🐰 30. Puncak 🐰

541 42 6
                                    

30. Puncak

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰


Dua mobil Audy dan satu mini koper telah terparkir rapi di depan sebuah villa yang terlihat megah. Dua sosok pria dewasa mengait pinggang wanita di sampingnya mesra setelah mengeluarkan barang bawaannya dari bagasi mobil.

Akan tetapi, seorang pria tampan dengan wajah datar menatap bangunan di hadapannya. Ia menoleh ke arah sang papa lalu bertanya, "Kenapa musti di sini. Di Malang, kan juga banyak tempat seperti ini?"

Yarendra terkekeh mendengar pertanyaan putra bungsunya. "Sekali-kali Papa ingin keluar dari tempat tinggal Papa."

Kening Ali terlipat, satu alisnya menukik tajam. "Kenapa tidak sekalian pergi ke luar negri?" dengusnya.

Tanpa memedulikan sekitar ia melenggang begitu saja memasuki villa dengan menarik koper menggunakan tangan kanan. Tidak menghiraukan seorang wanita yang sedari tadi bersamanya. Ali yakin saat ini dia pasti sedang memberengut kesal atas sikapnya.

Memasuki ruang tamu villa, cukup mampu membuat si pemilik mata tajam itu menikmati keindahan arsitektur pada villa. Keadaannya cukup nyaman untuk ditinggali dengan hiasan ornamen kayu jati.

"Kamar kalian di atas. Papa sama Mama biar di bawah." Ali menoleh tanpa jawaban, ia hanya diam selagi yang lain mengangguk. "Kalau kalian mau langsung keliling, keliling saja. Papa sama mama mau istirahat dulu." Setelah mengucapkan apa yang ingin diucapkan, Tuan Yarendra beserta istrinya memasuki salah satu kamar yang ada di bawah.

Ali. Menjadi seseorang yang pertama kali menapaki tangga untuk menuju ke lantai atas. Tidak ingin jauh melangkah, ia memasuki kamar begitu saja saat melihat sebuah pintu cokelat muda tepat di ujung tangga.

Zizi yang melihat itu pun segera mengambil kamar tepat di samping kamar Ali. Karena ia tak ingin berada jauh dari Kafka. Memberikan seulas senyuman pada Illy dan Rasya sebelum ia menutup pintu.

Illy dan Rasya yang masih saling bergandengan tampak menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dari Zizi. Bersemangat sekali dalam mengambil perhatian Ali.

Illy sekilas menatap pintu kamar yang ditempati Ali. Tidak ada yang tahu. Jika di dalam hati Illy, ia berdo'a supaya Zizi berhasil mengambil hati Ali. Agar Ali bisa berhenti mencintai dirinya. Masih ia ingat betul kala waktu kejadian malam mengerikan bagi Illy itu, Ali sempat membisikkan kata-kata yang tak dapat Illy percaya. Bahwasannya, Ali mencintai dirinya.

"Kita yang paling ujung nih." Ucapan Rasya menyadarkan Illy dari bayangan kata-kata Ali pada kejadian itu. Memberikan senyum termanisnya, ia menatap Rasya.

"Tidak masalah. Asal sama kamu," ucapnya dengan senyum menggoda sembari mencolek hidung Rasya. Membuat suaminya itu menaikkan satu sudut bibirnya.

"Hmmm, nakal, ya kamu."

"Wleee." Illy berlari saat melihat gelagat Rasya yang ingin menggapainya. Berlari dengan tawa dan juga Rasya yang berada di belakangnya.

"Wahhh, segar sekali." Illy berucap dengan antusiasnya sembari membuka jendela kamar yang ia tempati. Menghirup udara segar yang baru saja masuk sedalam-dalamnya.

Illy beralih menatap suaminya yang saat ini tengah terlentang di atas ranjang. Berjalan mendekat, Illy turut rebahan di samping Rasya sembari memeluk suaminya dan menenggelamkan wajah pada dada bidang Rasya.

Rasya yang merasakan pelukan dari Illy pun turut memeluk Illy erat. Tidak lupa juga mendaratkan satu kecupan pada pucuk kepala Illy.

"Aku atau kamu dulu yang mandi?" tanya Illy dengan mendongakkan wajahnya untuk menatap Rasya.

"Kamu saja dulu. Aku mau istirahat sebentar," jawab Rasya tanpa membuka matanya. Namun satu senyuman manis ia berikan pada sang istri.

"Ya udah." Sebelum beranjak, Illy mendaratkan satu kecupan pada bibir Rasya yang mampu membuat senyum pria terbit kembali.

Tidak betah dengan keadaan tubuhnya yang terasa gerah akibat perjalanan jauh, Illy pun dengan segera memasuki kamar mandi untuk melakukan ritualnya.

Tidak butuh waktu lama untuk ia membersihkan diri. Cuaca yang terasa lebih dingin dari tempatnya tinggal membuat Illy melakukan ritualnya lebih cepat.

Illy berdiri sembari berkacak pinggang saat ia keluar dari kamar mandi. Menggelengkan kepala karena melihat suaminya yang saat ini malah tertidur nyenyak dengan guling di pelukannya. Melipat tangan di depan dadanya, Illy mulai melangkah mendekati Rasya untuk membangunkannya.

"Sayang. Sayang bangun." Illy berucap dengan menggoyangkan sedikit tubuh Rasya.

"Ayolah sayang. Bangun." Ucapan Illy hanya dibalas gumaman saja oleh Rasya. Merasa kesal, Illy menggoyangkan tubuh Rasya sedikit lebih keras.

"Ayo, bangun. Aku mau jalan-jalan di kebun," pinta Illy pada Rasya dengan suara yang mulai memelas.

"Besok saja, Yang, aku capek habis nyetir dari bandara. Aku pengen istirahat dulu." Mendengar ucapan Rasya, Illy nampak berpikir. Memang benar. Mungkin suaminya merasa lelah karena harus langsung mengendarai mobil sendiri setelah turun dari pesawat. Sedangkan dirinya, malah enak-enakan tidur saat di perjalanan tadi.

"Yah, kalau gitu aku jalan-jalan sendiri saja, ya!" Ucapan Illy barusan sontak saja membuat Rasya yang sebelumnya tertidur menjadi duduk seketika. Mengucek matanya sekejap, berusaha menyesuaikan pandangannya.

"Emangnya kamu tidak lelah?" tanya Rasya yang saat ini sudah menatap lekat istrinya. Tampaklah Illy yang menggelengkan kepalanya. "Besok saja, ya? Aku temani kalau besok."

Bibir Illy mulai mengerucut lucu. "Yah ... aku maunya sekarang. Ya, Please!" Kedua tangan Illy mulai saling menempel untuk menangkup meminta permohonan. Tak lupa juga dengan wajah memelasnya dan mata puppy eyesnya.

Mendengar permintaan Illy yang terdengar seperti rengekan membuat Rasya menghela napasnya dalam. "Emang kamu berani?" Terdengar sekali nada ketidak percayaan dari ucapan Rasya.

Mengangguk dengan antusiasnya, Illy pun mencoba meyakinkan Rasya. "Berani."

"Ya sudah. Hati-hati, ya. Kamu harus kembali sebelum hari mulai gelap." Illy mengangguk dengan wajah bahagianya. Segeralah ia mencari baju yang hangat untuk rencana mengelilingi kebunnya. Kegiatan itu pun tidak luput dari pandangan Rasya. Membuat Rasya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat kelakuan lucu dari sang istri.

Serasa pakaian yang ia kenakan pas, Illy pun mendekati Rasya yang saat ini bersandar pada kepala ranjang. Mendaratkan sedikit kecupan sayang pada pipi dan bibir Rasya untuk berpamitan. "Aku keluar dulu, ya."

"Hmm. Hati-hati." Selepas kepergian Illy, Rasya pun kembali melakukan aktivitasnya yang sempat tertunda. Tidur untuk menyegarkan badannya.

Illy menyusuri jalanan setapak di perkebunan. Memandangi seluruh tempat yang di penuhi pohon teh di kanan dan kiri. Suasana nampak sepi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.

Pastilah para pekerja pemetik daun teh telah pulang ke rumahnya masing-masing. Mungkin, jalan-jalan besok ia bisa bertemu dengan para pekerja dan ikut serta untuk memetik daun teh.

Mengedarkan pandangannya pada penjuru kebun, Illy nampak menikmati suasana yang sangat jauh berbeda dari tempatnya tinggal. Terasa sejuk yang lebih mendominasi ke hawa dingin.

Sesekali Illy mengeratkan jaket yang ia kenakan untuk menghalau hawa dingin yang menerpa tubuhnya. Tidak lupa juga ia menggosokkan kedua tangannya untuk ia tempelkan pada kedua pipinya.

Ahh, sayang suaminya tidak ikut. Seandainya Rasya saat ini bersamanya, mungkin ia akan melakukan adegan-adegan romantis yang biasanya ada di sinetron. Membayangkannya saja membuat Illy terkekeh sendiri.

Illy merentangkan tangannya sembari memejamkan matanya. Meresapi hawa dingin yang tidak bisa setiap hari ia dapat. Memutar tubuhnya sebentar, lalu kembali menghirup udara dalam-dalam.

Hingga saat ia merasakan sebuah tangan yang tiba-tiba saja melingkari perutnya, membuat ia merasa terkejut. Namun, rasa terkejut itu pun tak lama hilang. Kini Illy mulai menyandarkan kepalanya pada dada bidang di belakangnya. Mencari rasa nyaman di dada itu.

"Ngagetin saja. Katanya enggak mau ikut?" ucap Illy sembari ikut memeluk kembali tangan yang ada di atas perutnya.

Tidak ada jawaban dari sang empunya punya tangan. "Indah bukan?" Illy merasakan pelukan itu semakin mengerat.

Hingga satu kecupan ia rasakan di pipinya dalam terpejamnya matanya. Masih asyik dengan suasananya, hingga sebuah suara membuat ia spontan membuka matanya dalam senyum kaku dan mata yang motot.

"Bagiku, lebih indah dirimu dari tempat ini."


🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰


36. Selamat Malam. Ada yang masih menunggu?

Bagaimana kabar kalian di sana?

Good night semua😘😘😘

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang