Kamar 13: Our Miracle House

15 4 0
                                        

Vrano lagi nih.

"Nyebelin banget sih jadi Abang?! Kan, lo tau gue sama Dave juga mau jenguk Vrana setan."

Umpatan dari sebrang sana memunculkan ringisan Vrano. Iya, dia lagi jalan di sekitaran parkiran selepas memparkirkan sepeda motornya. Lalu Vrano berjalan menyusuri parkiran menuju asrama.  tingkahnya. Masih mendengarkan omelan dari sang Adik di sebrang sana perihal tidak diajak menjenguk seseorang yang sangat berarti bagi mereka. Salahnya juga, tapi Vrano terlampau rindu jadi selepas kelas secepatnya ke tempat tersebut.

"Males sama lu. Bintang satu."

Bibirnya mencebik, salah satu kembarnya ini selalu saja drama. "Lebay lu."

"ALAYAN LU!"

Gendang telinga Vrano rasanya ingin pecah, segera menjauhkan telepon beberapa saat. "Bacot Davu, selow napa."

"Ngga mau tau, gue ngambek."

"Malu sama cewek lu si Nika."

"Arunika! Dia bukan cewek gue nyet."

"Ya udah cewek gue berarti."

"Asu, asu."

Tawa Vrano pecah mendengar umpatan kembali. Senang sekali menggoda Davu dengan kawan dekatnya itu.

"Awas aja, Porsche gue ambil."

"Hmm." Langkah kaki Vrano mulai menaiki tangga pekarangan asrama. "Ambil aja, sisa lima paling."

"Sialan, Maraka family kaya bener."

Panggilan akhirnya terputus, Vrano menyimpan ponsel di saku. Hingga ketika hendak menuju pintu, Vrano yang baru menapak kaki di dalam, tiba-tiba bertabrakan dengan seorang gadis bertubuh kurus dengan memakai setelan hodie hitam juga topi hitam dan masker hitam yang seperti familier bagi Vrano. Gadis itu ingin masuk ke dalam seperti dirinya, terdengar menggerutu sambil mendongak padanya.

Sekali lagi Vrano mendesah jengah, bertanya pada dirinya kenapa selalu menjadi korban tabrakan cewek.

"Gede amat sih badan lu!"

Kening mengerut halus, pandangan Vrano sejenak tertuju pada belakang gadis itu, jarak lebar pintu bahkan lebih luas dari sisi lainnya tapi dia malah berjalan sangat mepet ke arah lelaki ini. Lalu Vrano agak merunduk, tinggi badannya menjulang lebih dari si penabrak yang hanya sebatas bawah dagu, dengusan terkuar. Cebol juga.

"Malah diem!"

Tadi sepertinya Vrano mengatakan cukup mengenali pakaian orang di hadapannya. Kening semakin mengerut, wajah Vrano sedikit dimajukan melihat jelas, sampai si gadis terhenyak dan beringsut mundur sedikit, terdengar menggerutu kembali. Menyusuri dari atas hingga ke kaki, akhirnya Vrano menarik diri, tersenyum miring saat mengingat pakaian orang di hadapannya.

Serba hitam dan celana familier yang sering dikenakan orang dekatnya, terlebih belakangan dia sering keluar membawa pakaian miliknya dengan dalih akan berganti di luar. Rupanya dia meminjamkan pada gadis ini. Akhirnya orang yang dijaga kawannya pulang juga, pikir Vrano.

"Lu Ikawa girl?"

Si gadis mengernyit, terlihat irisnya mengerut heran.

"Lu kenal Ikawa?"

"Lu anak kamar 4, kan?" Vrano balas bertanya, mengusap dagu.

"Dih, pedo lu?"

Astaga bukannya marah justru Vrano terhibur dengan gadis ini, lucu juga dengan celetukannya yang tanpa pikir itu. Apalagi dari awal tidak ada reaksi seperti anomali aneh setiap ketemu dengan dirinya pada si gadis, alih-alih terpesona dia terlihat biasa dan ini membuat Vrano senang. Risiko orang ganteng, asek.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang