Kesibukan terjadi di kediaman Aveza. Semua orang giat menyelsaikan tugas; memindahkan mebel, mengganti karpet, membersihkan peralatan makan, mengganti gorden, menyiapkan bahan makanan, dan sejumlah pekerjaan lainnya. Masing-masing orang tampak tenggelam dalam urusan masing-masing. Dalam beberapa hari akan digelar perayaan ulang tahun istri Duke, Bibi Clare.
Sekalipun keadaan tengah genting, Duke masih menyempatkan diri mengajariku berhitung. Tentu saja ilmu penjumlahan telah aku kuasai, tetapi beda cerita dengan wujud huruf dan angka yang ada di dunia Ruby. Ada angka yang berbentuk seperti daun, adapula huruf yang mirip kaki ayam. Secara garis besar aku mengulang pembelajaran dasar, tapi dengan tambahan informasi dari dunia modern.
Adapun yang paling menyedihkan ialah, ketidakmampuanku melawan insting anak-anak. Mental wanita dewasa ini, aku, kalah telak ketika naluri bocah menyeruak dan menggeser kemampuan mental dewasa milikku. Terlebih bila perutku dalam kondisi kelaparan—bubar jalan nalar. Selamat tinggal, Logika.
Bukannya membantu Duke mempersiapkan pesta, Bibi Clare justru sibuk memilih gaun yang akan dikenakan olehku dan anak-anaknya. Dua orang desainer diundang ke kediaman, satu pria dan satu wanita. Mereka berdua bertanggung jawab mempersiapkan pakaian yang akan kami kenakan.
Duke dan Bibi Clare tampak tidak peduli dengan jenis pakaian yang akan mereka pakai. Mereka berdua membebaskan desainer merancang pakaian yang sesuai dengan kepribadian pasangan Aveza. Bahkan Alex dan Pearl pun tidak terlalu tertarik dengan model pakaian.
Akan tetapi, begitu tiba giliranku serempak mereka kompak memusingkan jenis gaun yang akan aku gunakan. Ada beberapa contoh pakaian jadi yang dibawa desainer. Tidak terbilang berapa kali Natalie membantuku berganti baju. Namun, mereka hanya berkata, “Kyaaa lucu. Gaun merah muda bagus. Aduh, hijau terlihat menggemaskan. Apa kita perlu memasangkan sayap buatan di pakaian Ruby?”
Raga dan jiwa ini lelah bukan main.
Dorongan ingin menangis mulai menguat. Aku benar-benar tidak sanggup bila harus berganti pakaian LAGI!
“Hik-huwaaaa!”
... dan jiwa bocah cilik mulai protes. Aku tidak bisa menahan luapan air mata, jatuh berderai memburamkan pengelihatan, dan membuat tenggorokkanku serak.
“Sayangku,” Bibi Clare menghibur, “maafkan kami. Ya, kau tidak perlu mencoba pakaian. Sudah cukup.”
“Tapi, Ruby belum memilih sepatu.”
Alex langsung mendapat pelototan dari semua orang.
“Hei,” Alex membela diri, “apa salahnya dengan sepatu?”
Mencoba sekali, dua kali, tidak masalah. Namun, BEDA CERITA BILA BERKALI-KALI GANTI BAJU. Aku tidak sanggup. Biarkan aku tidur siang.
Bibi Clare menimangku, membuatku dilanda perasaan nyaman. Aku menguap, perlahan memejamkan mata, dan tidur.
*
Armand menatap penuh damba kepada istrinya yang tengah duduk di sofa. Clare tengah menimang Ruby yang sekarang tidur lelap di pangkuan. Urusan pakaian telah selesai. Masing-masing anggota keluarga telah memilih pakaian.
Sekarang hanya ada Armand, Clare, Alex, Pearl, dan si mungil Ruby.
Suasana ruangan terasa nyaman meskipun musim semi hampir usai. Alex terlihat gatal ingin mencubit pipi Ruby, yang tentunya usaha tersebut digagalkan Pearl. Kini kedua bocah itu tengah adu pelotot.
Pada akhirnya Armand memutuskan mengirim putra dan putrinya belajar. Alex tengah mendalami tugas sebagai pewaris, sementara Pearl berencana mengikuti jejak ibunya sebagai kesatria.
Terpikir ide mengenai masa depan Ruby. Bisa saja Ruby menjadi lady, menikah dengan pasangan baik, dan ... Armand serasa ditampar berkali-kali. Dia tidak sanggup membayangkan bayi mungilnya diambil lelaki lain. Belum cukup rasanya dia melimpahi Ruby dengan kasih sayang.
“Armand, apa kau masih melakukan pencarian?”
Nicholas. Pantang rasanya mengabarkan Nicholas telah meninggal. Di suatu sudut dalam hati Armand, ia yakin adiknya masih hidup. Nicholas tidak hilang ditelan laut, lelaki itu lenyap dalam satu misi. Masih ada kemungkinan bahwa Nicholas tengah berada di suatu tempat.
“Aku yakin dia masih hidup,” Armand menjawab. “Dengan kemampuan sehebat itu, kecil kemungkinan dia tewas dimakan monster.”
“Apa pihak kuil mengetahui keberadaan Ruby?”
Armand menggeleng. “Sepertinya Pendeta Sofia tidak mengabarkan apa pun terkait kehamilannya. Dia memilih mundur dari kandidat saint dan menyerahkan kesempatan tersebut kepada Saint Magda. Kau tahu betapa ketat aturan di kuil. Kabar terakhir yang aku tahu hanyalah mengenai Pendeta Sofia yang kehilangan berkat dan memutuskan pergi dari lingkungan kuil.”
Clare membelai kepala Ruby. “Aku tidak menyangka bahwa Nicholas benar-benar memiliki hubungan istimewa dengan Pendeta Sofia. Beberapa kali aku menangkap basah mereka bekerja dalam misi serupa.”
“Pasti ini salah Nicholas.”
“Belum tentu, Armand. Bukan bermaksud membela Nicholas, tetapi kau tahu adikmu tidak pernah menyentuh perempuan sebagaimana lelaki hidung belang. Setiap kali ayahmu bertanya mengenai calon, maka ia akan menjawab hanya akan menikahi wanita pilihannya. Saat itu ayahmu berencana mengikatkan Nicholas dengan salah satu keluarga. Namun, penolakan terjadi dan akhirnya kau tahu sendiri.”
“Itu karena dia tidak jujur. Seharusnya dia mengatakan bahwa calonnya adalah Pendeta Sofia, maka tidak ada masalah apa pun. Kita bisa membantu melindungi Ruby lebih awal.”
“Ayahmu sudah kau beri kabar?”
Armand menggeleng. “Belum. Rencananya esok ketika dia tiba, akan aku pertemukan Ruby dengannya.”
“Mengenai kesaktian suci... Armand, apa ada kemungkinan Ruby mewarisi bakat ibunya?”
“Jarga curiga bahwa Ruby memiliki berkat sekuat ibunya,” Armand menjelaskan. “Namun, aku tidak ingin mendekatkan Ruby dengan kuil. Sekalipun mereka tidak jahat, tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki rencana berbahaya terkait Ruby. Bila kita serahkan Ruby kepada kuil, maka mereka akan mendidik Ruby sebagai pendeta. Aku tidak ingin dia menjalani hidup tanpa pilihan. Sudah cukup perlakuan yang ia terima di desa. Sekarang saatnya Ruby tumbuh dengan sehat dan bahagia.”
Seulas senyum terkembang di bibir Clare. “Karena itulah aku mencintaimu, Suamiku. Kau benar-benar luar biasa.”
Rona merah menyebar di pipi Armand. Rasa panas pun membuat lehernya merona sampai ke telinga. “Apa pun cita-cita Ruby, aku akan mendukungnya. Dia boleh menjadi apa pun.”
“Pasti kau akan menangis ketika Pearl dan Ruby menikah,” Clare menggoda. “Aku yakin calon suami mereka pasti mendapat ujian hebat darimu. Bukan begitu?”
Armand mendengus. “Tidak bisa mereka semudah itu mempersunting putri-putriku. Lagi pula, cukup Nicholas saja yang bermasalah.”
Kerutan muncul di kening Clare. Jemarinya menelusuri hidung Ruby. “Sebenarnya apa yang diburu Nicholas pada saat itu, pada hari ia menghilang? Aku yakin ada hal besar yang belum kita ketahui. Dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki Nicholas, tentu bukan sembarang monster yang berhasil memojokkan dirinya. Apa ada campur tangan pihak tertentu?”
“Seperti gadis-gadis yang merana karena ditolak Nicholas?”
“Aku tidak yakin penolakan cinta bisa berdampak sehebat itu.”
“Ayolah,” Armand membujuk. “Kita sudahi pembahasan mengenai Nicholas. Sekarang yang terpenting ialah merencanakan pesta ulang tahun. Kau akan terlihat luar biasa!”
Mereka berdua tidak sadar bahwa pesta ulang tahunlah yang memperkenalkan Ruby kepada tamu tidak terduga.
***
Selesai ditulis pada 11 Mei 2022.***
Barisan pemuja anak ayam, maju!Salam hangat,
G.C
KAMU SEDANG MEMBACA
Only for Villainess (Tamat)
FantasySalah satu impianku adalah bisa merasakan nikmatnya menjalani kehidupan makmur; kenyang, tidak perlu memikirkan masalah ekonomi, dan satu-satunya masalah hidup hanya memikirkan "besok mau makan apa?" Nah, jenis kehidupan damai, mapan, dan nyaman sep...