37

6.1K 1.1K 39
                                    

Begitu Cerkho lenyap, Nicholas pun memutuskan mendatangi Menara Sihir. Sebelum pergi dia menitipkan Ruby, yang tertidur amat pulas, kepada Clare. Dia tidak ingin Ruby bangun dan mendapati ayahnya telah pergi. Tentu saja Clare dan Armand terkejut. “Kau yakin ingin menemui Jarga pada tengah malam?” Armand menyuarakan ketidaksetujuannya. “Bahkan jembalang pun tidak akan seceroboh dirimu.”

“Aku ada alasan khusus,” kata Nicholas. Secara sistematis ia ceritakan pertemuan dengan Cerkho dan cara melindungi manusia dari monster.

“Kalau begitu aku akan ikut denganmu,” Armand mengajukan diri. “Berdua lebih baik daripada sendirian. Kita bisa berkuda. Efisien dan memangkas waktu.”

Clare menimang Ruby, memastikan agar tidak bangun. “Sebaiknya kalian lekas pergi.”

Nicholas dan Armand pun berkuda menuju Menara Sihir. Kuda perang terbaik dipilih. Dua ekor kuda jantan berwarna hitam. Baik Nicholas maupun Armand, keduanya mengenakan jubah bertudung dan menyandang pedang. Masing-masing berderap menuju Menara Sihir. Hunian penyihir itu berlokasi di dekat alun-alun Kota Zeru.

Menara Sihir tampak menjulang di hadapan Nicholas. Setiap lantai mewakili spesifikasi kemampuan penyihir. Lantai teratas dihuni oleh Penyihir Agung. Tidak seorang pun bahkan Raja Rudolph sekalipun pernah bersua dengan Penyihir Agung. Mereka hanya tahu bahwa Penyihir Agung berusia puluhan tahun dan tidak suka menemui siapa pun.

Penyihir muda menjumpai Nicholas dan Armand. Setelah meminta tolong kepada rekannya agar membawa kuda ke istal, maka dia pun mengantar kedua Aveza menjumpai Jarga.

Jarga tengah mengutak-atik batuan unik berwarna ungu gelap. Dia bahkan tidak tertarik menengok ke belakang. “Sir Nicholas, saya harap Anda tidak berencana menyuruh saya berduel.”

Kedua alis Nicholas bertaut. “Aku tidak peduli dengan omong kosongmu.”

Berbeda dengan Nicholas, Armand memperhatikan tumpukan buku di meja Jarga. Ada beberapa tanaman kering yang tertata dalam toples kaca, kursi dan meja yang terbuat dari rotan, lukisan gagak yang menyerupai monster, dan lampu kristal yang berpendar terang terpasang di langit-langit.

“Saya juga tidak suka bicara omong kosong,” kata Jarga sembari memasukkan batu ke dalam kotak kayu. Dia meregangkan tubuh, kemudian mempersilakan kedua tamunya agar duduk. “Teh?”

“Lewat,” Armand menolak. “Ada hal penting yang perlu kami beritahukan kepadamu.”

Usai Jarga duduk, Nicholas pun menceritakan mengenai penanaman pohon ash dan bunga mawar hitam. Semua cerita dijelaskan secara terperinci tanpa menyebut kehadiran Ruby maupun Cerkho sedikit pun.

“Saya tidak yakin Baginda bersedia mendengarkan saran saya,” kata Jarga. Dia mengusap dagu sambil memperhatikan Armand yang sepertinya hendak memenggal kepalanya. Akhir-akhir ini memang Armand bernafsu menyingkirkan Jarga. Keinginan tersebut makin terlihat jelas setiap kali bersenggolan dengan kepentingan Ruby. “Namun, bukan berarti tidak ada cara meyakinkan Baginda.”

Kemudian Jarga bangkit dan menarik salah satu buku bersampul kulit yang ada di rak yang tertanam di dalam dinding. “Saya mengenal beberapa penyihir dan peramu yang memang paham benar dengan tanaman. Kemungkinan mereka bisa memberi kesaksian sekaligus membuktikan bahwa pohon ash dan bunga mawar hitam memang bisa menangkal monster.”

“Kau urus monster yang ada di luar,” Nicholas menyarankan. “Biar aku saja yang menumpas dedengkot yang bersarang di hutan dan membuat kacau rantai makanan. Aku hanya perlu bantuan dari penyihir agar bisa menumbuhkan pohon dan mawar secara cepat.”

“Adikku kali ini benar dan waras,” Armand menimpali. “Aku tidak keberatan memberi bantuan.”

Jarga menggeleng. Dia memasukkan buku ke dalam rak. “Kami tidak memiliki penyihir sesakti itu. Menumbuhkan satu hingga lima pohon? Bisa saya atasi, tetapi puluhan hingga ratusan? Anda tidak bermaksud memeras energi dari dalam nadi kami, bukan? Hanya seorang saint yang diberkati kemampuan sesakti itu. Barangkali Anda bisa meminta bantuan dari Saint Magda.”

Harapan hampir saja surut dalam diri Nicholas, tetapi dia lekas memikirkan alternatif baru. “Buatkan saripati ash dan mawar hitam. Kita bisa menabur dan menyebarkannya sebagai benteng pelindung. Secara berkala kami, kesatria, bisa menyebarkan bubuk ash dan mawar hitam. Sementara penyihir menumbuhkan beberapa pohon ash dan semak mawar hitam. Aku akan berusaha secepat mungkin menumpas monster dan memastikan penyihir tidak perlu mengorbankan energi mereka.”

“Saya bisa meminta tolong kepada beberapa peramu,” Jarga menyanggupi. “Bukankah dua hari lagi Anda berangkat? Cukup bagi kami meramu saripati ash dan mawar hitam. Sementara Anda membasmi monster, saya dan kawan-kawan akan berusaha meyakinkan Baginda agar memberi bantuan benih ash dan mawar hitam. Warga bisa ikut serta meringankan tugas.”

“Aku akan mencoba bicara kepada Saint Magda,” kata Armand. “Dia pasti bersedia memberi pertolongan.”

“Duke, Kepala Pendeta pasti akan menghalau usaha Anda,” kata Jarga. Kali ini dia duduk dan menatap Armand. “Hanya Penyihir Agung yang ditakuti baik oleh pemimpin Damanus maupun petinggi di kuil. Beliau memiliki pengalaman dan kekuatan setara Saint Zevi. Bahkan kami berspekulasi bahwa Penyihir Agung kemungkinan lahir di masa Saint Zevi. Itu kalau kabar burung bisa dianggap sebagai sebuah fakta.”

“Persetan dengan Kepala Pendeta,” Armand mendesis. “Dia mujur karena aku belum menangkap ekornya. Suatu saat aku akan menendangnya turun dari takhta.”

“Sir Nicholas, apa Anda berminat melatih putri Anda dengan si ... mengapa Anda memelototi saya seolah saya hendak menculik Nona Ruby?” Jarga memekik. “Saya hanya berpikir Nona Ruby berbakat. Walau dia tumbuh lambat dan tidak seperti Aveza, tetapi bukan berarti dia tidak memiliki bakat.”

“Jarga, apa kau bermaksud menyuruh Ruby berlatih sihir kepada seorang PRIA?” Armand tersenyum, tapi kedua matanya menyiratkan ancaman. “Siapa dia? Barangkali aku perlu berkenalan.”

“Benar, Armand,” sahut Nicholas.”Aku juga perlu bertemu dengan PRIA itu.”

“...”

Keringat bermunculan di pelipis dan punggung Jarga. Tiba-tiba saja dia teringat dengan induk ayam yang ingin menyerang siapa pun yang berani mendekat. Masalahnya di sini ada DUA INDUK AYAM!

“Tuan-Tuan,” kata Jarga, mencoba menenangkan. “Saya pikir berlatih sihir maupun ilmu apa pun tidak ada hubungannya dengan gender maupun usia. Semua orang boleh mengenyam pendidikan sesuai dengan bakat dan minat. Andai Nona Ruby tertarik-tolong Sir Nicholas, Anda tidak boleh menarik pedang dan DUKE, ANDA JUGA TIDAK PERLU MEMELOTOTI SAYA SEPERTI ITU!”

“Aku tidak MELOTOT,” Armand mengoreksi. “Tiba-tiba saja aku ingin membotakimu agar keponakanku tidak lagi memanggil namamu. Nicholas, menurutmu Ruby akan menyukai pria tampan botak?”

“Putriku pasti TIDAK menyukai pria tampan botak,” jawab Nicholas. “Jarga, mengapa kau memanjangkan rambut? Lekas potong dan jangan meniru gayaku!”

“Saya sedari dulu memang memanjangkan rambut!” Jarga membela diri. “Sejak kapan saya mengikuti Anda? Setahu saya rambut saya memang indah!”

“Aku tidak suka memanjangkan rambut,” Armand menambahkan. “Namun, AKU LEBIH TIDAK SUKA MELIHAT RAMBUT JARGA!”

“...”

Selesai ditulis pada 9 Agustus 2022.

Hai, teman-teman. Semoga kalian suka, ya? Love youuuuuuuuu.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang