44. Murka.
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Menggunakan kacamata baca, Tuan Yarendra tengah memeriksa pekerjaan di ruangannya. Kebetulan kali ini dirinya tidak ke kantor karena sejak kemarin ia selalu merasa kelelahan. Atensinya beralih pada ponsel miliknya yang bergetar pada sudut meja.
Melirik sebentar, ia melihat nama yang tertera di layar. Senyumnya mengembang dan segera pria paruh baya itu meraih dan menerima panggilan itu. "Hallo, Sayang."
Senyum yang sebelumnya terpatri lebar lenyap seketika. "Illy sakit?" Belum pernah ia mendapatkan kabar sang menantu yang sakit. Saat ia baru saja mendapatkan kabar ini, perasaan Tuan Yarendra menjadi tidak tenang.
Satu yang terlintas di pikirannya. Mungkinkah sakitnya parah? Sehingga ia mendapatkan kabar tentang menantunya? "Iya. Nanti papa akan segera ke sana."Setelah memutuskan sambungan panggilan, Tuan Yarendra segera keluar dari ruang kerjanya, seolah lupa kalau keadaannya sendiri sejak kemarin sudah menurun. Pria dengan baju rumahan berwarna cokelat itu berjalan ke arah ruang keluarga, menghampiri sang istri yang terlihat tengah asyik dengan temannya.
"Ma." Panggilan itu berhasil menarik atensi sang istri untuk melihatnya. Dengan sekali anggukan, Desi—istrinya pun mengerti bahwa suaminya saat ini tengah memanggil dirinya.
"Ada apa, Pa?" tanya Desi ketika sudah berdiri di hadapan Tuan Yarendra.
"Papa mau ke rumah Illy. Dia lagi sakit. Mama mau ikut?""Enggak ah," jawab Desi cepat. "Lagipula Mama ada tamu juga, Pa." Tuan Yarendra tahu, itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Akan tetapi karena sang istri yang sekarang tidak lagi menyukai Illy.
Menarik napas panjang, ia pun memutuskan untuk pergi seorang diri. Apakah tidak ada sedikit rasa kasih Desi pada menantu mereka?
"Ya sudah. Papa ke sana sendiri." Setelah mengatakan itu, ia bergegas keluar rumah untuk berangkat. Rasa khawatir masih mendominasi mengingat Illy jarang sekali sakit.***
Satu dua kali ketukan, rumah Illy tidak kunjung terbuka pintunya. "Ke mana para pembantu di rumah ini?" pikir Yarendra. Saat ia memanggil nama Illy dan Rasya pun, keduanya juga tidak menyahut. Belum lagi orang yang menghubunginya tadi juga belum datang menemaninya.
"Apa Illy dibawa ke rumah sakit?" tanyanya pada diri sendiri.Saat Tuan Yarendra mencoba membuka pintu, ia sedikit menaikkan alis ketika mendapati pintu yang tidak terkunci. "Illy. Rasya," panggilnya kembali pada pemilik rumah. Masih tetap tidak ada jawaban.
Pandangan Tuan Yarendra mengedar. "Mungkin mereka ada di kamar." Langkah membawa pria paruh baya itu menapaki anak tangga satu-persatu.
Indra pendengarnya menangkap suara aneh ketika dirinya sudah berdiri di tangga paling atas. Seperti ...
Namun, satu hal yang juga ia sadari. Itu suara Rasya. Untuk sesaat, Tuan Yarendra hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum. "Padahal Illy sedang sakit. Masih saja mereka bersemangat."
Memutuskan untuk kembali ke bawah, suara perempuan yang menyahut membuat ia mengurungkan niatnya. Itu ... bukan suara Illy.
Tuan Yarendra pun kembali melangkah ke arah pintu tempat suara itu berasal. Entah keyakinan dari mana, ia pun meraih pintu untuk dibuka. Bak dihantam godam besar, sesuatu membuatnya terkejut dan tidak percaya. Pemandangan yang didapati membuat tatapan amarah itu meluap seketika.
Di sana. Rasya tengah berdiri setengah badan memasukkan miliknya pada wanita yang saat ini tengah menungging di hadapan Rasya. Dan wanita itu, bukanlah Illy."APA-APAAN INI?" Sontak saja penyatuan Rasya dengan wanita yang di ketahui Clara itu terputus begitu saja, aktivitas mereka terhenti.
***
"APA-APAAN INI?" Suara yang menggelegar terdengar oleh Rasya dan Clara. Suara yang begitu Rasya kenali. Sontak saja dengan segera ia memutuskan penyatuannya bersama Clara.
"Papa." Nada terkejut begitu terdengar jelas dari Rasya. Dengan segera ia meraih boxer yang tergeletak di bawah untuk ia kenakan. Sedangkan Clara, dengan terburu-buru ia menyelimuti tubuh polosnya dan bersembunyi di belakang Rasya.
Rasya begitu jelas melihat api amarah pada papanya. Napas yang memburu cukup untuk menyimpulkan bahwa tidak ada lagi toleransi. Langkah tegas sang papa mulai mendekat. Apa yang akan papanya lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadikanmu Milikku (APL)
RomanceTidak ada yang bisa Ali lakukan selain merelakan Illy untuk kakaknya saat melihat dua orang yang disayanginya akan menikah. Namun, semua berubah karena ketidaksengajaan di malam pertama sang kakak dan kakak iparnya. Bagaimana mungkin malam itu bisa...