65

3K 512 15
                                    

Aku tidak sabar menantikan perubahan besar dalam diriku. Sebentar lagi semua orang akan menganggapku sebagai orang dewasa, bukan anak-anak. Oh betapa tidak sabar ingin lekas mencecap kemerdekaan sebagai manusia dewasa. Dengan begitu, Nicholas bisa sedikit menurunkan dinding pembatas bagi putrinya. Dia tidak perlu membuat larangan terkait keinginanku melakukan petualangan. Bahkan Ung jauh lebih bebas daripada diriku yang terpenjara di rumah sembari membayangkan perubahan plot cerita. 

Bagaimanapun juga rasa penasaran selalu menggelitik dan terasa begitu menggoda.

Tentu saja aku tidak benar-benar terpenjara. Cerkho si dewa kegelapan, Zan si dewa tampan penguasa peri dan makhluk buas, maupun Zagda si dewa anak-anak yang hobi mengumpat—para dewa yang manis dan baik hati—bersedia memberiku petunjuk memanfaatkan kesaktianku. Berkat mereka aku bisa berkenalan dengan Ragnok (yang sekarang secara resmi menjadi budak merangkap bamper Nicholas). Cerkho kadang bersedia mengabulkan keinginanku menjelajah pelosok Damanus dengan aman. Bahaya andai Carlos, kakekku, maupun Armand, pamanku, sampai tahu bahwa aku ternyata mengetahui beberapa hal (yang sebenarnya tidak boleh kuketahui).

Bicara mengenai kesaktian. Sejujurnya aku ingin bicara empat mata dengan Saint Magda terkait jenis dan sejarah para orang suci. Kuil Giham pasti menyimpan rekam jejak para martir malang. Sejauh pengamatan dan penelitianku, orang-orang suci ini tidak memiliki riwayat mengasyikan; entah mati demi melindungi Damanus, menumbalkan diri sebagai bahan bangunan, mengorbankan semua kesaktian demi memukul mundur iblis, ataupun tragedi ala drama Yunani.

Barangkali itulah alasan Nicholas maupun Armand menyembunyikan kemampuanku dari keluarga kerajaan beserta pendeta. Mereka, keluargaku, takut aku akan terseret dalam pergolakan politik. Bagaimanapun juga sekalipun kesaktianku tidak sehebat pendahuluku, titel dan sedikit kemampuanku bisa menjadi pendongkrak popularitas di kalangan bangsawan. Dengan kata lain, pasar pernikahanku setara VIP plus? Aku bisa menikah dengan duke, viscount, bahkan putra mahkota?

Hmmm tidak perlu. Terima kasih.

Aku butuh koneksi? Tentu! Apa aku butuh suami? Sebaiknya ide itu dikesampingkan dahulu. Satu, bagiku Jarga masih menjadi yang paling tampan! Uhuk, Papa Nicholas (yang entah mengonsumsi darah makhluk abadi mana hingga bisa awet muda) juga tidak kalah saing. Standarku melesat, melejit, terbang, mengudara ke angkasa! Tinggi, saudara-saudara! Suamiku harus lebih-lebih-lebih-lebih daripada Daddy Nicholas, Daddy Armand, dan Om Jarga!

“Ruby,” Alex memanggil, menyadarkanku dari acara-memikirkan-masa-depan-gemilang, “apa kau mendengar panggilanku?”

Sejenak aku mengerjap, mencoba menarik fokus dari alam khayalan agar kembali ke dunia nyata. Madam Melda, perancang busana yang dipilih Nicholas, sibuk memberi arahan kepada asistennya agar mempersiapkan contoh kain beserta aksesoris pendukung. Sejauh mata memandang bisa terlihat dinding bercat nuansa pastel melingkupi kami. Ada beberapa contoh gaun yang dipasang di maneken.

Kesadaran pun tiba.

Aku dan Alex tengah mengunjungi salah satu butik kepercayaan Nicholas. Butik milik Madam Melda merupakan langganan Nicholas. Semenjak meninggalkan Aveza, sedikit banyak Nicholas mulai belajar mengelola keuangan. Dengan kata lain, aku tidak perlu mencemaskan masa depan menjadi anak seorang pengangguran tampan yang hanya tahu cara menggunakan otot.

Madam Melda mempersilakan aku dan Alex duduk di sofa sementara dia mencatat dan mencoba memenuhi keinginanku terkait gaun yang akan kukenakan di saat debut nanti. Sebenarnya bisa saja aku mengundang Madam Melda ke kediaman Eremond, tempatku bernanung. Namun, itu tidak menyenangkan. Apabila membiarkan Madam Melda bertamu, maka aku tidak bisa menikmati sedikit kebebasan. Dengan cara berkunjung secara langsung, aku akan mendapat sedikit kesempatan cuci mata menikmati keindahan kota.

Only for Villainess (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang