40

5.8K 1.2K 53
                                    

Usai Saint Magda memberikan berkat kepada Nicholas Aveza, rombongan pun berangkat meninggalkan Kota Zeru. Sislin, putra mahkota, menatap kepergian rombongan dengan perasaan campur aduk. Bukan sedih, tentunya. Panji kerajaan dan panji keluarga Aveza serta sejumlah keluarga yang bergabung ke dalam misi pun berarak. Masing-masing mengenakan pakaian resmi, bukan zirah karena perjalanan menuju perbatasan membutuhkan waktu lima malam. Bunga tupip kuning dan merah muda dilempar ke jalanan demi memberkati para kesatria dan penyihir.

Paladin dan pendeta dengan berkat pemnyembuh pun ikut dikirim dalam misi. Kepala Pendeta beralasan sebagai hamba dewa dan dewi yang baik, ia pun ingin memberikan sumbangsih. Ratu pernah berkata kepada Sislin bahwa Kepala Pendeta seperti ular dengan sekian kepala. Antara satu kepala dan kepala yang lain hanya memikirkan mengenai keuntungan pribadi, bukan jenis pria yang lekas puas dengan satu capaian saja.

Orang-orang mulai meninggalkan alun-alun, bersiap melanjutkan hidup. Sislin menangkap sosok Saint Magda tengah berbincang dengan keluarga Aveza. Carlos, Clare, Alex, Pearl, dan si kecil Ruby yang berada dalam gendongan kakeknya. Tidak ada Nicholas dan Armand. Nicholas jelas telah berangkat dengan rombongan, sementara Armand kemungkinan tengah melakukan “sesuatu”. Sislin sempat mendengar selentingan bahwa Armand biasa menyelesaikan tugas “khusus” dari Raja. Yah, itu bukan ide buruk.

Bukan hanya Aveza saja, ada empat paladin, pendeta muda yang menemani Saint Magda, sekaligus seorang bocah lelaki yang kemungkinan besar sepantaran dengan Sislin tengah berdiri di dekat kolam air mancur. Di tengah kolam ada patung ular yang tengah membelit pohon ash. Dari dalam mulut ular keluar-lah air yang memenuhi kolam. Di dasar kolam dihiasi oleh bermacam batu dengan warna-warna cerah. Konon ular tersebut merupakan salah satu perwakilan dari Tulama, dewi sihir.

Apabila dalam beberapa kepercayaan ular dikaitkan dengan sihir jahat, maka di Damanus ular justru dikaitkan dengan Tulama dan Zan, dewa peri dan makhluk suci. Bahkan seekor ular pun bisa memiliki peran berbeda, tergantung dari kebudayaan serta latar pembentuk sebuah mitos.

“Uuuung,” kata Ruby ketika Saint Magda membelai pipinya.

Sontak Sislin teringat dengan Ratu dan beberapa dayang serta pelayan yang selalu menonton rekaman Ruby. Sudah bukan rahasia bila sekarang Ruby menjadi bintang di kota karena menurut sebagian orang balita yang satu ini amat menggemaskan.

Tergelitik oleh keingintahuan, Sislin pun menghampiri Aveza. Dia ditemani oleh kesatria penjaga dan beberapa pelayan. Tulip berserakan di sekitar mereka. Sebagian orang menghadiahi pengunjung dengan setangkai tulip sebagai bentuk dukungan terhadap pasukan yang hendak membela kedaulatan Damanus. Sislin tiba tepat ketika Alex dan paladin muda bermata kuning tengah adu pelotot. Alasan yang satu ini Sislin memilih tidak ingin tahu dan membiarkannya saja. Lagi pula, Alex sudah biasa mengajak orang lain bertengkar. Bahkan putra Count Veremon, Rayla Veremon, pun menjadi bulan-bulanan Alex Aveza.

“Salam kepada Putra Mahkota Sislin,” Carlos memberi hormat, diikuti oleh yang lain.

“Semoga Zeptuz selalu memberi berkat terang kepada Anda,” ucap Saint Magda memberi salam.

“Kalian tidak perlu merendahkan diri di hadapanku,” kata Sislin, ceria. “Aku hanya ingin mampir sebentar sebelum kembali ke istana.”

Pearl dan Alex terlihat menawan dalam balutan busana indah. Tidak satu anak pun mengalihkan pandang dari kedua Aveza. Lalu, tatapan Sislin kembali terarah kepada Ruby yang meringkuk dalam pelukan Carlos. “Halo, Nona Manis,” katanya memberi salam kepada Ruby. “Senang bertemu denganmu.”

“Uuung,” kata Ruby sembari menenggelamkan wajah ke dada Carlos, menolak menatap Sislin.

“Maaf, Ruby memang sedang sensitif,” Clare memberi alasan atas ketidaksopanan Ruby. “Dia harus membiarkan ayahnya menjalankan tugas. Padahal mereka baru saja berjumpa.”

“Tidak apa-apa, Madam,” Sislin menjawab. “Aku mengerti. Saint, Anda sepertinya sangat menyukai Nona Ruby.”

Rona merah menghiasi pipi Saint Magda. Seulas senyum pun mekar dan membuat paras Saint Magda amat menawan. “Ya,” dia membenarkan. “Saya bahkan bersedia menjadi penggemar nomor satu-eh, maksud saya, saya memang menyukai anak-anak. Semua anak-anak adalah hadiah terindah yang ada di dunia ini.”

Sislin menangkap kesamaan dalam diri Saint Magda.

‘Dia sama saja dengan ibuku,’ batin Sislin.

*

Viren merasakan aura permusuhan dari Alex Aveza.

Semenjak Saint Magda mengecup pipi dan membelai wajah Ruby, bara permusuhan meletup dari Alex. Pearl, si nona muda yang lain, hanya memandang Saint Magda dengan tatapan kagum. Jelas kedua bocah itu terlahir dari orang yang sama, tetapi memiliki aura berbeda.

“Saya benar-benar menyukai anak kecil,” Saint Magda melanjutkan. Sekarang tatapannya terpaku kepada Ruby. “Lord, izinkan saya menimang Nona Ruby. Sekali saja, saya tidak akan meminta lebih.”

Kerutan di kening Carlos semakin bertambah seiring pelototan Alex yang kini mengarah kepadanya. Viren benar-benar tidak sanggup memahami Alex Aveza sampai kapan pun.

“Ruby,” Carlos membujuk, “Saint ingin menggendongmu.”

“Uuung.”

“Apa kau bersedia?”

Ruby mendongak, menatap Carlos. “Boleh.”

“Kyaa-eh, maaf,” kata Saint Magda. Dia menerima Ruby dari Carlos, mendekapnya dan menempelkan pipi ke puncak kepala Ruby. “Anak-anak memang indah dan harum seperti bunga.”

“Uuuung,” Ruby menyetujui. Dia meletakkan tangan di wajah Saint Magda. “Cantik.”

“Kyaa-maksud saya, terima kasih.”

Bahkan keberadaan Putra Mahkota pun tidak sanggup menyingkirkan kebahagiaan dari diri Saint Magda.

Ruby menoleh ke Sislin, tidak mengatakan apa pun, kemudian kepada Viren dia merentangkan tangan. “Sakitkah?”

“...” Viren diam seribu kata. Dia puningat bahwa gadis cilik yang satu inilah yang membelanya dari perundungan anak-anak bangsawan.

Saint Magda melirik Viren. “Apa kau sakit?”

Viren menggeleng. “Tidak apa-apa.”

“Apa perlu aku menawarkan tabib?” tanya Putra Mahkota. “Kau bisa meminta pertolongan dari mereka.”

Viren mundur. “Saya baik-baik saja.”

“Turun,” Ruby merengek. “Ingin lihat dahi. Dahi sakit.”

Saint Magda mengabulkan permohonan Ruby. Gadis cilik itu langsung mendatangi Viren dan menarik jubahnya, meminta perhatian.

Terpaksa Viren berlutut dan membiarkan tangan Ruby menelusuri wajah Viren. Tangan Ruby terasa sejuk dan aroma yang menguar dari tubuh Ruby seperti bunga musim semi. Sejenak Viren lupa bahwa mereka tengah berada di kerumunan dan diperhatikan oleh beberapa pengunjung, dan itu belum termasuk pelototan Alex yang sepertinya merencanakan menusuk Viren dengan pedang seribu kali.

“Jangan diam,” kata Ruby dengan suara yang terdengar menggemaskan. “Bila ada yang lempar, lawan. Ada Saint, katakan, katakan kepadanya.”

“Saya mengerti,” jawab Viren sembari berharap Ruby bersedia berlama-lama membelai keningnya. Seumur hidup baru inilah dia tidak merasa jijik ketika disentuh oleh orang selain Saint Magda. “Akan saya lakukan.”

“Janji?”

“Janji,” Viren menyanggupi.

“Ruby,” Alex memanggil. “Kakak juga sedang sakit-aduh, Pearl!”

“Aku juga sakit,” Pearl ikut bersaing. “Di jariku karena terlalu sering menghancurkan boneka tanding.”

Viren tidak sanggup membayangkan gaya hidup bocah-bocah Aveza.

Selesai ditulis pada 12 Agustus 2022.

Hari ini saya menerbitkan cerita baru: Villain’s Lover. 😢Please, tolong mampir dan temani saya nulis yang satu itu juga. Huweeeee. Ya? Ya? Temanin, ya? Pleaseeeeee.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang