terkutuk ini

"Bang, bagaimana saya bisa bebas bang?"- mereka berdua berjalan beriringan keluar dari tempat itu. Rio terus saja menggerutu di belakang tubuh Juna

Suaranya membuat telinga Juna sakit karena ocehannya "Kau bisa diam atau saya masukan lagi kau ke dalam sana"

Rio diam tak berkutik. Hingga pada akhirnya mereka sampai di pintu keluar kantor polisi.

Juna memakai helmnya

"Bang"- pekik Rio, Juna menoleh tetapi tidak menjawab

"Abang tega tinggalin saya di sini, tanpa memberi saya tumpangan"

"Hei, bodoh. Kau ini laki-laki. Harus berjalan di atas kaki sendiri, pantas saja kau di manfaatkan Nada dan ayahnya. Ternyata memang benar kau ini bodoh. Sudahlah, aku mau pulang"

Juna meninggalkan Rio yang mematung di sana tanpa memberi Rio tumpangan.

Juna tidak suka melihat orang yang mengandalkan orang lain apalagi dia adalah laki-laki. Menurut Juna, laki-laki sejati itu harus bisa mengandalkan dirinya sendiri.

Tugas Juna menyelamatkan Rio dari tuduhan palsu sepertinya sudah selesai. Ini waktunya Juna mengemas barang-barangnya.

Juna memasukan perlengkapannya ke dalam koper. Ketika Juna ingin menutup resleting koper itu, ia tidak sengaja melihat fotonya dengan Almeera.

Dua minggu berada di makassar, Juna bahkan tidak menghubungi Almeera. Perihal Juna yang selalu menghadapi masalah yang tiada henti setiap hari. Membuat ia lupa kalau ada seseorang yang harus ia kabari.

Juna mengeluarkan fotonya dengan Almeera dari sampul ponselnya. Ia menyelipkan foto itu di bingkai foto masa kecilnya. Supaya ketika ia pulang ke sini nanti, Juna bisa mengenang Almeera lewat foto itu.

Ibu dan Saras melihat Juna menarik kopernya dari dalam kamar. Juna melihat ibu menangis, matanya memerah, ibu tidak bisa membohongi Juna

"Ibu. Aku harus pamit"- kata Juna. Kemudian ibu menatap Juna. Anak kebanggan ibu.

Ibu memeluk Juna, ia membisikan sesuatu "Apapun yang terjadi, kau harus janji dengan ibu kalau kau akan jadi anggota militer yang terhormat sampai akhir hayatmu"

Setelah mengatakan itu, rasanya sama seperti menyerahkan hidup Juna pada tuhan. Ibu tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya, tetapi apapun itu, semoga Juna akan menepati janjinya pada ibu

Juna mengangguk, ia melepas pelukannya. Memberi hormat pada ibu "Siap. Juna akan menepati janji Juna pada ibu, menjadi anggota militer yang terhormat sampai akhir hayat"

Rahasia Juna (Antara Aku Dan Negara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang