25. Flashback Rasya.
🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Suara dentuman musik dan lampu yang temaram kembali menyambut kedatangan Rasya. Seakan tidak terusik, pria itu melangkahkan kakinya begitu santai. Duduk di salah satu kursi yang menghadap pada seorang pria yang tengah berkutat dengan gelas dan beberapa botol di belakangnya.
Ya, saat ini Rasya berada di club malam. Seakan nagih, ia kembali ke tempat ini. Satu jari diacungkan, Satu gelas telah berada tepat di hadapannya. Dengan gerakan anggun, ia mulai menempelkan gelas itu pada bibir, menyesap cairan yang ada di gelas itu dengan berusaha menikmatinya.
Asyik menikmati, Rasya merasakan tangan yang mulai bergerak melingkari lehernya. Bukannya marah, ia malah meletakkan gelas dan menyambut sang pemilik tangan itu dengan senyum menawan.
"Sudah menunggu lama?" tanya sang pemilik tangan dengan suara lembut. Perempuan itu menampilkan senyum manis pada Rasya.
"Tidak. Kamu lihat." Rasya menunjuk gelas yang sebelumnya ia nikmati isinya.
Hal itu membuat si perempuan berambut panjang itu mengikuti arah yang ditunjuk Rasya. Senyum pun tersungging dengan menggoda. "Minumanku belum habis."
Perempuan itu semakin bergelayut manja pada Rasya. Dengan tatapan menelisik, Rasya menatap sosok di hadapannya dengan intens. Membuat ia mengingat kejadian beberapa hari lalu saat dipertemukan dengan perempuan ini.
Pertemuan yang mengubah segalanya. Pertemuan yang membawa tantangan di hidupnya. Membawa dirinya untuk kembali malam panjang hari itu.
Malam di mana Rasya kembali merasakan sesuatu yang berbeda, karena malam itu.
Rasya mengerjapkan mata untuk mempertajam pandangan. Menyesuaikan akan apa yang dilihat. Kepalanya terasa sedikit pusing dan berat, membuat ia harus menggeleng beberapa kali untuk Menyandarkan diri.
Bangkit perlahan, ia menyandar pada kepala ranjang, menunduk dengan tangan memijit pangkal hidung. Ingatan dirinya yang menenggak minuman berkelebat. Pasti ini diakibatkan semua itu.
Rasa nyeri sedikit mereda, ia mendongak dan menelisik ruangan yang bukan miliknya di rumah. Menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, Rasya bangkit dan memasuki kamar mandi. Sedikit membasuh mukanya, meraih handuk dan membersihkannya.
Tidak lama, pria dengan keadaan pakaian yang sedikit kacau itu keluar dari kamar mandi, mengedarkan pandangan untuk menelisik isi kamar yang saat ini ditempati. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Ini kamar club, atau kamar hotel? Lengkap sekali fasilitasnya," monolognya ketika mendapati berbagai hal di dalam kamar.
"Sepertinya aku harus berterima kasih pada Ali setelah ini." Rasya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jarumnya menunjuk angka dua di mana waktu menandakan dini hari.
Sedikit membenahi pakaian, dan menyugar rambutnya menggunakan jari, Rasya memutuskan untuk keluar dari kamar untuk mencari keberadaan sang adik. Suara musik kembali menyambut, ia berjalan ke arah bar. Akan tetapi, tidak terlihat keberadaan Ali di sana.
Mengedarkan pandangan, senyumnya terukir kala melihat adiknya tengah duduk santai di salah satu kursi. Menghampirinya, Rasya pun memberi sebuah tepukan pada pundak Ali. "Belum pulang?" Mendudukkan diri tepat di samping adiknya.
"Mana mungkin aku meninggalkan Kakak yang lagi teler," jawab Ali dengan senyum di sudut bibirnya. Pakaian pria itu sudah berganti dengan kaus hitam polos.
Jawaban Ali yang terkesan menghina tidak lantas membuat ia marah. Akan tetapi malah memicu tawanya, merasa berada dengan orang yang tepat saat ia merasa pusing akan masalah yang dihadapi.
Tangan Ali mendorong segelas minuman pada sang kakak. Senyumnya tersungging saat Rasya mengambil tanpa berpikir lalu menenggaknya hingga tandas tidak tersisa. "Makin jago aja minumnya. Terakhir diingat, Kakak minum lima tahu lalu di pesta pernikahan Kakak. Itu pun membuat Kakak tepar."
Rasya mengibaskan tangan di udara. "Kakakmu ini laki-laki," jawabnya angkuh lalu kembali meminta minuman pada bar tender.
Pandangan Rasya mengedar, jatuh pada sosok perempuan yang juga tengah duduk sembari menikmati minuman tidak jauh dari keberadaannya. Tatapannya memicing, hingga senyum terukir lebar di bibirnya.
"Pulang yuk, Kak!" Ajakan Ali mengejutkan Rasya, atensinya pun teralihkan dari wanita itu.
Rasya berpikir sejenak. "Kamu balik saja duluan. Kakak masih mau di sini," ungkap Rasya pada sang adik, ia memberi tatapan agar Ali tidak khawatir. Sesungguhnya ada niat di balik itu semua.
Ali menaikkan satu alisnya. "Yakin, Kam?"
"Iya," jawab Rasya tenang. Masih mendapat tatapan yang meremehkan dari sang adik, membuat ia berdecak malas. "Jangan melihatku seperti itu." Rasya berdecak, merasa tidak suka akan tatapan yang diberikan Ali pada dirinya.
"Well. Tidak seperti biasanya saja. Takutnya kejadian lima tahun lalu terulang."
"Kamu pikir kakak ini anak kecil? Sudah pulang sana." Rasya mengusir Ali dengan lambaian tangan.
Sedangkan Ali hanya mengedikkan bahunya acuh akan kemauan sang kakak. Ia mulai beranjak meninggalkan Rasya di dalam club' itu. Tidak diketahui Rasya, senyum di bibir Ali tersungging penuh misteri.
Sesaat setelah kepergian Ali, Rasya kembali mengalihkan pandangan pada perempuan yang sebelumnya dilihat. Memasang senyum semenawan mungkin, Rasya mulai mendekati wanita itu.
"Sendiri?" Basa basi Rasya saat ia mendudukkan dirinya tepat di samping perempuan dengan baju merah yang menampilkan bahunya.
Seseorang yang saat ini tengah asyik menikmati minuman itu menoleh, mengangkat satu alis bertanya akan keberadaan Rasya di sampingnya. "Kau bertanya padaku?"
Senyum tipis tersungging di bibir Rasya. "Menurutmu?" Menatap penuh perempuan di hadapannya, Rasya menaikkan sudut bibirnya. "Tidak ada lagi wanita cantik di sini selain dirimu." Oh, Rasya mencoba menjadi seorang pembual rupanya.
"Well. Seperti yang kau lihat. Aku sendiri," jawabnya acuh dengan kembali meneguk minumannya.
Rasya meminum minumannya, melalui tepi gelas ia melirik perempuan di sampingnya. "Boleh aku bertanya, kenapa wanita secantik dirimu bisa berada di sini sendirian?"
"Kau yakin ingin tahu?" Posisi perempuan itu kini beralih menghadap Rasya sepenuhnya. Membuat senyumnya semakin mengembang.
Mengedikkan bahu, Rasya menjawab pertanyaan itu. "Aku tidak akan bertanya bukan jika aku tidak ingin tahu?"
Tiba-tiba saja perempuan dengan rok di atas lutut itu turun dari tempat duduknya, mengalungkan kedua tangan pada lehernya. Rasya yang bingung akan tindakan itu hanya mengangkat satu alisnya. "Melupakan lelaki pengecut dengan mencari kehangatan ranjang di sini," ucap perempuan itu penuh sensual tepat di samping telinganya.
Sebagai seorang lelaki normal, tentu saja perlakuan itu berhasil membuat Rasya meremang. Senyum misterius kembali diukir kala perempuan itu kembali pada tempat duduknya.
Menyandarkan tubuh pada meja secara nyaman dan agak berdehem sedikit, Rasya mulai menyusun kata-katanya. "Well, aku bisa menjadi partner ranjangmu jika kamu mengizinkan." Ucapan Rasya berhasil membuat perempuan di hadapannya menatap dirinya seketika.
Melihat raut wajah itu, Rasya siap jika ia akan mendapatkan sebuah tamparan dan tendangan. Atau bahkan lebih, melaporkan pada polisi atas pelecehan misalnya? Akan tetapi, praduga itu sirna kala Rasya melihat senyum menggoda perempuan berbibir tipis di hadapannya itu.
"Kalau begitu, ayo!" Perempuan dengan rambut digerai itu turun secara kilat dan mulai menarik salah satu tangannya. Membuat ia melongo dengan tatapan tidak percaya.
Akan tetapi langkah kaki yang mulus itu terhenti kala Rasya menahan tangannya. Menoleh, lalu menatap dirinya dan bertanya, "Kenapa? Kamu berubah pikiran?" tanyanya dengan senyum miring.
Segera saja Rasya menggelengkan kepalanya saat mendengar pertanyaan itu. "Bukan. Hanya ingin memastikan kamu yakin akan melakukan ini."
Dengusan dan senyuman penuh ejekan terdengar dari bibir perempuan itu. Meski keadaan club remah pencahayaan dan dentuman musiknya sangat keras, tetapi Rasya masih bisa melihat jelas mimik itu.
Tangan tanpa helai kain itu terlipat di depan dada, dagu lancipnya terangkat dengan tatapan menantang. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Mengingat kamu...." Jari lentik itu menunjuk dada Rasya. "Sudah mempunyai istri."
Oh. Lihatlah wajah cantik yang menyindir dirinya. Turun dari kursi, Rasya mencengkeram lengan perempuan di hadapannya. Menarik sedikit kasar membuat tubuh keduanya menempel. Rasya berdesis tepat di depan wajah cantik itu. "Persetan dengan semuanya. Sekarang ... adalah waktunya kita bersama."
Tanpa kata, Rasya mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya, memasuki salah satu kamar dan memulai pergulatan yang akan menjadi panjang pagi itu. Tak peduli akan orang lain yang ada. Yang mereka tahu, hanya kepuasan yang akan mereka dapat.
"Kamu melamunkan sesuatu?" Pertanyaan dari perempuan seksi di hadapannya membuat Rasya kembali dari ingatan beberapa hari lalu.
Memasang senyumnya, tangan Rasya mulai merengkuh pinggang perempuan cantik di hadapannya lebih erat lagi. Menariknya mendekat, hingga tidak ada jarak di hidung keduanya. "Aku membayangkan betapa hebatnya dirimu di ranjang saat pertama kali kita bertemu," bisiknya tepat di depan wajah perempuan itu. Dengan suara yang ia buat sesensual mungkin.
Perempuan di hadapannya berdecak sembari memutar bola matanya malas. Membuat Rasya meledakkan tawa seketika. "kenapa, Baby? Kamu tidak ingin mengulangi pagi panjang tempo hari?"
Satu sudut bibir tipis itu terangkat mendengar ucapan dari Rasya. "Kamu menginginkannya?" tanyanya dengan menyapukan jari lentik pada wajah Rasya. Tentu saja pertanyaan itu diangguki pasti oleh Rasya.
"So, let's gonna play!" Tidak menghiraukan sekitarnya, Rasya pun meraih tubuh wanita itu dalam gendongan bridal stylenya. Berjalan ke arah kamar yang tentu saja sudah mereka pesan sebelumnya.
Rasya menurunkan wanita itu tepat setelah ia menutup pintu. Merengkuhnya tanpa memberi jarak yang berarti di antara mereka. "You are so sexy," ucap Rasya dengan mata yang mulai berkabut gairah.
"Always. And this is for you." Senyum kemenangan tersungging di bibir Rasya. Tanpa menunggu ia mulai menyerang bibir seksi milik wanita itu. Dan dengan cekatannya ia mulai melucuti dress selutut yang hanya berpangku pada tali spageti pada pundak perempuan di hadapannya.
Memberi kecupan hangat pada pundak yang telah terekspose sempurna. Mulai menjalar perlahan pada leher putih nan menggoda di hadapannya.
Tidak tinggal diam perempuan itu pun berganti mulai melucuti pakaian Rasya. Bergerak agresif untuk segera mendapatkan tonggak tegak milik pria di atasnya. Meraihnya saat terpampang di depan mata. Memberi pijatan pelan yang membuat Rasya berdesis kenikmatan.
"Teruskan," ucap Rasya di sela cumbuannya saat merasakan kejantanannya mendapat sapuan tangan manja. Saling memberi pemanasan pada tubuh yang masih berdiri.
Merasa suhu udara telah naik, Rasya mulai meraih kembali tubuh perempuan itu. Melingkarkan kaki pada pinggangnya. Meraih bibir untuk ia pagut kembali dengan rakusnya. Membawa tubuh di gendongannya pada dinding dengan masih bertautan bibir. Meleburkan hawa panas tubuh mereka dengan dinginnya suhu pembatas antar kamar di klub malam itu.
Napas terengah yang tercipta dari keduanya menggambarkan seberapa besar gairah yang telah tercipta. "Ready?" Rasya bertanya untuk mencari kepastian. Menampilkan senyuman kala kepala di hadapannya telah mengangguk.
Dengan siap siaga, tonggak itu telah berada tepat pada tempatnya. Siap meluncur masuk memenuhi ruang kehangatan. Satu hentakan keras telah berhasil membuat penyatuan. Sehingga membuat kepala perempuan itu mendongak menikmatinya. Menyadari akan kesiapan, gerakan mulus mulai dilanjutkan.
"Damn't ." Suara parau Rasya terucap di sela-sela aktivitasnya bergerak. Tidak memedulikan tetesan-tetesan peluh yang mulai tercipta. Perempuan itu mulai menyatukan keningnya dengan kening Rasya. Memperlihatkan ketajaman mata pada pria di atasnya yang berarti ia begitu menikmati kegiatan mereka.
"Rasya." Racauan itu semakin keras terdengar. Semakin menimbulkan gairah dari keduanya.Gerakan-gerakan halus kini telah berubah. Memulainya dengan sentakan yang lebih keras. Menciptakan alunan musik yang tercipta dari dua kulit yang saling bertabrakan. Bunyi merdu yang semakin menggairahkan.
Tubuh basah karena keringat kini mulai bergerak. Mencari tempat untuk merebahkan dan menempatkan secara tepat. Meletakkan tubuh seksi dalam rengkuhannya, masih tetap dalam penyatuan keduanya. Dua lengan kekar bertumpu di samping kepala dengan mata terpejam. Menyangga pada ranjang mencari kekuatan. Meleburkan tenaga yang dilebihkan. Berusaha mengejar pencapaian di depan mata.
"Come on." Pemicu dari suara telah terdengar. Menandakan telah hampir sampai pada tujuan. Masih dengan semangat yang sama namun tenaga yang lebih besar, mengentak dengan kasar tubuh di bawahnya. Mata yang saling terpejam kala dua bibir mulai bertaut. Menikmati sesuatu yang terasa akan sempurna.
Hingga satu hentakan keras telah terdorong. Melepaskan pagutan yang memunculkan lain suara. Nada tinggi penentu telah terdengar. Setitik demi setitik butiran asin jatuh membasahi kain yang menjadi alas tubuh polos, mengeluarkan aura panas.
Pengaturan embusan napas yang menjadi pertanda akhir irama, menandakan betapa hebatnya kegiatan yang telah tercipta. Senyum simpul tercetak dari keduanya, saling melempar kelegaan masih di dalam penyatuan. Saling memperlihatkan kepuasan yang tergambar.
"Again?" Satu anggukan kepala menjadi penentunya. Gerakan halus mulai tercipta kembali.Lolongan-lolongan merdu tertuai kembali. Tidak menggubris segala hal di balik dinding. Tidak menghiraukan segala hal hingga sepasang mata yang melihat mereka sebelum memasuki kamar tidak mereka ketahui. Keduanya hanya terpaku pada satu tujuan.
Kepuasan penuh satu sama lain. Pencapaian kepuasan yang mereka cari dapat mereka raih. Tidak peduli berapa kali pun teriakan puncak terteriakkan. Yang menjadi pusat, hanya kepuasan.🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰
Selamat malam semua
Happy reading 28.
😉😉😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadikanmu Milikku (APL)
RomanceTidak ada yang bisa Ali lakukan selain merelakan Illy untuk kakaknya saat melihat dua orang yang disayanginya akan menikah. Namun, semua berubah karena ketidaksengajaan di malam pertama sang kakak dan kakak iparnya. Bagaimana mungkin malam itu bisa...