48

5.3K 1.1K 86
                                    

Mawar dan ash berhasil ditanam di sepanjang daerah yang rawan. Semua kawasan yang berbatasan langsung dengan monster sukses diambil alih oleh kelompok Nicholas. Dengan begitu Nicholas hanya perlu membereskan daerah di Provinsi Neteru dan menyingkirkan setiap monster penguasa serta mengamankan permukiman sekaligus wilayah kekuasaan beberapa bangsawan. Nicholas ingin lekas menemui Ruby dan mengajaknya pindah menjauh dari Zeru; makin jauh, makin bagus.

Itu bisa terjadi bila Nicholas berhasil melumpuhkan monster utama.

“Menyingkir!”

Teriakan Hugo membuat semua orang berhasil mengelak tepat waktu ketika ekor monster hampir saja meremuk mereka menjadi serpihan. Makhluk itu, monster besar, tampak menjulang di hadapan semua manusia. Berbeda dengan makhluk lainnya, monster ini memiliki wujud seekor ular merah. Sisiknya amat tebal dan keras. Selain itu dia bergerak amat gesit meskipun tubunya besar dan terlihat berat. Sepasang mata berwarna kuning menyala menatap setiap orang dengan pandangan yang dipenuhi teror.

Ada beberapa ekor ular merah yang ukurannya jauh lebih kecil daripada si ular raksasa. Mereka adalah anak-anak si ular. Sama beracunnya, sama berbahayanya. Beberapa penyihir mencoba membakar ular-ular tersebut, tetapi api tidak bisa menyakiti mereka dan pedang tidak mampu menembus kulit yang lebih keras daripada kulit seekor naga muda.

Zeno Faun mencoba memenggal setiap ular yang mencoba mendekat, tetapi mereka tidak terpenggal dan justru semakin beringas. Hingga mau tidak mau Zeno memaksa kesatria lain mundur. Satu-satunya senjata yang mempan hanyalah milik Nicholas, paladin, dan kesatria Avesa yang mewarisi berkat dari Zeptuz, dewa perang, dan Arkhas, dewa kekuatan. Selain itu, kesatria dan penyihir yang jelas tidak memiliki berkat dari Tulama, dewi sihir, pun hanya bisa mengelak dan berharap tidak terkena gigitan beracun.

Ular-ular mendesis, memamerkan sepasang taring beracun, dan jelas tidak suka hunian mereka diusik. Monster ular merah, monster inilah yang menyebabkan para monster memilih enyah dan mencari hunian lain. Semua mangsa pasti menjadi buruan induk ular merah yang kemungkinan besar diberikan kepada bayi-bayinya.

Hugo meremukkan seekor ular yang mencoba menggigit penyihir. Ular tersebut langsung lesak ke dalam tanah. Lalu, ular lain mencoba menyerang. Hugo dengan mudah menendang sembari memotong ular-ular yang hendak datang.

“Lord, Anda bisa mengincar induknya?”

Teriakan Hugo terdengar seperti berada di kejauhan. Nicholas sudah berhasil melenyapkan puluhan bayi ular. Sekarang dia berusaha mengincar induknya yang kini mencoba meremukkan tameng pelindung yang diciptakan penyihir agar kesatria yang tidak memiliki berkat bisa terhindar dari ancaman. Selalu ada bayi ular yang menghalangi Nicholas. Selalu.

Nicholas meloncat, berhasil mendarat di tubuh induk. Ular-ular mungil pun kini beralih ke Nicholas, semua ular. Paladin dan kesatria pun menghalangi bayi-bayi tersebut. Mereka mendesis, murka, dan tidak bersedia takluk.

“Berapa harga yang bersedia dibayarkan Raja untuk kulit ular?” Nicholas berlari menyusuri tubuh ular, hendak mengincar leher. Dia pikir akan mudah melenyapkan satu monster raksasa, tetapi ular tersebut menggelepar, berusaha menjatuhkan Nicholas.

Ular membuka rahang, menumpahkan cairan lengket yang amat kental. Cairan tersebut membuat semua orang berjengit karena bisa membakar apa pun yang tersentuh olehnya. Hanya bayi-bayi ular saja yang kebal.

“Mundur!” Hugo memberi perintah kepada paladin.

“Jangan sampai tersentuh!” Zeno menimpali.

Di luar dugaan, aroma yang ditimbulkan oleh cairan tersebut membuat semua orang merasa pening dan mual. Sebagian muntah dan yang lain tak sadarkan diri. Hugo dan Zeno meneriakkan perintah kepada penyihir agar meninggikan pijakan supaya ular-ular yang mungil tidak bisa merayap mendekati mereka.

“Tumbangkan semua pohon!” teriak Nicholas.

Para penyihir menumbangkan pohon, memotong akses bagi ular meloncat dari ketinggian.

Sekarang hanya ada Nicholas saja yang tengah berjibaku melawan monster. Dia menendang bayi ular yang hendak mendekat. Satu, dua, sekian ekor ular mendekat sementara si induk kini mengalihkan perhatiannya kepada mangsa baru. Leher ular merah tampak menjulang, matanya menatap langsung kepada Nicholas. Asap mengepul keluar dari lubang hidung dan celah di mulut.

Kondisi Nicholas tidak bisa disebut bagus. Dia pun terkena dampak dari racun. Semakin dia bergerak, semakin cepat racun menyebar.

Nicholas menunduk, muntah. Darah hitam tertumpah di atas kulit induk ular. Hanya tinggal menghitung ... menghitung. Nicholas terlalu percaya diri hingga lupa bahwa ada beberapa jenis monster yang belum tentu dia sanggup hadapi.

Sekarang Nicholas justru mencemaskan Ruby. Putri satu-satunya.

“Ayaaah!”

Halusinasi. Ketika orang sekarat, dia bisa mendengar suara orang yang paling ingin dia temui.

“Ayaaaah!”

“Kenapa aku bisa mendengar suara putriku?”

Bayi-bayi ular mendesis, tetapi tidak berani menyentuh Nicholas. Si induk pun tidak melakukan apa pun.

“Ayah!”

Cahaya meruyak dari kekosongan. Makin besar, hingga Nicholas bisa melihat sepasang tangan mungil terjulur keluar dari dalam sana. Ruby melompat, Nicholas terbelalak dan sontak menangkap Ruby ke dalam pelukan.

“Ayah! Jangan mati! Mati ... aku sendiri ... nanti.”

Nicholas tidak bisa memahami situasi yang sekarang tengah terjadi. sebenarnya dia tidak punya cukup waktu untuk memahami. Di belakang Ruby muncul seekor ular raksasa. Berbeda dengan ular merah, ular yang satu ini memiliki tiga kepala. Masing-masing terlihat ganas dan berbahaya. Satu kepala menunduk, menggigit Nicholas dengan hati-hati, dan meletakkannya di tempat aman.

“Ragnok!” kata Ruby. “Dia mau menolong.”

Ajaib. Begitu Ruby menyetuh wajah Nicholas, perlahan-lahan kondisi Nicholas membaik. Dia tidak lagi merasa sesak, bahkan sekarang dia bisa bernapas secara normal.

“Demi Zan!” teriak para paladin.

Para paladin berlutut, mulai mengucap doa, dan menangis.

“Terima kasih Zan yang Agung!”

Seruan dan pujian pun terlontar dari bibir paladin.

Ragnok terlihat agung di hadapan monster ular merah yang kini mendesis dan memuntahkan cairan panas. Cairan-cairan itu sama sekali tidak berdampak bagi Ragnok. Ketiga kepalanya memperhatikan bayi-bayi ular yang kini berkumpul di sekitar induknya.

Lalu, ketiga kepala Ragnok pun menyemburkan api biru. Semua bayi ular mati terpanggang sembari menjeritkan desis tersiksa. Tubuh meliuk-liuk, berkelejotan, lalu mengering dan hancur.

Induk ular mengeluarkan suara pilu. Dia mengincar Ragnok. Langsung menggigit leher milik kepala yang ada di tengah. Kemudian pergumulan pun terjadi. Kedua ular saling belit dan bermaksud mengahancurkan satu sama lain.

“Ayah!” Ruby menunjuk ke para manusia yang terkapar sekarat. “Harus tolong! Tolong!”

Bakat? Ruby punya bakat?

Nicholas tidak sanggup menghadapi penemuan ini!

Selesai ditulis pada 28 Agustus 2022.

Halo, teman-teman.

:”) Maaf Ruby molor. Makin serius bab, makin butuh waktu. Huweeee! Maaf! :”) Semoga kalian suka, ya? Hehehehe. Love you, teman-teman.

Salam hangat,

G.C

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang