Ragnok belum pernah merasakan pertempuran sebengis dan sekeji ini. Dalam wujud naga sekalipun, dia sanggup menghadapi pertarungan macam apa pun. Malam yang seharusnya mampu membuat tubuh menggigil pun terasa panas. Semua monster berlomba menelan manusia mana pun yang bisa mereka dapat, sementara pasukan manusia yang dikepalai oleh Nicholas dan Paladin Ilya Zeni semakin terdesak.
Naga lain, naga yang tidak seperti Ragnok, berusaha membakar barikade manusia. Namun, serangan itu digagalkan oleh Ragnok. Dia melesat, membenamkan cakar ke lengan si naga, dan melemparnya sejauh yang ia bisa hingga menghantam bukit. Naga itu menggelepar berusaha bangkit, tapi Ragnok dengan cekat mengembuskan napas api.
Api membakar bukan hanya si naga, melainkan sejumlah monster yang berada di sekitar mereka. Satu naga tumbang, sementara naga dan monster lain berdatangan.
Malam panjang dan harapan bertahan hidup makin menipis.
Barangkali Ragnok, pikirnya, sebentar lagi akan bertemu ajal.
***
Nicholas terengah-engah. Dia berhasil membasmi beberapa ekor monster, tapi mereka selalu saja datang dan digantikan oleh monster lain. Tiada habisnya.
Pedang berayun, berdenting, menebas.
Darah milik manusia membaur dengan darah milik monster. Siapa pun akan mengira tanah dihujani oleh darah dan menjadi merah. Sekalipun ada keputusasaan pada diri setiap orang, mereka tidak memperlihatkannya. Hanya ada satu tujuan, entah mereka berhasil ataupun gagal, yakni menyingkirkan monster sampai tuntas.
Akan tetapi, Nicholas tidak akan berbuat tolol. Dia akan berjuang dan pulang. Ruby pasti cemas. Cukup sekali dia meninggalkan putrinya dan sekarang....
“Ruby, Ayah pasti akan pulang.”
***
Suara raungan membuat genderang telinga seolah akan koyak. Viren menebas dan menyingkirkan monster. Dia tahu tindakannya sia-sia belaka sebab para monster itu berasal dari sumber yang berbeda.
Mereka tidak dilahirkan!
Mereka diciptakan!
Satu-satunya cara agar semua kerusuhan berakhir adalah dengan mendatangi sumber dan menutupnya.
Viren berlari menuju kerumunan para monster. Dia melompat, menginjak kepala monster kerbau, kemudian memenggal kepala monster ular. Sumber yang ia tuju berada di batas. Selubung tipis yang tidak bisa dilihat oleh manusia. Batas itu tampak jelas di mata Viren. Artinya, dia bisa mengakalinya.
Begitu berhasil menyingkirkan para monster yang menghalangi jalan, Viren menambah laju kecepatan lari dan melentingkan diri ke dalam selubung. Para monster tidak sempat menghalangi Viren. Mereka terpental setiap kali berusaha masuk ke dalam selubung. Hukum dari selubung hanya satu, monster bisa keluar dari sana tapi tidak bisa masuk.
Berbeda dari dugaan Viren yang mengira dia akan jatuh menuju daratan, ternyata ia memasuki zona asing. Tidak ada daratan maupun langit, hanya ketidakberhinggaan. Dia terjatuh dan terus jatuh. Sampai akhirnya melewati selubung lain dan mendarat—jatuh!
Dengan mudah Viren menyeimbangkan diri. Dia bisa melihat seluruh rangkaian energi sihir yang berupa jala—mirip milik sarang laba-laba hanya saja lebih rumit. Di setiap jala terdapat telur-telur. Di sana semua monster menunggu menemukan jalan menuju dunia manusia. Setiap jala mengakar pada satu titik.
Bukan titik, tetapi pohon. Tanaman raksasa yang cabangnya menjulurkan jala-jala jahanam. Tempat para monster bernanung dalam perlindungan cangkang.
“Kau berhasil datang.”
Emir berdiri di dekat pohon. Dia terlihat sangat dingin dan sepertinya tidak ragu mengenyahkan Viren.
“Aku terlambat menyadarinya,” Viren mengakui. “Namun, semua masih bisa....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Only for Villainess (Tamat)
FantasySalah satu impianku adalah bisa merasakan nikmatnya menjalani kehidupan makmur; kenyang, tidak perlu memikirkan masalah ekonomi, dan satu-satunya masalah hidup hanya memikirkan "besok mau makan apa?" Nah, jenis kehidupan damai, mapan, dan nyaman sep...