🐰 27. Maaf 🐰

599 50 7
                                    

Maaf

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰



Setelah beberapa saat menangis dalam pelukannya, suara isakkan tidak lagi terdengar dari Clara. Sepertinya perempuan itu sudah merasa baikan. "Sudah tenang?" tanya Illy yang dijawab sebuah anggukan.

Pelukan mereka terlepas. Illy memandang wajah sahabatnya yang tampak kacau akibat tangis. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan sang sahabat. "Jadi, Andi sudah pindah ke Jepang sejak sebulan lalu?" Illy membuka percakapan.

Clara mengangguk. Tangan kanannya terangkat untuk membersihkan jejak air mata di pipi. "Kurang lebih segitu."

"Sejak saat itu apa kalian tidak pernah lagi berkomunikasi?" Clara menggeleng. Illy hanya bisa menghela napas dalam. "Lalu bagaimana bisa kamu secepat itu menemukan pengganti Andi?"

"Waktu itu aku sedang sendirian di cafe. Tiba-tiba seorang pria lewat dan tidak sengaja menumpahkan minumannya padaku. Sejak saat itu kami saling mengenal. Kehadirannya yang mengisi kekosonganku membuat aku nyaman. Apalagi saat pertama kenal dia terlihat lembut dan baik hati. Tapi entah kenapa makin ke sini sikapnya berubah menjadi kasar." Air mata kembali jatuh, tetapi Clara langsung menghapusnya.

“Jadi ... pria itu hanya pelampiasan kamu saja?"

Clara menggigit bibir bawahnya, terlihat jelas oleh Illy ada keraguan untuk menjawab. "Cla," panggilnya lagi.

"Awalnya iya," jawabnya dengan memilin jari di atas pangkuan. "Tapi lama-kelamaan enggak. Seperti yang aku bilang tadi kalau aku merasa nyaman sama dia. Sampai akhirnya dia tahu kalau niat awalku menjadikannya pelampiasan membuat dia marah. Padahal saat ia tahu aku sudah menghilangkan niatan itu. Tapi tetap saja dia tidak percaya dan sikapnya menjadi kasar.

“Awalnya aku menerimanya karena merasa bersalah dengan niat awalku. Tapi lama-lama aku tidak kuat." Clara kembali sesenggukan.

Jujur saja Illy merasa bingung melihat kondisi sahabatnya. "Apa kamu tidak mencoba menjelaskan itu semua padanya?" Clara menggeleng.

Menarik napas dalam, hanya itu yang bisa Illy lakukan. "Lebih baik kamu tenangkan diri kamu dulu. Ada kamar di sana, kamu bisa gunakan itu." Illy menunjuk pintu lain di salah satu sudut ruangannya, di mana itu adalah kamar kecil yang memang disediakan jika dirinya merasa kelelahan.

"Terima kasih, Illy. Karena kamu mau mendengarkan aku. Tadinya aku mau mengunjungi Resti. Tapi aku takut dia menjadi kepikiran dan terjadi hal yang tidak diinginkan pada kandungannya."

Illy tersenyum. "Sama-sama. Selama aku bisa bantu, aku akan bantu kamu. Apa pun bentuknya." Keduanya melempar senyum. Setelah berpamitan, Clara memasuki kamar yang ditunjuk Illy sebelumnya.

***

Pukul sembilan malam Illy baru saja sampai di rumah. Saat turun dari taksi ia memijit tengkuknya untuk menghilangkan sejenak rasa pegal yang terasa. Sembari menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri secara perlahan, ia berharap lehernya yang terasa kaku bisa sedikit rileks.

Memang. Hari ini ia harus pulang terlambat dari biasanya. Semua ini dikarenakan toko yang dalam keadaan lebih ramai oleh para pembeli dari biasanya. Itu semua dikarenakan ia baru saja mengeluarkan roti dengan rasa baru. Meski terasa melelahkan, Illy bersyukur atas antusias para pelanggannya itu.

Belum lagi pekerjaannya yang sempat tertunda karena ia kedatangan Clara dan harus mendengar keluh kesah sahabatnya. Beberapa waktu harus ia luangkan untuk itu.

Apa Illy terganggu akan hal itu? Tentu saja tidak. Sesibuk apa pun dirinya, Illy selalu berusaha meluangkan waktu jika ada seseorang yang membutuhkan bantuannya. Entah itu sahabat atau pun keluarga.

Illy mulai melangkah memasuki rumah, sesekali embusan napas berat terdengar dari bibirnya. Kakinya menelan seiring dirinya yang semakin dekat dengan kediamannya. Lipatan di kening tercipta kala mendapati rumah lagi-lagi dalam keadaan gelap.

Illy menghela napas dalam dan memejamkan matanya sejenak, mengembuskannya secara kasar. "Pasti pulang malam lagi," gumamnya lirih. Ditujukan pada siapa lagi gumaman itu jika bukan untuk suaminya Rasya?

Sungguh. Ia merindukan ketenangan dalam rumah tangganya.

Illy melangkah gontai ke arah tangga dengan tas yang sudah tergantung di tangan, terlihat sekali tubuh lelah itu berusaha tetap melangkah. Memijak satu persatu anak tangga dengan wajah lesu, kepala menunduk dengan beban yang terasa berat.

Illy memikirkan hubungannya dengan sang suami beberapa hari ini. Semenjak kejadian yang terjadi beberapa hari lalu di rumah sakit, ia dan Rasya menjadi berjarak. Rasya hanya akan bicara dengan dirinya jika itu diperlukan.

Jika Illy bertanya pun, Rasya akan menjawab dengan seadanya. Semua itu membuat ia merasa kurang nyaman akan keadaan ini. Mungkin, kali ini ia akan mengalah lagi untuk meminta maaf pada suaminya. Ya, demi kelangsungan rumah tangga mereka.

Baru saja Illy membuka pintu kamar, ia dibuat terkejut akan kondisi kamarnya yang terlihat—

"Wauw," ucap Illy takjub akan dekorasi yang ia dapati. Lilin-lilin yang berjajar rapi membentuk jalan di kanan kiri sehingga memantulkan cahaya redup yang terkesan romantis.

Taburan kelopak bunga mawar yang menghiasi lantai, terbentang panjang menuju ranjangnya. Illy mulai melangkah menapaki taburan-taburan bunga mawar ke arah tempat tidur untuk melihat sesuatu yang ada di atas kasurnya.

Mata Illy berkaca-kaca kala melihat kelopak mawar yang tersusun rapi membentuk sebuah kata "Sorry." Di atasnya. Belum lagi dengan tambahan taburan mawar putih yang berbentuk hati di bawah kata itu, juga Mawar merah muda menuliskan kata cinta untuknya.

Perasaan Illy menghangat kala ia merasakan lengan kekar yang kini melingkari pinggang rampingnya. Tidak perlu membalikkan badan untuk mengetahui siapa pelakunya, karena melalui aroma parfum yang menyeruak menyerang penciuman saja, cukup untuk membuat ia tahu siapa itu.

"Maaf." Ucapan lirih itu berhasil menjatuhkan air yang sedari tadi membendung di pelupuk mata. Illy seketika menyandarkan kepalanya pada dada bidang yang saat ini berada di belakangnya. Memejamkan mata untuk menikmati tumpuan dan pelukan hangat yang beberapa hari ini tidak ia dapatkan, dan yang pasti sangat ia rindukan.

Illy merasakan tubuhnya diputar untuk menghadap sang pelaku. Disatukannya kening mereka dan merasakan seulas ibu jari yang membelai pipinya. Menghapus lelehan air mata yang tercetak di pipi chubbynya. "Maaf. Maaf atas sikapku beberapa hari lalu. Maaf atas kata-kataku yang telah menyakiti hatimu."

Ucapan itu terdengar begitu tulus. Membuat Illy mengangguk seketika di sela tangis. Dan langsung melabuhkan tubuh untuk memeluk Rasya suaminya.

"Maafkan aku ya, Sayang," ucap kembali Rasya saat pelukannya semakin erat pada Illy. Membelai lembut setiap Surai rambut panjangnya.

"Maafkan aku juga," ucap Illy masih dengan tangis dan nada manja. Illy merasakan Rasya yang membelai rambutnya, lalu sebuah ciuman yang dalam pada kepala membuat ia terlena.

Masih dalam pelukan, Illy merasakan betul tangan Rasya yang kini mulai berulah. Menjalar memberi sentuhan sentuhan lembut pada setiap inci tubuhnya. Seketika itu juga, Illy terkekeh dibuatnya.

"Kamu nakal," ucap Illy dengan memukul pelan pundak Rasya.

Tawa penuh godaan terdengar dari bibir sang suami. "Biarin aja. Istri sendiri ini." Teriakan Illy terdengar saat tiba-tiba saja Rasya meraih tubuhnya untuk digendong ala bridal style.

Refleks saja Illy mengalungkan tangannya pada leher Rasya dan tertawa lepas kala melihat pandangan yang diberikan suaminya terhadap dirinya. Mmmm, Illy tahu arti tatapan itu.

Menaruh pasrah akan tindakan yang akan ia dapat dari Rasya, Illy turut ikut tersenyum dengan perasaan bahagia. Mulai mengikuti alur yang akan ia dapat. Hingga menciptakan suara yang terdengar merdu di telinga. Orang pernah bilang. Saat suami istri bertengkar, ada kalanya ranjang bisa mendamaikannya. Mungkin itulah yang saat ini mereka lakukan. Tertawa akan kebahagiaan yang baru saja kembali.

Bahkan tidak menyadari seseorang di luar kamar yang mengepalkan kedua tangannya. Terlihat begitu marah dan murka. Seseorang yang tadinya sengaja mengikuti Illy karena dirasa suami dari wanita itu tidak ada di rumah akibat hubungan keduanya yang sempat renggang.

Namun sayang. Prediksinya kali ini salah. Dirinya harus mendapatkan hal yang membuat tanduknya tumbuh. Menelan kemarahan, pria bermata tajam itu melangkah cepat meninggalkan rumah besar Illy dan Rasya.

Meninggalkan pasangan suami istri yang tengah menikmati malam mereka.

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰


Huaaaa. Aku lupa lagi kalau kemarin senin🐵🐵🐵

Hampura, ga🙏🙏🙏🙏😂😂

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang