Bagaimanapun juga Carlos tidak mungkin keliru. Dia bisa mengenali putranya, Nicholas. Seharusnya sekarang dia bisa menepis kesedihan dan melenyapkan kerinduan dengan sebuah pertemuan penuh sukacita. Namun, tidak ada pertemuan antara ayah dan putranya dalam suasana mengharu biru. Hanya ada keterpanaan dan perasaan asing. Bukan jenis emosi buruk, melainkan lebih pada keinginan memukul Nicholas dan berteriak, “Dasar anak durhaka!”
Naga hitam yang berdiri di hadapan Nicholas mulai mengeluarkan suara desis. Makhluk itu memamerkan deretan gigi serta cakar yang niscaya sanggup meremukkan besi tertebal sekalipun. Alih-alih takut, Nicholas justru terlihat tenang. Seolah dia memang siap menghadapi hal paling buruk sekalipun.
“Ayah,” Armand memanggil. “Bukankah seharusnya kita bergerak?” Dia menekankan: “Sekarang juga sebelum si bodoh itu menambah daftar masalah?”
Jarga beserta segenap rombongan menanti isyarat dari Carlos. Mereka berdiri di belakang Aveza, siap.
“Nicholas bisa menghadapinya,” kata Carlos, kedua matanya masih terpaku pada naga yang kini menerjang dan mencoba mencaplok Nicholas. Dengan mudah Nicholas menghindar, memanfaatkan celah di bawah bahu naga, dan mengincar titik terlemah kadal api tersebut. “Selama ini dia memang suka menantang bahaya. Bukan begitu, Armand?”
Armand tidak membalas. Dia hanya menggertakkan gigi, kedua tangan mengepal, dan mata kini fokus menyaksikan pertempuran antara Nicholas melawan naga hitam.
Barangkali karena naga yang dihadapi Nicholas terhitung masih muda, melihat dari ukuran tubuhnya yang tidak sebesar naga pada umumnya serta sejumlah sisik-sisik yang diliputi bekas cakaran dan luka melintang di sepanjang garis bahu. Besar kemungkinan naga tersebut merupakan makhluk terasing yang dicampakkan oleh kaumnya.
“Sir Nicholas berhasil melukai lengan dalam naga,” Jarga mengomentari perbuatan Nicholas. “Sepertinya naga itu tidak sekuat cerita yang dikisahkan oleh leluhur Damanus.”
Naga mengerang. Makhluk itu ambruk, dagu membentur tanah, dan mulai menggeliat.
Sekarang Nicholas mulai mengayunkan pedang, siap menebas leher naga. Namun, ketika bilah pedang hendak menyentuh nadi yang tersembunyi di balik kumpulan sisik, dia berhenti. “Kau masih muda, ya?” tanyanya dengan suara yang terdengar serak. “Kau tidak diinginkan oleh kelompokmu. Apa kau datang kepadaku karena ingin menunjukkan taring dan pemer kepada mereka bahwa dirimu mampu mengusirku dari sini?”
Sekarang Carlos tidak bisa menghentikan Armand. Yang terjadi, terjadilah. Armand berteriak, “BOCAH TENGIK!” Suaranya menggelegar dan membuat Nicholas berjengit. Keduanya saling pandang. Bila Armand terlihat seperti manusia yang mengenal budaya, maka Nicholas justru menunjukkan dirinya tertinggal jauh dari peradaban. Janggut tumbuh lebat, rambut panjang yang kusut dan kotor, kulit dihias daki, dan ... dia, Nicholas Aveza, pantas dicoret dari daftar keluarga.
“Armand?” Nicholas mengerjap. Dia melihat Armand, kemudian beralih kepada Carlos, lalu matanya pun berkaca-kaca. “Kenapa kalian ada di sini?”
“Kenapa kau tidak pulang dan membuat kami dilanda rasa bersalah?” Armand langsung menghadiahi hantaman di rahang Nicholas. “Dasar SINTING!”
Nicholas jatuh. Dia mengusap rahang. Kedua Aveza itu sama sekali tidak peduli kepada rombongan yang terperangah dan seekor naga yang kini menahan sakit dan kesulitan bergerak. Oh naga itu sepertinya ingin pergi dan terbang ke bukit terdekat, jauh dari manusia-manusia gila.
“Aku sedang berusaha melatih kekuatanku,” Nicholas menjelaskan. “Awalnya aku hendak pulang, berhubung tidak bisa menemukan jalan keluar-oh lupakan, di sini tempat yang bagus untuk melatih kekuatan.”
“Apa kau tidak tahu nasib putrimu?” Armand meraih kerah Nicholas, memaksa adiknya agar bangkit hanya untuk diguncang dengan serentetan tuntutan. “Apa kau sebodoh itu hingga tidak tahu wanita itu mengandung anakmu? Nicholas, kau sungguh bodoh! Gara-gara dirimu Ruby hampir mati dan sekarang dia tidak bisa tumbuh sebagaimana seorang Aveza. Dia terlalu mungil dan sungguh aku ingin mengambilnya darimu! Kau tidak pantas menjadi ayah dari Ruby?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Only for Villainess (Tamat)
FantasySalah satu impianku adalah bisa merasakan nikmatnya menjalani kehidupan makmur; kenyang, tidak perlu memikirkan masalah ekonomi, dan satu-satunya masalah hidup hanya memikirkan "besok mau makan apa?" Nah, jenis kehidupan damai, mapan, dan nyaman sep...