🐰 Kemarahan Yarendra 🐰

572 39 1
                                    

Kemarahan Yarendra

🔥🔥🔥🔥🔥🐰🐰🐰🔥🔥🔥🔥🔥🔥


"Baiklah. Kita pulang dulu. Aku harap, kerja sama kita bisa berjalan dengan lancar, Yarendra." Bram berdiri di hadapan Tuan Yarendra, mengulurkan tangan untuk saling berjabat tangan.

Sore ini, tamu Yarendra memutuskan untuk berpamitan pulang dikarenakan pembahasan memang sudah dilakukan sejak siang. Selebihnya, mereka hanya berbincang ringan.

"Semoga, Bram," ucap Yarendra. Ia menjawab jabatan tangan sahabatnya.

Lain dari kedua laki-laki paruh baya itu, lain lagi untuk para istri mereka. "Semoga niatan kita terlaksana ya, Des," ucap Yanti-mamanya Zizi. Perempuan dengan rambut disanggul itu memegang pundak anaknya.

"Harus itu," jawab Desi dengan keyakinan.

Sedangkan Zizi yang berada di samping mereka hanya tersenyum menunduk dengan merapalkan keinginannya dalam hati. Semoga memang terlaksana.

Tasya menyenggol sedikit lengan Zizi yang sedari tadi menahan senyum malu, memberi kedipan mata yang mana semakin menambah rona merah di pipi Zizi.

Setelah Desi dan Yanti melepaskan pelukan mereka, Yarendra dan istrinya mengantarkan Bram beserta keluarga sampai ke pintu depan rumah. Formalitas sebagai perilaku baik terhadap tamu.

Akan tetapi tidak dengan Rasya. Ia memilih tetap duduk di ruang keluarga dengan mengecek ponselnya. Memeriksa ada atau tidak panggilan dari sang istri.

"Rasya." Suara berat Yarendra yang memanggil mengalihkan perhatian Rasya dari smartphone berlogo buah digigit sedikit.

"Ada apa, Pa?" Meletakkan ponsel pada saku kemeja, Rasya memerhatikan pergerakan papanya yang mendekat dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Ada apa?" Yarendra mengulang pertanyaan Rasya dengan mengangkat satu alisnya. "Kamu bilang ada apa? Kamu sadar tidak kalau hari ini kamu membuat kesalahan?" Meski tidak ada nada tinggi dalam ucapan Yarendra, Rasya mengerti kalau saat ini papanya dalam keadaan marah

"Maksud, Papa?" tanya Rasya yang belum mengerti.

Yarendra menghela napasnya dalam. Tidak ingin sampai emosinya meluap. Selain akan mempengaruhi kesehatannya, menyelesaikan masalah dengan emosi pun baginya tidak benar.

"Kamu tahu, kan kalau Illy sudah pulang?" Pertanyaan Yarendra dijawab anggukan oleh Rasya. "Lalu kenapa kamu membiarkan dia pulang sendiri?"

Rasya pun mulai mengerti arah pembicaraan papanya. Ia menggaruk kepala yang tidak terasa gatal sebagai peralihan. Bola matanya bergerak ke sana kemari. "Ya, tadi, kan Rasya masih menemani Tasya, Pa." Jawaban yang tidak dapat Yarendra terima.

"Rasya. Kamu itu sekarang punya istri. Prioritas kamu itu istri kamu. Bukan teman kamu," ucap Yarendra mencoba memberi tahu putranya.

"Aduh. Papa ini bagaimana, sih? Biarin sajalah. Rasya, kan memang sudah lama tidak bertemu sama temannya," ucap Desi mengambil alih.

"Memangnya salah kalau dia menemani Tasya? Anggap saja mereka sedang reunian." Yarendra menggelengkan kepala tidak habis pikir akan sikap istrinya yang masih membela kelakuan salah Rasya.

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang