21. Amarah Rasya
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Pukul delapan malam, mobil Ali sudah terparkir di depan rumah Illy. Tanpa ada kata, Illy langsung membuka pintu mobil dan meninggalkan laki-laki yang semalam telah seranjang dengannya begitu saja. Berjalan lurus tanpa menoleh untuk memasuki rumahnya.
Meninggalkan Ali yang menatapnya tanpa kata, meninggalkan Ali dengan tatapan bingung.
Sesaat kemudian, senyum menawan terpatri di wajah pria itu. Sesungguhnya, bukannya takut akan sikap Illy, Ali merasa Illy malah terlihat lucu. Bahkan, ia sangat ingin tertawa jika tidak mengingat tempatnya berada saat ini.
Dengan wajah bahagianya, Ali menyalakan mesin mobil, menjalankan ke arah jalanan dan bersatu dengan mobil yang lain, mulai meninggalkan pekarangan rumah Illy.
Di sisi lain, Illy menghempaskan tubuhnya di atas ranjang kamar. Menangis tersedu-sedu menyesali semua perbuatannya. Untung saja saat ia sampai, Rasya belum ada di rumah.
Merasa panas akan pada mata, Illy memilih untuk beranjak untuk membersihkan diri. Mandi? Ya. Ingin mandi untuk menghapuskan jejak jejak yang diberikan Ali pada tubuhnya. Jejak-jejak yang menurutnya begitu menjijikkan.
***
Suasana pagi ini terasa begitu hangat bagi Illy dan Rasya. Keduanya makan dengan perasaan tenang. Illy yang beberapa hari lalu merasa terpuruk, memutuskan untuk melupakan semuanya. Mencoba untuk memperbaiki kesalahan yang ia buat. Menghindari hal yang bisa membuatnya terjerumus akan hal yang akan merugikan ia kembali.
Begitu juga dengan Rasya. Ia berjanji tidak akan mengecewakan Illy dan ayahnya kembali. Meski keduanya tidak saling mengetahui kesalahan masing-masing, mereka berjanji untuk menjaga perasaan satu sama lain. Karena memang itulah sejatinya suatu hubungan suci pernikahan.
Merasa suasana yang tepat, Illy pun memutuskan untuk membicarakan sesuatu yang penting terhadap suaminya. "Sayang," panggil Illy penuh kelembutan.
"Iya."
"Mmm. Mau nggak, kamu ke rumah sakit?" Illy bertanya dengan nada penuh kehati-hatian.
Sedangkan Rasya melipat keningnya saat mendengar pertanyaan dari istrinya. "Ke rumah sakit? Kamu sakit?" tanya Rasya memastikan.
Illy menggelengkan kepalanya seketika. "Enggak!"
"Lalu?"
"Aku. Pengen kamu tes kesuburan," ucap Illy tanpa beban. Karena ia merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya.
Mendengar itu, Rasya menghentikan kegiatan makannya. "Kenapa begitu?" tanya Rasya dengan nada tidak suka.
"Kamu, kan tahu sendiri, Mama pengen banget punya cucu. Beberapa hari lalu, aku melakukan tes kesuburan. Dan hasilnya Alhamdulillah aku sehat." Ucapan Illy terjeda.
"Terus?"
"Kata dokternya, kalau melakukan tes ini harus dilakukan oleh sepasang suami istri. Karena aku sudah melakukannya, sekarang tinggal kamu." Illy menjelaskan dengan nada yang masih diselimuti kelembutan.
"Jadi maksud kamu aku mandul begitu?" Rasya bertanya dengan nada tinggi. Sontak saja membuat Illy terkejut. Dengan gelagapan, ia menggelengkan kepalanya.
"Bu—bukan itu," ucap Illy tergagap karena merasa ketakutan akibat Rasya yang terlihat marah.
"Apalagi kalau bukan itu maksud kamu? Karena kita belum punya anak, dan kamu dinyatakan subur kamu jadi menuduh aku tidak subur?" Tatapan nyalang yang Rasya tujukan pada Illy membuat perempuan itu merasa takut.
"Pagi-pagi sudah memancing kemarahan." Rasya membanting sendok yang ia pegang pada piring. Dengan perasaan yang diselimuti amarah, Rasya segera beranjak dari duduk dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan rasa takut dari Illy.
"Sayang," panggil Illy pada Rasya dengan mengikuti langkah sang suami. Sedangkan Rasya nampak acuh akan Illy yang mencoba mengejarnya.
"Rasya." Masih tetap tak menghiraukan Illy, Rasya memasuki mobil dan melaju begitu saja. Meninggalkan Illy yang masih tetap setia memanggilnya.
"Ya Alloh. Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini?" keluh Illy yang melihat arah kepergian mobil yang Rasya kendarai. Memandang lesu ke arah kepergian suaminya.
***
Tidak ada yang laki-laki tampan ini lakukan sedari tadi. Di dalam ruangan persegi ini, ia hanya memutar-mutar tubuhnya di atas kursi putar kerja. Sesekali tangan memainkan pena yang ia genggam.
Memandang tidak tentu arah dengan wajah yang terlihat bersinar. Ribuan kali senyuman terus terpatri dari bibirnya. Kadang kalanya kekehan pun terdengar dari mulut manisnya.
"Ah, aku bisa gila." Keluhnya beberapa kali. Tidak melirik sedikit pun tumpukan kertas yang ada di hadapannya. Terus tersenyum memandang udara. Seakan udara itu lebih menarik dari tumpukan berkas penting perusahaannya.
Ali. Ya, laki-laki itu adalah Ali. Jangan tanyakan apa yang saat ini ia lakukan. Dia hanya duduk dan tertawa seperti orang gila. Ah, bahkan dia pun mengakui hal itu. Tubuh tegap berada di sini, tetapi tidak dengan pikiran dan angannya, berkelana jauh. Jauh ke kejadian beberapa hari yang lalu.
Hari di mana ia mendapatkan hadiah tidak ternilai. Seandainya kalian bisa melihat Ali saat ini, mungkin kalian benar-benar mengatainya gila.
Kejadian beberapa hari yang lalu benar-benar tidak bisa Ali lupakan. Hari di mana Illy begitu pasrah di bawahnya. Di mana Illy yang meminta. Masih bisa Ali rasakan sapuan tangan halus Illy yang membelai Surai hitam miliknya. Yang membelai rahang kokohnya.
Masih bisa Ali rasakan tangannya yang menyentuh kulit lembut Illy. Hangatnya tubuh Illy dalam dekapannya.
Masih bisa Ali rasa kenyalnya bibir Illy yang ia lumat. Kenyalnya dua buah daging kembar dalam kulumannya. Bahkan hangatnya surga yang menyelimuti senjatanya.
"Oh shitt. Hanya dengan mengingatmu saja sudah membuat . Little Aliku berdiri Illy," umpatnya tidak tertahankan.
Untung saja di dalam ruangannya tidak ada orang lain selain dirinya. Dan tentunya, beberapa orang di luar ruangan tidak akan mendengar karena kedap suara yang didesain pada ruangannya.
Ali melirik bagian bawah, terlihat jelas area tengah yang menyembul begitu gagah meski dari luar celana bahannya. "Tidak Illy. Haruskah aku melakukan masturbasi?" geram Ali sembari menjambak rambutnya.
Ali melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Matanya membulat kala ia mendapati waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. "Ya Tuhan. Seharian ini aku hanya memikirkan lekukan tubuh Illy? Pantas saja kau berdiri begitu gagahnya little Ali." Senyum itu kembali terbentuk dari sudut bibirnya.
Tangannya terulur untuk membelai senjatanya yang telah mencuat. "Tenanglah little Ali. Aku akan mencarikanmu liang." Sesaat kemudian, tawanya pecah begitu saja mengingat kekonyolannya.
"Kenapa? Kau lebih suka kehangatan yang kemarin?" tanyanya seperti ia bertanya pada seseorang. "Jangan dulu. Kau harus bersabar. Suatu saat, kehangatan yang kemarin akan selalu kau dapatkan. Untuk sekarang, aku akan mencarikanmu yang lain dulu."
Ali beranjak dari ruangannya. Memutuskan untuk mencari apa yang bisa memuaskannya. Dengan wajah semringahnya, Ali menunggu lift terbuka dengan mengetukkan ujung sepatunya pada lantai.
Prang.
Suara pecahan terdengar. Ali mengalihkan pandangannya pada asal suara. Dapat Ali yakini bahwa suara barusan berasal dari sebuah ruangan. Ruangan yang tak lain adalah milik sang kakak. Merasa penasaran, Ali pun melangkahkan kakinya menuju ruangan sang kakak.
"Kak," panggil Ali saat ia membuka pintu ruangan sang kakak. Dilihatnya sang kakak yang duduk sembari menjambak rambutnya. Terlihat frustrasi sekali. Tak jauh dari tempatnya, terlihat pecahan gelas yang Ali yakini adalah sumber suara yang ia dengar sebelumnya.
Ali berjalan mendekati sang kakak. "Kak Rasya?" Rasya mendongakkan kepalanya saat Ali memanggilnya.
"Hei, Kak. Ada apa denganmu?" tanya Ali saat melihat wajah kacau sang kakak.
Rasya nampak mendengus kesal. "Ini semua karena sahabatmu, Li," jawab Rasya yang masih terlihat jengkel.
Ali melipat keningnya. "Illy?" tanya Ali memastikan.
"Siapa lagi?"
Ali tersenyum dalam hatinya. "Ada apa dengannya?"
"Kau bayangkan saja, dia menyuruhku untuk tes kesuburan. Dia pikir aku mandul?" Mendengar curahan sang kakak, Ali benar-benar tertawa dalam hati. Dan sepertinya, ia memiliki rencana.
Satu sudut bibir Ali terangkat dalam seringainya. "Sudahlah, Kak. Daripada Kakak pusing, mending Kakak ikut aku."
Satu alis Rasya terangkat naik. "Ke mana?"
"Sudahlah. Ayo!" Ali berucap dengan menarik tangan Rasya. Merasa butuh pencerahan, Rasya pun tanpa penolakan menerima ajakan sang adik. Tanpa ia ketahui rencana yang telah tersusun dalam otak cerdas Ali.🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Selamat pagi. Udah pada sahur belum?
Aku up di pagi hari nih😃😃😃😃
Happy Reading, ya
😍😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadikanmu Milikku (APL)
RomanceTidak ada yang bisa Ali lakukan selain merelakan Illy untuk kakaknya saat melihat dua orang yang disayanginya akan menikah. Namun, semua berubah karena ketidaksengajaan di malam pertama sang kakak dan kakak iparnya. Bagaimana mungkin malam itu bisa...