29

7.1K 1.3K 44
                                    

Armand memutuskan meminta bantuan Jarga dan beberapa penyihir. Dia tidak ingin mengambil risiko seperti menumbalkan kesatria yang berada di bawah panji Aveza. Meskipun para kesatria berani mati dalam tugas, tidak lantas membenarkan mengesampingkan kehidupan lain. Armand memilih opsi kedua: Mencari sekutu.

Oleh karena itu, Armand pun berhasil menyewa jasa penyihir dan ... mengejutkannya paladin serta pendeta. Ini, bantuan kuil, bisa terjadi berkat campur tangan Saint Magda. Dia menebas opini Kepala Pendeta Kuil Giham dan beralasan, “Urmiz, dewi cahaya, berpesan kepadaku melalui mimpi bahwa kita harus menolong Aveza menyingkirkan kegelapan yang bersarang di Ghuya dan Anda, Kepala Pendeta, tidak bisa menampik amanat suci.”

“Kuil bertanggung jawab kepada dewa dan dewi,” Kepala Pendeta membantah. Sekalipun kerut dan sejumlah tanda penuaan telah muncul pada dirinya, tetapi dia sama sekali tidak mencerminkan kebijaksanaan di mata Armand selain kelicikan. “Kita tidak perlu membantu Aveza dalam misi apa pun.”

“Apa Anda lupa, Kepala Pendeta?” Saint Magda mulai memperingatkan Kepala Pendeta. Di tengah rapat para pendeta, kedudukan Saint Magda di atas Kepala Pendeta, sebenarnya. Namun, politik kotor menyebabkan posisi saint menjadi turun dan alhasil perlu dukungan dari pihak selain pendeta dalam. “Duke Aveza semenjak dahulu kala, leluhurnya, selalu membantu peziarah dan memberikan perlindungan. Ada berapa banyak paladin yang kita miliki, Kepala Pendeta? Tidak cukup banyak, tentunya. Terlebih mereka, paladin, hanya segelintir saja yang menerima berkat dari Zeptuz, dewa perang, bahkan Arkhas, dewa kekuatan. Kedua dewa tersebut selalu memberikan berkat kepada Aveza. Anda boleh saja berbangga diri terhadap berkat lain yang diwariskan kepada paladin. Namun, itu bukan jaminan kuil akan selamat dari serangan kejahatan. Kita selalu membutuhkan bantuan ‘lain’, bukan?”

Ketika menyebut kata ‘lain’ Saint Magda sengaja menekankan suara seolah hendak mengejek Kepala Pendeta. Kesucian yang diperlihatkan oleh jubah yang dikenakan Kepala Pendeta hanyalah kepompong. Kosong.

“Saint! Kau tidak boleh mempertanyakan kesetiaanku kepada Giham!”

Saint Magda meletakkan telapak tangan di dada kanan dan berkata, “Anda lupa bahwa kesetiaan kita haruslah diberikan kepada dewa dan dewi, bukan benda maupun manusia. Anda tampaknya lupa pada hukum terpenting, Kepala Pendeta.”

Kepala Pendeta tidak berani melawan Saint Magda. Lelaki tua itu, si musang licik, diam tak berkutik. Sekalipun Kepala Pendeta terkenal memiliki relasi dengan sejumlah bangsawan bermasalah, dan tentu saja sering memanfaatkan bantuan dari mereka, dia takkan sebodoh itu menghalau misi Aveza. Terlebih usai Saint Magda memperoloknya di hadapan sejumlah pendeta. Tamparan keras yang akan diingat Kepala Pendeta sepanjang umur.

Permasalahan berikutnya adalah menentukan lokasi Ghuya. Armand paham bahwa tempat tersebut kemungkinan berada di titik peziarah. Jalur yang dilalui oleh Nicholas terakhir kali ketika mengantar rombongan menuju ritus suci Saint Zevi. Konon Saint Zevi masih memperlihatkan tanda-tanda kesaktiannya meskipun pendeta suci itu telah lama lenyap dari dunia. Pohon ash yang tumbuh secara tiba-tiba manakala seorang peziarah hendak dirampok orang keji. Pohon tersebut membentengi peziarah dan memberinya waktu melarikan diri sejauh mungkin hingga menemukan petugas patroli.

Dongeng, mungkin. Namun, pohon tersebut masih ada dan tidak bisa ditebang oleh siapa pun.

“Siap?” Carlos bertanya kepada Armand yang tengah mengamati jendela di bangunan kanan. Tempat putranya tengah belajar bersama Pearl. Ruby kemungkinan masih tidur dan menolak bangun seperti biasanya. Anak kecil yang satu itu memiliki cara tersendiri menghindari belajar.

“Sesuai keinginanmu, Ayah.”

Begitu rombongan terkumpul, berangkatlah mereka menuju jalur peziarah. Butuh beberapa malam sampai mereka tiba di tujuan. Pada waktu itu rombongan memilih beristirahat sampai pulih dari kelelahan sehabis menempuh perjalanan panjang.

Carlos dan Armand adalah orang yang paling bersemangat menghajar penghuni Ghuya. Begitu pendeta berhasil mendeteksi pintu masuk dan penyihir membantu menyingkirkan selubung, maka tampaklah dunia yang jauh berbeda daripada penampilan hijau di jalur tersebut.

Walau terik matahari terasa panas dan menghangatkan, tetapi selubung Ghuya terlihat seperti makhluk hidup haus darah; berdenyar, melecutkan energi buruk, dan memperlihatkan anjing-anjing berlidah panjang dengan taring dan kuku beracun. Mereka semua menatap para manusia dengan pandangan seekor predator.

Salah satu mencoba menggigit pendeta, tapi paladin langsung menebas leher monster. Sesuai janji Saint Magda, paladin dan pendeta yang dikirimkan bukan sembarang manusia. Setidaknya mereka memiliki berkat kuat dan bisa melindungi diri sendiri. Paladin itu, yang menebas leher monster, tidak memiliki penampilan halus. Dia bertubuh kekar dengan bekas luka di sepanjang pelipis.

“Wanita itu mengirim monster kepada kita,” kata Armand sembari memperhatikan paladin menangkis serangan monster mana pun.

Anjing-anjing pun berhamburan dan mencoba menyakiti. Rombongan Aveza dengan mudah melumpuhkan makhluk tersebut dan langsung masuk ke dalam Ghuya.

Udara di Ghuya benar-benar busuk. Persis napas monster yang baru saja dibantai oleh mereka.

“Bagaimana selanjutnya?”  Jarga bertanya kepada Armand.

Kuda-kuda sengaja ditinggalkan di luar Ghuya. Ada beberapa orang yang memang ditempatkan di luar sebagai penjaga. Misi Armand jelas: Masuk lalu pergi. Secepat mungkin. Pendeta, penyihir, paladin, dan kesatria Aveza dibagi menjadi dua rombongan. Satu bertugas menjemput Nicholas, yang lain berjaga di luar. Efisien.

Carlos mengeluarkan sarung tangan. Dia serahkan benda itu kepada Jarga.

Jarga menerima sarung tangan tersebut dan mulai mengaktifkan sihir pelacak. Cahaya hijau berpendar. Seperti anak panah cahaya tersebut melesat ke satu arah. Tepat di bagian pepohonan berbatang tebal dan berdaun menjari. Pohon dengan kulit hitam dan daun berwarna merah darah. Akar berbonggol-bonggol menyeruak ke permukaan. Menyulitkan mereka yang ingin memanfaatkan tunggangan apa pun.

Sebelum masuk semua orang telah meminum tonik. Ramuan khusus yang dirancang peramu kepercayaan Aveza. Harganya bukan main, tetapi hasil tidak mengecewakan.

Rombongan pun mengekor di belakang panah cahaya. Mereka beberapa kali berhadapan dengan penghuni Ghuya. Sejauh ini hanya monster, bukan iblis. Lantaran mereka, rombongan, berhasil menebas makhluk mana pun yang berani mendekat, maka monster lain pun akhirnya memilih diam dan membiarkan mereka lewat.

Jelas monster-monster yang ada di Ghuya berbeda. Tidak seperti monster yang hidup di Hutan Bencana, monster Ghuya memiliki pemahaman tersendiri mengenai lawan.

Mayat monster yang tertinggal di belakang rombongan pun menjadi santapan makhluk-makhluk meungil sebesar telapak tangan manusia dewasa. Makhluk itu memiliki wujud menyerupai kepiting dengan sengat di setiap capit. Mereka berpesta pora melahap daging dan meminum darah monster. Pemandangan yang amat mengerikan.

Makin jauh menembus ke dalam Ghuya, rombongan menyaksikan danau merah yang dihuni ular hitam raksasa. Ular itu sama sekali tidak menaruh minat terhadap manusia. Makhluk itu memilih mengistirahatkan kepala di bawah naungan pohon sementara serangga aneh mulai bersembunyi di lumpur.

“Seharusnya Alex membawa yang seperti itu saat perburuan,” Armand menggumam sambil lalu.

Jarga, yang tidak sengaja mendengar ucapan Armand, pun diam tak berkutik. Dia mengucapjan selamat kepada monster malang tersebut yang tidak harus mati sia-sia di tangan bocah.

Perjalanan berlanjut. Beberapa kali beristirahat dan memakan bekal. Semua jatah dibagi dalam takaran tertentu. Armand tidak yakin perihal waktu yang mereka butuhkan untuk menemukan Nicholas. Petunjuk sihir masih berpendar dan rasa-rasanya Armand tidak keberatan menghajar adiknya.

Pada malam kedua mereka berhasil melewati sekelompok rubah yang terus saja menyalak dan membuat Armand naik darah. Rubah melarikan diri begitu pendeta membacakan doa lama.

Penderitaan Armand berakhir di malam ketiga. Tepat ketika mereka menyaksikan seorang pria berhadapan dengan naga hitam.

Pertama kali diterbitkan pada 30 Juli 2022.

Ruby sepertinya makin molor, teman-teman.

Maaf. Ini karena ada perubahan rencana pada naskah Laura. Harus antre lagi. Mohon pengertiannya, ya teman-teman. Tolong doakan saja saya cepat menamatkan Laura.

Terima kasih.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang