🐰 43. Ketahuan. 🐰

769 92 85
                                    

43. Ketahuan.

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰


Sudah hampir satu bulan Clara tinggal di rumah Illy, dan di senggang waktu itu Rasya dan Clara selalu mencuri waktu untuk memuaskan hasrat mereka di belakang Illy. Sungguh perselingkuhan yang nekat.


Sejak tiga hari yang lalu Illy merasa kurang enak badan. Ia selalu merasakan pusing di kepalanya. Makan pun kurang berselera. Pekerjaan yang menumpuk mungkin penyebabnya.

Pagi ini, seperti biasa mereka akan sarapan bersama. Hanya saja, tidak ada Clara di sana. Pria dengan kemeja biru itu mendudukkan diri pada kursi di meja makan. Pandangannya mengedar.

"Clara mana?" Rasya bertanya ketika ia hanya mendapati sang istri di meja makan.

"Sudah berangkat. Ada urusan mendadak katanya," jawab Illy lirih. Tangan kirinya sesekali memijit kening mencoba menetralisir rasa pening yang dirasa.

Rasya yang mendengar suara Illy tampak berbeda menghentikan tangan yang akan menyuapkan nasi ke mulutnya. Ia menatap Illy dengan kening mengerut, merasa heran dengan suara sang istri. Di sela wajah yang menunduk pria itu melihat wajah Illy yang pucat.

"Sayang," panggil Rasya khawatir. Pria itu bangkit dari duduknya lalu mendekati sang istri. Tangan kanan Rasya menggenggam tangan Illy yang berada di meja, ia berjongkok di samping kursi yang diduduki sang istri.

"Wajah kamu pucat. Kamu sakit?" Tangan kiri Rasya memegang dagu Illy, meneliti wajah sang istri.

"Aku tidak apa-apa," jawab Illy dengan senyum tipis, mencoba menenangkan suaminya agar tidak khawatir.

"Tapi wajah kamu pucat sekali loh. Sebaiknya kamu libur dulu, ya dari toko." Rasya berucap dengan nada khawatirnya saat melihat sang istri yang selalu memijat keningnya pelan.

Namun, Illy menggeleng untuk menjawab ucapan Rasya. "Tidak. Aku tidak apa-apa."

Rasya hanya menghela napas dalam mengingat betapa keras kepalanya sang istri. "Ya sudah. Sebaiknya kamu makan dulu. Biar ada tenaga. Oke?"

Illy mengangguk dan tersenyum pada Rasya. Ia merasa bersyukur melihat perhatian dan kekhawatiran sang suami yang begitu besar pada dirinya. Ia memandang pria itu yang mengambil piring.

Baru saja Rasya menuangkan nasi goreng pada piring Illy, perempuan itu menutup hidungnya sembari menjauhkan piring yang ada di hadapannya. Jangan lupakan kepalanya yang menggeleng keras dan suaranya yang berucap 'tidak' beberapa kali.

Kening Rasya terlipat. "Ada apa, Sayang?" ia bertanya saat melihat penolakan Illy pada makanan yang baru saja dihidangkan.

"Ada seafoodnya. Aku tidak mau," ucap Illy dengan merajuk seperti anak kecil.

Satu alis Rasya terangkat. "Tidak mau? Bukankah ini kesukaan kamu?" tanyanya yang merasa heran.

"Tidak. Sekarang aku tidak suka. Aku mau makan roti saja," ucapnya yang masih menggelengkan kepala dan semakin menjauhkan piring berisi nasi goreng dan toping seafoodnya.

"Baiklah." Rasya mulai menjauhkan nasi goreng bercampur seafood dari hadapan Illy. Tangannya beralih meraih roti yang tidak jauh dari keberadaannya.

Ia menatap istrinya. "Mau selai rasa apa, Sayang?"

"Kacang."

"Kacang?" tanya Rasya yang diangguki Illy dengan semangat. Bahkan bibirnya kali ini tersenyum lebar, berbeda saat beberapa waktu lalu menolak nasi gorengnya.

"Tumben sekali. Bukannya kamu tidak suka selai kacang?" Ucapan Rasya menegaskan kalau ia merasa heran. Pasalnya, Illy tidak pernah memakai selai kacang meski sarapan dengan roti. Meski begitu, pria itu tetap menyiapkan roti selai kacang untuk sang istri.

Rasya mengulurkan roti itu ketika sudah siap. Keningnya semakin mengerut saat melihat pandangan Illy yang berbinar saat meraih roti itu dari tangannya. Seperti anak kecil yang mendapatkan makanan yang disukai.

Illy meraih roti itu dari tangan Rasya dengan semangat. Segera melahapnya dengan rakus. Melihat itu, sontak saja Rasya bertanya-tanya dalam hati. Sejak kapan istrinya ini menyukai selai kacang? Bukankah ia sangat membencinya? Itu kenapa Illy tidak pernah memakan roti dengan ini. Dan bukankah selai kacang ini selai kesukaan ... Ali?

Ya. Rasya tahu itu. Karena selai kacang ini pun baru mereka beli saat Ali kembali dari London. Berjaga-jaga jika adiknya itu akan datang atau pun menginap di sini.

"Aku sudah selesai." Ucapan Illy menyadarkan lamunan Rasya. Pria itu menatap istrinya sejenak sedari tadi dari tempat duduknya. "Aku akan berangkat."

"Aku antar, Sayang." Rasya menyudahi sarapan dan segera berdiri di samping istrinya.

"Aku enggak papa. Biasanya juga, kan aku berangkat sendiri. Nanti kamu telat ke kantornya," ucap Illy dengan suara lirih. Ia menampilkan senyum seolah tidak apa-apa.

"Mana mungkin aku membiarkan istri tercintaku berangkat sendiri di saat keadaannya kurang sehat." Lagi dan lagi Illy menampakkan senyumnya. Sekali lagi merasa beruntung memiliki suami seperti Rasya. Keduanya pun berlalu, segera pergi menuju ke toko Illy. Meski dengan wajah pucat, wanita itu tetap memaksakan diri untuk pergi bekerja.

***

Rasya memarkirkan mobilnya tepat di halaman rumah.

Sebentar. Halaman rumah? Ya. Seusai mengantar Illy tadi, Rasya melajukan mobilnya kembali ke rumah. Wanita cantik telah menyambut kedatangan Rasya di depan pintu. Dengan senyum smirk yang tercetak jelas di wajah pria itu berjalan mendekat, meraih pinggang wanita itu dengan mesra.


"Menungguku?"

"Sudah tentu." Jawaban wanita itu yang terdengar serak seolah mengundang Rasya. Seperti lantunan lagu pembangkit gairah bagi Rasya.

Seperti lupa jika keduanya berada di luar rumah, Rasya meraih bibir merah Clara. Menyambutnya untuk ia lumat dengan dalam. Saling mencecap dan berpaut lidah.


Setelah lama berciuman, napas seakan sulit dirasa Clara.

Membuatnya menarik diri dari tautan bibir mereka. Keduanya saling melempar senyum. Bukti gairah yang telah mencuat, membuat Rasya semakin merangkul posesif Clara dan membawanya memasuki rumah.

Tidak diketahui keduanya, seseorang tengah memperhatikan gerak-gerik mereka. Setelah apa yang orang itu cari, orang itu meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.

Rasya menurunkan tubuh Clara di atas ranjang kamarnya. Kamarnya? Ya. Rasya telah menodai pernikahannya begitu dalam. Di sini. Di ranjang ini. Ranjang miliknya dan juga Illy. Rasya telah berani menidurkan wanita selain Illy di atas ranjang ini.

Melihat senyum Clara yang begitu menggoda, Rasya dengan segera menaiki ranjang dan menindih tubuh Clara. Mencumbu bibir itu dengan beringas. Melumatnya hingga tak tersisa.

Tangan-tangan mereka tidak tinggal diam. Mulai saling melucuti pakaian satu sama lain. Hingga keduanya sama-sama telah dalam keadaan polos.

Rasya mulai mengendalikan bukti gairahnya. Mengarahkannya pada milik Clara. Tanpa halangan dan tanpa hambatan, bukti gairah Rasya telah terbenam sempurna pada kehangatan milik Clara.

Rasya mulai memacu kinerjanya. Bergerak erotis memberi gesekan-gesekan yang mengalirkan sengatan gairah. Keduanya terus memacu, mengejar sesuatu yang terasa begitu nyata hingga terasa pening di kepala.

Suara-suara serak saling bersahutan. Menyalurkan kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan. Hingga-

"APA-APAAN INI?"




🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰



Selamat sore semua. Ada yang rindu aku😋😋😋😋😋.

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang