4

11.1K 1.7K 32
                                    

Aku hanya bisa pasrah ketika Duke Aveza mengajakku masuk ke salah satu butik. Dia bahkan menggendongku, sama sekali tidak peduli dengan tatapan ingin tahu pembeli. Diriku yang buluk, bau, dan kotor ini ada dalam gendongan HOT DADY.

Sudah, lupakan saja. Aku menyerah.

“Ada yang bisa saya bantu, Duke?”

Pengguna VIP memang beda kelas, kasta, bahkan dunia. Bila orang lain harus memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum mendapat pelayanan, maka pelayan butik justru langsung mengenali Aveza dan berusaha sebaik mungkin memberi pelayanan. Aku berani taruhan bahwa pelayan ini, wanita yang sekarang berdiri di hadapan kami, sesungguhnya berusaha sebaik mungkin menahan diri agar tidak berjengit ketika mengendus aroma tubuhku.

‘Hiks,’ tangisku dalam hati. ‘Maafkan aku. Salahkan Aiya saja sebab dialah yang membuatku terlihat seperti kain pel.’

“Keponakanku membutuhkan gaun, sepatu, dan pastikan dia bersih.”

Si pelayan mengangguk. Dia menghampiriku dan berkata sembari tersenyum, “Halo, Nona. Perkenalkan, nama saya Ivona. Bagaimana bila Nona ikut saya sebentar?”

Aku mendongak, berusaha meyakinkan Duke agar berhenti menyuruhku-tapi, lupakan saja.

Alih-alih menurunkanku, sama seperti yang asisten dokter lakukan, Ivona meraih dan menggendongku. “Saya dan teman-teman akan memandikan Anda terlebih dahulu. Nah, Nona tidak perlu cemas. Paman Anda sedang menunggu dan memilih pakaian.”

Usiaku yang sesungguhnya ialah 31 tahun. Namun, di sini aku diperlakukan berbanding terbalik dengan usia mentalku. Lelucon yang tidak lucu, tapi begitulah hidup.

Dengan sigap mereka, para pekerja, menanggalkan bajuku. Mereka langsung membersihkanku hingga air hangat yang wangi itu berubah warna menjadi cokelat. Perlahan mereka mengeringkanku, memilah pakaian dengan kain terlembut, dan memasangkannya kepadaku.

“Nah, Nona terlihat manis dan menggemaskan,” Ivona memuji.

Cermin memantulkan tampilan seorang bocah cilik bergaun biru. Berbeda dengan sebelumnya, penampilanku yang sekarang jauh lebih manusiawi dan baik. Rambutku tergerai melewati bahu. Ivona memasang bando berhias mawar putih. “Sekarang saatnya kita menemui Duke.”

Lagi-lagi Ivona menggendongku. Dia sepertinya makin bersemangat menjadikanku boneka. Bahkan pelayan lain pun ketika melihatku langsung berseru, “Kyaa imut!”

Duke Aveza tengah duduk di sofa, sibuk memilih pakaian dari katalog.

“Duke, keponakan Anda terlihat imut.”

Sejenak Duke Aveza mengamatiku, air mukanya mulai melunak, dan dia bergegas bangkit dan meraihku dari gendongan Ivona. “Suka?”

Duke, saya mohon biarkan saya terlihat normal.

“Kirimkan pakaian pilihanku ke Aveza,” Duke memberi perintah.

Begitulah acara belanja yang tidak melibatkanku sama sekali dalam hal memilih berakhir.

Sekali lagi, Duke mampir ke klinik dan perawatan luka pun dimulai dari awal.

Seharusnya aku mandi dulu sebelum berencana pergi ke butik, dengan begitu salep obat tidak akan terbuang percuma.

“Ruby, kau boleh makan apa pun yang kauinginkan.”

Kami berada di salah satu restoran. Bermacam makanan terhidang di meja. Ayam bumbu merica, salad, pasta, kue, jus apel, bahkan ikan panggang tersedia dalam berbagai bentuk piring. Bila yang duduk bersama Duke sekarang adalah Ruby yang asli, maka sudah pasti bocah ini akan langsung “ngiler” dan melahap semua sajian dalam sekali raup.

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang