🐰 29. Rencana Liburan 🐰

558 53 0
                                    

Rencana Liburan

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰



Ali menatap Illy yang menangis di bawahnya. Ia menarik napas dalam dan bangkit dari atas tubuh ringkih itu. Duduk di ranjang pada kamar ruangan Illy di toko. Niat hati ingin menyatukan tubuh mereka kini hilang sudah akibat rasa tidak tega.

Ali meraup kasar wajahnya, menyesali apa yang ia lakukan. Hampir saja dirinya melecehkan Illy. Hal ini pernah ia lakukan beberapa waktu lalu. Sebesar ini cintanya pada perempuan itu yang membuat dirinya buta. Beruntung ia kali ini disadarkan kembali.

"Maafkan aku, Ly. Aku hanya terlalu mencintai kamu sampai aku lepas kontrol seperti ini. Aku sudah merasa frustrasi untuk mendapatkan kamu." Tidak ada jawaban dari Illy, hanya ada suara Isak tangis yang terdengar.

Menghela napas dalam kembali, ia menoleh, menatap Illy yang masih meringkuk di sana. Mendekati Illy, ia mengecup kening kakak iparnya. "Maafkan aku."

Tidak lupa menarik selimut, ia menutupi tubuh Illy yang masih terbalut pakaian rapi. Belum sempat ia koyak seperti rencananya. Berjalan ke arah luar, ia sempatkan menatap Illy di ambang pintu, lalu pergi dari sana.

Suara ponsel berdering, ia meraih benda pipih itu dari saku celana, melihat siapa yang memanggilnya. Ah, rupanya sang mama.

"Iya, Ma." Ali mendengarkan petuah dari mamanya, bola matanya berputar malas kala mendengar apa yang harus ia lakukan.

"Tapi, Ma. Ali tidak suka." Ia memutuskan panggilan begitu saja dan melanjutkan langkah.

Sesaat kemudian langkahnya memelan, ada sesuatu yang terbesit dalam benaknya. Apakah ia harus melakukan itu?

***

Sore ini Ali memasuki rumahnya dengan perasaan muak. Muak akan sikap wanita yang saat ini bergelayut manja di lengannya.

Ya, ia baru saja menjemput wanita ini untuk memenuhi undangan mamanya. Hal yang dibantah pada sambungan telepon dengan mamanya tadi siang harus ia lakukan. Ini semua demi ....

Ah, Ali tidak bisa menjelaskannya. Yang menurutnya tidak habis pikir adalah Kenapa mamanya meminta ia menjemput Zizi dari rumah perempuan itu untuk datang ke rumahnya? Bukankah itu namanya membuang waktu dan membuang bahan bakar?

Memasuki rumah semakin dalam, ia bisa melihat kedua orang tuanya yang tengah duduk pada sofa. Seperti mempunyai Indra keenam, sang mama yang sebelumnya menunduk karena fokusnya berpusat pada majalah kini mendongak bertepatan ia dan Zizi yang memasuki ruang keluarga.

"Ah, Zizi. Akhirnya kamu datang juga." Desi menyambut kedatangannya dan Zizi dengan antusias. Tidak lupa juga dengan pelukan hangat yang diberikan pada perempuan ini.

Tatapan perempuan yang telah melahirkannya itu pun beralih pada dirinya. "Gitu dong, Li, calon istrinya dijemput."

Ali yang mendengar itu hanya memutar bola mata malas dan berlalu begitu saja meninggalkan keduanya. Tidak ingin mendengar ocehan mamanya yang dirasanya tidak berfaedah.

Gerutuan tidak sekalipun ia pedulikan, detik selanjutnya ia hanya mendengar pujian yang ditunjukkan sang mama pada perempuan bernama Zizi itu. Sosok yang katanya harus ia nikahi kelak.

Mengabaikan hal itu ia mendekati sosok yang kini tampak asyik dengan korannya. Selalu seperti itu. Meskipun sudah jelas-jelas ada orang lain di sana, papanya itu seolah tidak mau terganggu jika berurusan dengan hal baca-membaca.

"Pa," panggilnya. Ia duduk pada sofa yang berada berseberangan dengan sang papa.

Pria berkacamata itu menoleh. "Eh, Li, sudah sampai kamu?" Benar bukan? Tidak peduli sekitar.

Pertanyaan sang papa hanya dibalas gumaman saja oleh Ali. Meraih ponsel, ia mulai memeriksa beberapa e-mail mengenai pekerjaannya. Tidak memedulikan Zizi dan Desi yang baru saja turut bergabung.

Setelah membalas beberapa e-mail, Ali kini menatap papanya. "Ada apa sih, Pa? Tumben ngajakin Ali kumpul sore-sore?"

Yarendra melipat koran dan melepas kaca mata. Dagunya menunjuk sang istri. "Tuh, tanya sama mama kamu." Mendapatkan hal itu membuat pria beralis tebal itu berdecak.

"Nanti dulu. Kita tunggu yang belum datang." Desi berucap dengan ketus membuat Ali melipat keningnya. Meski tidak tahu siapa yang datang, Ali tidak ingin bertanya pada sang mama. Toh nanti ia juga akan tahu sendiri.

Lagi-lagi Ali harus menahan amarah di saat Zizi kembali bergelayut manja di lengannya. Ingin sekali ia memberitahukan perempuan ini kalau sofa yang ada masih panjang. Cukup mampu untuk membuat Zizi selonjoran.

Akan tetapi, tidak mungkin ia mengatakan itu. Yang ada Bunda Ratu akan mengeluarkan tanduknya nanti.

Suara langkah yang lebih dari satu membuat Ali menoleh, tidak hanya dirinya namun juga yang lain. Laki-laki dan perempuan memasuki ruang keluarga, senyuman yang terpatri di wajah mereka menampakkan kebahagiaan.

Ali yang biasanya akan senang saat melihat sosok itu datang, kini hanya menampakkan wajah datar. Mengingat bagaimana tadi siang mereka bertemu membuat hatinya merasakan hal yang sulit dijelaskan. Kadang ia berpikir, haruskah ia akhiri perjuangannya?

Ali yang sebelumnya ingin melepaskan gelayutan Zizi kini tampak acuh. Terserah dengan apa yang wanita itu ingin lakukan. Ia sudah cukup pusing dengan pikirannya saat ini.

Illy dan Rasya yang baru datang berjalan menuju Yarendra dan Desi, bertukar pelukan sesaat. Meski tidak mendapatkan tatapan bersahabat dari Desi, Illy masih tetap melakukannya. Menjaga sopan santun dan rasa hormatnya terhadap sang mertua.

Rasya dan Illy turut bergabung dengan duduk pada sofa yang tersisa. Tidak jauh berbeda dengan Zizi, Illy pun masih setia dengan rangkulannya pada lengan sang suami. Wajar dong, toh dia istrinya.

Tidak ada yang menyadari, jika sedari tadi Ali berusaha mencuri pandang pada Illy dengan lirikan matanya. Meski pandangannya terlihat pada ponsel yang saat ini telah ia genggam kembali.

Melalui ekor mata ia melihat Illy yang terus menatapnya. Entah apa yang ada dalam pikiran perempuan itu. Namun, ia menduga bahwa Illy ingin sekali membunuhnya.

“Ada apa, Sayang?" Suara Rasya membuat ia menoleh, melihat sang kakak yang memberi perhatian pada istrinya. Entah kenapa hal itu membuat salah satu bibir Ali tertarik.

"Ha?" Illy terkejut akan pertanyaan Rasya. Bola mata itu berputar memandangi semua orang yang ada di ruangan ini di mana semuanya tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanya.

Perempuan itu hanya menampilkan senyumnya. "Tidak apa-apa."

“Yakin?" Illy mengangguk.

"Oh iya, Ma. Ada apa Mama minta Rasya kemari? Apa ada masalah?" Pertanyaan itu hampir sama dengan apa yang Ali tanyakan beberapa waktu lalu.

Ali baru menyadari maksud dari mamanya kalau orang yang ditunggu barusan adalah sang kakak dan kakak iparnya. Atensi Ali kini beralih pada papanya.

"Begini, Papa sama Mama, mau mengajak kalian semua liburan di puncak besok." Yarendra menjelaskan pada semua tentang tujuannya memanggil keempatnya kemari.

Terlihat raut wajah bahagia dari semuanya setelah Yarendra mengatakan hal itu. Kecuali, Ali. Dia masih tetap menampilkan wajah datar karena baginya liburan ini adalah hal biasa. Bahkan di dalam hatinya pun tidak ada yang tahu jika ia mengatakan bahwa liburan ini sangatlah membosankan.

"Kenapa tidak memilih tempat yang elit saja. Hawai misalnya?" gerutunya dalam hati.

"Zizi diajak, Om, Tante?" Ali menatap sinis saat mendengar pertanyaan bernada antusias dari perempuan di sampingnya.

“Oh jelas dong. Kamu, kan calon istrinya Ali. Calon menantu Tante," ucap Desi dengan semangatnya. Sungguh semakin memuakkan bagi Ali keadaan saat ini. Pria itu hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Kamu setuju, Li?" Yarendra bertanya. Membuat atensi semuanya beralih pada dirinya.

Ali merasa jengah saat ia mengetahui menjadi pusat perhatian. Mengembuskan napas dalam ia pun mengangguk. "Iya," jawabnya dengan malas.

Ah. Rupanya sang papa menyadari hal itu. "Ayolah, Li, yang semangat dong," pintanya. Senyum lebar diberikan pada dirinya. Senyuman manisnya papa pada anak andalannya.

Beginilah papanya, tidak akan segan memperlihatkan kasih sayang dan kehangatan pada keluarga.

"Tumben sekali, Pa?" Rasya menimpali.

"Ya, Papa cuma butuh refreshing, Sya. Kalau cuma sama Mama, kurang rame." Rasya hanya mengangguk mengerti.

Keputusan pun telah diambil. Keberangkatan akan dilakukan besok. Beberapa dilanda rasa kebahagiaan, seseorang dilanda kecemasan.

🐰🐰🐰🐰🐰🔥🔥🔥🐰🐰🐰🐰🐰

34. Selamat Malam. Halo semuaaaa. Ada yang rindu aku?

Atau ... Rindu ceritanya😁😁😁😁

Coba lihat 👇👇👇

Coba lihat 👇👇👇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gimana? Ada yang mau nggak? 😁😁😁

BTW, sudah baca cerita aku yang judulnya Yakin Putus?  Tanyangnya setiap rabu dan sabtu, ya😋😋😋😋

Jangan lupa ramaikan juga

Menjadikanmu Milikku (APL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang