🐰 26. Penyiksaan 🐰

693 56 4
                                    

26. Penyiksaan

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰



Suara ketukan pintu terdengar. Fokus Illy yang sebelumnya pada laptop di hadapannya teralihkan. "Masuk!" Teriaknya pada seseorang di luar pintu.

Tanpa menunggu mengetahui siapa yang mengetuk pintu, Illy kembali mengalihkan pandangan pada layar persegi di hadapannya. Jari lentik bergerak lincah di atas keyboard.

Merasa seseorang berdiri di depan mejanya, Illy mendongak. Ia melempar senyum tipis pada perempuan berambut cokelat yang merupakan salah satu pegawai barunya. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

"Ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Mbak Illy," jelasnya pada Illy.

Kening Illy terlipat. "Wanita?" Perempuan dengan blouse ungu muda itu tampak berpikir akan seseorang yang dimaksud.

"Iya, Mbak." Karin. Nama pegawai itu mengangguk. "Seorang wanita dengan luka memar di pipinya dan masih menangis." Penjelasan selanjutnya membuat Illy menautkan kedua alisnya.

"Siapa?" monolognya. "Clara ... atau Resti?" Illy masih menduga. Jika kedua temannya, ia tidak memiliki janji dengan mereka.

Kalau ibu mertuanya, tidak mungkin. Desi tidak pernah mengunjungi dirinya tanpa masuk begitu saja ke ruangan. Lagi pun, keterangan pipi memar itu semakin menyangkal praduga akan kehadiran mamanya Rasya.

Illy kembali menatap Karin. "Ya sudah. Kamu suruh saja dia masuk." Setelah menganggukkan kepala, Karin berlalu keluar dari ruangannya. Ia kembali mengalihkan pandangan pada laptop.

"Illy," panggil seseorang dengan suara tangis. Dan suara itu cukup berhasil membuat Illy terkejut. Apalagi saat ia menoleh dan mendapati kondisi sahabatnya yang memprihatinkan.

"Clara?" Illy terkejut saat tiba-tiba saja Clara berlari mendekat ke arahnya dengan tangisan. Belum lagi sebuah pelukan erat yang dirasa dari sahabatnya ini.

Beruntunglah ia yang dalam keadaan duduk. Kalau tidak, mungkin mereka akan terjengkang karena saking kuatnya Illy menghambur dalam pelukannya. "Ada apa, Cla?" tanya Illy.

Tidak ada jawaban, hanya ada tangis yang seperti kesakitan. Tangan Illy terangkat, membelai punggung sahabatnya. "Sudah. Tenangkan diri dulu. Lebih baik kita duduk."

Pelan, Illy menuntun tubuh bergetar Clara pada sofa di ruangannya. Setelah itu, ia beralih pada telepon yang ada di meja untuk menghubungi salah satu pegawainya. Meminta untuk membawakan minuman ke dalam ruangan.

Illy menatap Clara yang duduk di sofa yang sesekali mengusap air matanya. Entah apa yang telah terjadi pada sang sahabat hingga tiba-tiba saja datang dalam keadaan menangis. Belum lagi dengan keadaan memar di pipi.

Pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan yang sebelumnya memasuki ruangan, kali ini ada nampan di tangan. Illy berjalan mendekat, mengambil alih minuman yang baru saja dibawakan dan memberikannya pada Clara.

"Minumlah dulu, Cla." Segelas air minum dingin ia ulurkan pada Clara. Sigap, perempuan di hadapannya menerima dan meneguknya hingga tinggal separuh. Rupanya, Clara terlihat sangat kehausan.

"Sudah baikan?" Illy bertanya saat Clara meletakkan gelas pada meja. Senyumnya terbit kala sahabatnya itu memberikan sebuah anggukan.

"Mau cerita?" Bukannya mendapatkan jawaban, malah sebuah tangis yang lebih kencang terdengar dari Clara. Otomatis Illy menjadi gelagapan dan panik. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan dengan benak sana memikirkan bagaimana cara untuk membuat Clara agar bisa diam.

Mendekatkan posisi duduk mereka, ia bertanya khawatir, "Hey. Ada apa? Apa ada masalah?" Kali ini Clara hanya sesenggukan di hadapan Illy.

Pandangan Illy jatuh pada pipi Clara yang meninggalkan memar. "Dan, kenapa pipi kamu bisa memar begini?" Tangannya terulur, membelai pipi sang sahabat yang memerah.

“Aku sudah tidak sanggup, Ly," ucap Clara di sela Isak tangis. Illy yang tidak mengerti arah pembicaraan Clara menjadi semakin bingung. Apa yang dimaksud dengan tidak sanggup?

"Maksud kamu?" Air mata itu jatuh semakin deras. Illy meraih tisu di sudut kanan dan mendekatkan pada Clara.

Clara mengambil beberapa lembar tisu, membersihkan pipi dan membuang kotoran hidungnya. "Aku tidak sanggup, Ly," ucap Clara lagi, berulang kali menggelengkan kepala seperti menolak sesuatu.

"Aku sudah tidak sanggup menjalani hubungan ini. Dia kasar. Dia jahat. Suka main tangan. Aku mau mengakhiri saja," jelasnya tanpa jeda. Sedari tadi hanya bilang tidak sanggup. Akan tetapi saat menjelaskan malah tidak berhenti sekali pun.

Jangan tanyakan bagaimana sikap Illy. Perempuan itu semakin merasa bingung. Hingga satu nama terlintas di kepalanya. "Sebentar-sebentar, Cla. Maksud kamu apa, ya? Kasar? Jahat? Dan ... mengakhiri hubungan? Maksud kamu hubungan kamu dan Andi?" Bukannya menjawab, tangis Clara semakin menjadi.

Jangan tanya bagaimana perasaan Illy saat ini. Dengan jantung yang berdebar, Illy meraih tangan Clara. "Apa benar Cla? Kenapa Andi bisa setega ini sama kamu? Kalian bertengkar?" Salah satu tangan Illy terangkat untuk menelisik luka lebam di pipi Clara. Merasa benar-benar tidak percaya akan apa yang ia lihat.

Clara yang masih dalam keadaan menunduk dan menangis seketika itu juga mendongak lalu menggeleng. Tentu saja Illy semakin dilanda kebingungan. "Bukan, Ly. Bukan Andi."

"Ha?"

"Aku belum cerita, ya?" tanya Clara di sela Isak tangis. Illy hanya mengerjapkan mata, berusaha meresapi kata-kata sahabatnya.

"Aku sudah tidak bersama Andi lagi sejak sebulan yang lalu," ucap Clara. Tampak sekali rasa terkejut dari wajah Illy. Ia akui dua bulan terakhir ini dirinya tidak melakukan temu kangen dengan kedua temannya sejak terakhir mereka bertemu.

Padahal, biasanya mereka melakukan itu setidaknya seminggu sekali. Memang, berkurangnya intensitas pertemuan mereka dikarenakan usia kehamilan Resti sudah memasuki usia tua. Mereka tidak ingin terjadi apa-apa terhadap kandungan Resti.

"Kenapa? Bukannya kalian saling mencintai?" tanya Illy dengan rasa ingin tahunya yang tinggi akan nasib cinta sahabatnya ini.

Lagi-lagi setitik air mata jatuh dari pelupuk mata Clara. Perempuan itu menarik napas dalam, seperti ingin menetralkan perasaannya. "Kamu benar, Ly," ucapnya lirih. "Kamu benar soal aku yang seharusnya lebih awal menerima ajakan Andi untuk menikah."

Mendengar penuturan dari Clara, sepertinya telah terjadi sesuatu dalam hubungan Clara dan Andi. "Orang tuanya Andi menuntut Andi untuk segera menikah. Karena aku tidak juga menyetujui, akhirnya Andi dibawa orang tuanya ke Jepang untuk mereka jodohkan dengan anak kolega bisnis keluarga besarnya," jelas Clara. Isak tangis pun semakin jelas terdengar.

Illy turut prihatin akan nasib cinta Clara. Hanya saja, yang ia tahu Andi adalah tipe pria yang sangat setia. "Bukankah Andi cinta sekali sama kamu? Apa dia tidak ada bertahan dulu begitu?"

“Kamu tahu sendiri, kan kalau Andi itu anak laki-laki tunggal. Pertama lagi. Dan umurnya juga sudah mapan. Makanya dia dituntut untuk cepat menikah oleh kedua orang tuanya," ucap Clara dengan menghela napas disertai suara lirih dan tatapan sendu.

"Dia tidak mengatakan apa pun sama kamu?" Illy dapat melihat Clara yang tengah menggigit bibir bawahnya. Seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi merasa gundah.

"Cla?" panggilnya terdengar menuntut.

"Dia pernah mengatakan hal itu. Tapi ...." Ada jeda dari perkataan Clara. Perempuan itu seperti meragukan apa yang akan diucapkan.

"Aku belum siap menikah." Illy tampak menghela napasnya dalam mendengar penuturan sang sahabat. Memijit kening sedikit menghalau rasa pusing dengan sikap Clara.

"Terus, sekarang kamu sudah ada yang lain? Dan dia bersikap kasar sama kamu?" Clara mengangguk, air mata yang sebelumnya jatuh bertitik, kini mulai deras kembali.

"Aku tidak kuat lagi, Ly," ucapnya lagi dengan tangisan. Membuat Illy merengkuh kembali tubuh sahabatnya untuk memberi ketenangan.

"Ya sudah. Tenangkan diri kamu dulu." Tidak disangka. Sebuah masalah datang secara bersamaan antara dirinya dan juga Clara.

Mengingat dirinya yang juga belum baik dengan Rasya, ia merasa semua ini terasa berat. Dalam hati Illy berharap Resti baik-baik saja di sana.





🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰





31  Yeeee update. Lupa kalau sekarang kamis

🤣🤣🙏🙏🙏

Selamat membaca semua. Love you all always
.😘😘😘😘

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang