61

3.8K 802 12
                                    

Kehidupanku berjalan biasa saja. Tidak ada kejadian menarik. Nicholas sering menemaniku tidur, atau mungkin itu hanya sekadar siasat saja agar Armand maupun Carlos tidak menyabotase diriku. Padahal aku tidak keberatan tidur sendirian di kamar—hanya berkawan Ung. Malam terasa biasa saja, tidak menakutkan, ketika ada Ung bersamaku. Tentu saja kebersamaan dengan Nicholas pun menyenangkan. Sekalipun dia masih tidak bisa diharapkan sebagai seorang CEO, tetapi dalam aspek ayah “baik” ia memenuhi kriteria, ralat, semua kriteria.

Rajin mendongeng, cek. Itu kalau cerita mengenai perjalanan Nicholas ketika tersasar bisa dikategorikan cerita legal dan sehat karena mencakup bahan bantai dan bunuh.

Memastikan diriku tidak kedinginan, cek. Kadang aku sering berguling-guling ketika tidur alias tendang sana tendang seni sehingga selimut bisa beralih fungsi sebagai samsak tinju dadakan.

Sering mengajakku berjemur di pagi hari, cek. Anjuran Jarga agar aku mendapat asupan vitamin pertumbuhan. Mungkin dia menyamakan diriku dengan tanaman yang bukan hanya butuh air, melainkan cahaya matahari.

Kadang menemaniku belajar, cek. Ada beberapa mata pelajaran tertentu yang membuat Nicholas berkerut kening. Terutama perpajakan. Biasanya dia akan pura-pura tertarik melatih kesatria daripada seruangan dengan guru yang mengajariku. Padahal guruku masih muda dan tampan, cukup membuat mata melek sempurna. Hah siapa butuh kopi bila ada pria tampan menawan? Hahahaha.

Kegiatan yang ditambahkan ke dalam jadwal milikku selain belajar ialah kunjungan Jarga, untuk pengobatan (1), dan Saint Magda, untuk pengobatan (2). Mereka meyakini diriku bisa dipulihkan dengan bantuan mereka berdua. Padahal anomali tubuh mini ini bisa diselesaikan oleh Zagda seorang, eh sedewa, saja.

“Kau pasti akan sembuh,” kata Zagda usai “membenahi” diriku dengan cara menyalurkan energi bersih ke dalam tubuhku melalui genggaman tangan. Iya, dia hanya perlu menggenggam tanganku saja selama beberapa menit. “Jangan lupa kau harus rajin memakan buah-buahan yang dipetik dari tamanku ini.”

Sekelompok kelinci bersayap menyerahkan keranjang berisi beragam beri aneka warna. Bentuk beri pun cukup aneh; bulat berduri, ada yang seperti kancing dengan bintik-bintik putih yang semoga itu bukan panu, dan lain-lain. Rasanya? Asam dan manis. Ung langsung menceburkan diri ke salah satu keranjang. Dia sibuk memakan satu per satu beri tanpa izin Zagda.

“Uuuung,” kataku seraya duduk di pangkuan Cerkho. Hoooh beberapa tahun lagi aku tidak akan menikmati fasilitas sebagai penerima kursi tertinggi. Sayang sekali.

Cerkho meraup beberapa beri dari keranjang dan menyerahkannya kepadaku. “Ambillah,” katanya dengan nada lembut, “sebentar lagi kau akan tumbuh dewasa sama seperti sepupumu.”

Aku mengambil sebutir beri yang bentuknya menyerupai kelereng berwarna merah muda. Begitu masuk ke mulut dan kugigit, rasanya ternyata mirip stroberi. “Huuuuu!” seruku sambil menepuk pipi.

“Kau pasti suka, ya?” Zagda tersenyum. Dia menjulurkan tangan, hendak meraihku dari pangkuan Cerkho, tetapi terkendala oleh tangan Cerkho yang menolak menyerahkanku. “Zan sudah pernah menggendongnya dasar bangs-kurang ajar!”

“Aku tidak suka menyerahkan tanggung jawabku sebagai pengasuh Ruby,” Cerkho balas menyerang.

“Sejak kapan kau menjadi dewa pengasuh? Akulah dewa para anak-anak!”

Ketika mereka berdua sibuk saling hina, Ung sudah tergeletak kekenyangan dan kini sepertinya membutuhkan pertolongan dari para kelinci.

Seperti inilah rutinitasku. Belajar, latihan, dan mengungjungi Zagda. Kadang membalas surat-surat dari Pearl maupun Alex. Mereka berdua, Pearl dan Alex, benar-benar fokus mengejar mimpi. Yang satu ingin jadi penerus, yang satu ingin mengikuti jejak Clare. Aku? Sementara ini belum memiliki impian apa pun selain berusaha bisa tumbuh normal.

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang