Pertempuran antara dua raksasa telah usai. Sejauh mata memandang hanya ada kehancuran. Tubuh anak ular tergeletak di tanah, pohon-pohon tumbang, dan mayat seekor ular raksasa—sang induk—yang kini teronggok di antara patahan pohon; kepala terpisah dari leher, kedua mata mulai dipatuki oleh monster burung seeukuran kepala manusia, dan beberapa ekor monster pemakan bangkai mulai bermunculan tertarik menyantap remahan pesta.
Hugo bertanggung jawab memberi komando kepada paladin agar membantu penyihir membakar mayat ular yang tersisa supaya tidak mengundang monster lain, terutama jenis pemakan bangkai. Dia, sebetulnya, diberi tugas khusus oleh Nicholas yakni, mengalihkan perhatian semua paladin dari Ruby yang kini dibawa menjauh dari rombongan.
“Saya berjanji tidak akan memberitahukan keberadaan Nona Ruby!” Hugo mengucapkan ikrar suci kepada Nicholas tanpa berpikir dua kali. Dia bahkan melarang paladin mengganggu grup Aveza dan akan memberi sangsi kepada paladin yang berani melanggar.
Masalah lain tinggal berada pada grup dari penyihir dan kesatria di luar Aveza. Khusus yang satu ini Nicholas meminta bantuan Zeno Faun. Dibantu beberapa kesatria Aveza, Zeno Faun membuat laporan palsu bahwa Nicholas terluka cukup parah dan tidak boleh didekati siapa pun. “Ada racun,” katanya dengan nada yang terdengar mengancam. “Kami harus mengeluarkannya dan tidak boleh sampai mengenai siapa pun.”
Inilah yang membuat Nicholas bisa berbicara secara eksklusif bersama Ruby dan Ragnok yang kini berwujud manusia. Mereka tersembunyi dari pandangan orang luar dan dilindungi oleh kelompok kesatria Aveza.
“Ayaaah?”
... dan Ruby yang kini duduk nyaman di pangkuan Nicholas. Sangat aman dan jauh dari intaian siapa pun. Nicholas bahkan menyuruh salah satu penyihir memasang tameng agar tidak satu orang pun bisa menginjakkan kaki di area yang ia kehendaki. Begitu telah yakin bahwa posisi aman dan tidak ada ancaman penguping, maka inilah yang terjadi:
Nicholas duduk di batu, sebuah batu besar yang ada di bawah pohon dengan buah kuning seukuran kelereng yang rasanya asam, sementara Ragnok berdiri di hadapannya. Pedang Nicholas tersimpan aman dalam sarung, disandarkan di pohon. Zirah pun sengaja ia lepas. Hanya pakaian berbahan kain yang sekarang Nicholas kenakan. Dia tidak ingin Ruby terluka. Itu saja.
“Siapa kau?” tanya Nicholas. Dia benar-benar berusaha keras mengabaikan Ruby yang menatapnya dengan penuh harap. Andai bisa, maka dia memilih menemani Ruby saja daripada melakukan interograsi. “Siluman?”
“Ragnok,” jawabnya. “Salah satu dari ular yang diberkati Zan.”
Dewa dan dewi, memelihara gagak gembul, menyembuhkan Nicholas serta beberapa orang yang terkena racun, lalu sekarang....
Tidak! Nicholas tidak ingin menyerahkan Ruby kepada Giham maupun kuil mana pun. Tempat Ruby adalah bersama ayahnya, keluarganya!
“Ayaaaah,” Ruby merengek. Dia menarik-narik rambut Nicholas yang sekarang tergerai bebas. “Dia baik. Teman. Teman kita.”
“Nanti, Ruby,” kata Nicholas. “Ayah akan menamanimu main.”
Ruby menggeleng. “Dia teman,” katanya sembari menunjuk Ragnok. “Teman. Ayah buat kontrak.” Sekarang Ruby mencengkeram pakaian Nicholas. “Dia sangat kuat. Ayah, lihat? Dia bisa mengalahkan monster besar. Butuh ... Ayah, kau butuh Ragnok.”
Harga diri Nicholas terinjak-injak. Seumur hidup baru kali ini saja dia payah menghadapi monster. Di Ghuya dia bisa menghadapi monster apa pun. Hanya saja mereka tidak separah monster ular merah yang satu ini.
“Ayolah, Ayah,” Ruby membujuk. “Agar cepat pulang. Pulang! Aku rindu.”
Kalah!
Ruby benar. Nicholas tidak bisa menghadapi monster tersebut. Andai Ruby tidak datang tepat waktu, maka Nicholas niscaya akan sekarat. “Apa kau bersedia membuat kesepakatan denganku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Only for Villainess (Tamat)
FantasySalah satu impianku adalah bisa merasakan nikmatnya menjalani kehidupan makmur; kenyang, tidak perlu memikirkan masalah ekonomi, dan satu-satunya masalah hidup hanya memikirkan "besok mau makan apa?" Nah, jenis kehidupan damai, mapan, dan nyaman sep...