Joe juga membuka kado yang menurutnya lumayan familyar, jika dibungkus. Ternyata benar apa yang ada dibenaknya.
Buku catatan bersampul hitam tebal. Ada tiga buah buku. Sepertinya orang yang memberinya kado buku, cukup mengenalnya.
Joe tersenyum singkat. Joe memang sering tersenyum saat sendiri waktu melihat yang sangat penting atau di sukai.
Joe mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada kepala pelayan di rumahnya. Joe lebih terbuka pada kepala pelayan dibanding pelayan lain.
Faktor utamanya juga dari kecil Joe bersamanya, kecuali jika Lula tidak sibuk.
Pintu diketok membuatnya segera membuka pintu. Terlihat kepala pelayan sedang berdiri disamping pintu sambil tersenyum.
"Seperti biasa," titahnya pada kepala pelayan itu.
Mengetahui watak dari kecil tidak membuatnya kesulitan mengerti bahasa anak majikannya.
Kepala pelayan langsung mengambil kresek hitam besar untuk membuang bungkus kado. Tangan yang sudah keriput, satu persatu membuka setiap kado.
Ada banyak hal namun hanya beberap yang disimpan. Tentu saja yang berbau alat sekolah.
Hampir memakan waktu banyak, akhirnya selesai juga. Kepala pekalan mengusap dahinya yang dipenuhi butiran keringat.
Sore ini cukup panas ditambah lagi kepala pelayan duduk berhadapan langsung dengan cahayanya. Sudah pasti akan cepat berkeringat.
æ
"Nek... boleh ngak kalau Rama, selamanya tinggal di sini? Daisy sudah nyaman dengannya dan menganganggapnya sebagai adik sendiri," ucap Daisy duduk disamping Tia yang sedang makan kacang mente.
Tia menyergit bingung. "Bukannya kamu bilang mau di titipin ke panti aja? Kok sekarang mau netap selamanya?"
"Ya sih... awalnya mau Daisy titipin aja tapi Daisy terlanjur suka dan nyaman sama keberadaan Rama. Daisy juga mau nyekolahin Rama, kasian pasti udah ketinggalan jauh," jelasnya terlihat sedih.
"Kenapa kamu seperti mengadopsinya? Nenek tidak masalah mau bagaimana keinginan kamu tapi apa kamu siap jika ada yang bertanya-tanya siapa Rama?"
"Keluarga besar kita saat alm Bunda kamu mau mengangkat kamu sebagai anak saja harus berjuang mati-mati agar mendapatkan ijin. Sedangkan kamu? Nenek tidak nyakin kamu siap menerima tantangannya,"
"Kamu juga belum bisa menghidupinya sebab semua perusahaan alm Bunda kamu masih di pegang paman mu," Tia menjelaskan keakar-akarnya.
Daisy terdiam setelah mendengar semua perkataan Tia. Semua itu belum dipikirkan olehnya.
Meski keluarga besarnya sangat ramah entah dari ekonomi rendah atau tinggu tapi keluarga sangat menentang adanya adopsi.
Alasannya ditakutkan memiliki niat jahat atau hal buruk lainnya. Mereka percaya anak yang telah diadopsi tetap memiliki sifat dari orang tuanya. Mungkin bisa merubah sikap tapi tidak untuk sifat.
Kalau masalah harga? Tentu aja, bahkan uang mereka diambil berapapun tidak akan mempermasalahkannya.
"Nak... bukankah rasa kasih mu seperti rasa kasihan kepadanya? Mungkin kamu berfikir tidak tapi dia? Dia sudah besar, lama atau tidak dia akan sadar jika kasih sayang mu seperti rasa kasihan,"
"Menurut nenek, lebih baik kamu titipkan dia ke panti. Kamu juga tetap bisa menemuinya meski tidak setiap hari. Tapi ingat jangan membuat anak lain cemburu atas tindakan kamu yang mencederung lebih perhatian kepadanya,"
Daisy mendengus pelan. Ucapan Tia sangat benar. Hanya itu yang bisa dilakukan jika tidak mau menentang peraturan di keluarga besarnya.
Daisy sendiri saja suka sadar diri jika dirinya hanya anak angkat yang mendapatkan kasihan penuh dari keluarg ibunya setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya.
"Lebih baik kamu panggil dia dan ajak makan malam. Paman mu sudah pulang daritadi, mungkin sekarang duduk di meja makan," titah Tia diangguki pelan olehnya.
"Baik Nek." Daisy pergi meninggalkan Tia yang menatap punggungnya.
"Meski tidak semua. Aku sangat bersyukur, Zelin memilih anak yang sempurna hati seperti Daisy." Gumannya sebelum berjalan ke meja makan.
æ
"Kak!" Seru Daisy berlari mendekati Joe yang baru saja menoleh ke belakang. Gadis itu terlihat sangat senang terlihat dari ekspresinya.
Sesampai dihadapan Joe, Daisy segera membuka ranselnya untuk mengambil sesuatu yang sengaja akan diberikan pada Joe.
Permen kis?
Joe menyergit bingung saat gadis dihadapannya menyodorkan permen kis yang sengaja di bentuk love. Tak kunjung diterima, Daisy mengambil tangan Joe dan meletakkannya ditepak tangannya.
"Kemarin sengaja bikin ini buat kak Joe. Dimakan ya atau dipajang juga boleh, tanggak kadarluarsanya masih lama jadi aman," jelasnya tersenyum manis.
Joe hanya mengangguk singkat dan menaruhnya di ransel hitam. Tidak lupa mengucapkan terima kasih, meski Daisy tidak mendengar sebab lirih.
Joe dan Daisy berjalan beriringan sesekali Daisy melirik tangan Joe yang mengantung. Tangannya seperti gemes ingin menggandeng tapi takut membuat Joe risih.
"Kak boleh?" Tanya Daisy membuat Joe melirik tanganya saat mata Daisy turun ke arah bawah.
Lagi-lagi Joe mengangguk pelan yang kali ini membuat Daisy ingin menjerit kegirangan. Jarang sekali Joe meresponnya dengan baik.
Meski bergetar, Daisy tetap berusaha menyentuh tangan Joe untuk digandeng pertama kalinya. Uh... mimpi apa Daisy bisa gandeng mas crush.
Dalam diam, Joe terkekeh geli melihatnya. Gadis ini mulai membuatnya tertarik dalam pikatnya.
Daisy mendongak saat sautan tangan sudah disautkan. Tersenyum manis lalu berjalan kembali. Menikmati suara gadis itu seperti kicauan burung di pagi hari.
Harinya hari ini diceritakan bagaikan bercerita kepada ayahnya. Tangannya melambai-lambai sesuai arah keinginan gadis itu. Sore ini Joe seperti ayah untuk Daisy.
Saat di belokan, Joe sedikit memelankan jalannya yang ternyata disadari oleh Daisy. "Hari ini naik montor jadi kita bisa ke parkiran bersama. Jarang sekalikan, Daisy naik montornya," Daisy terkekeh kecil.
Daisy mengeratkan genggaman tangannya sedangkan Joe diam-diam mengelus dengan ibu jari.
Lorong kelas sudah pergi mengingat keduanya selalu pulang hampir tidak ada orang. Saat di parkiran, Daisy menatap sautan tangan itu, ada rasa tidak rela didalam hatinya.
Menyadari hal itu, Joe menepuk-nepuk puncak kepala Daisy agar mendongak tanpa diperintah. "Besok lagi," ucapnya membuat senyum Daisy mengembang kembali.
"Janji!?" Pekiknya menunjukkan binar-binar bahagia dimatanya. Joe mengangguk pelan.
Daisy melepaskan sautan tangannya dan berlari mendekati sepeda montornya. Skuter biru muda. Lucu sekali.
Daisy memakai helm sambil menatap Joe. Giginya hampir kering sebab terus tersenyum. "Jangan lupa ya kak!" Joe hanya mengangguk lagi.
Daisy menjalankan sepedah montornya dengan kecepatan sedang. Hatinya berbunga-bunga hingga membuatnya terus kesemsem.
Apakah ini hari yang baik? Tentu saja, bahkan sangat baik. Ternyata pendekatannya semakin lama semakin menunjukkan hasil.
Ya walaupun Joe tetap pada sikapnya pendiam. Dia hanya menjawab seperlu dan sepenting saja. Hm... mungkin Daisy akan lebih sabar jika berbicara dengan kekasihnya.
Hah!? Kekasih? Hahaha... masih calon kekasih. Aduh Daisy jadi tremor membayangkan dia jadi kekasihnya.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/307835323-288-k15419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta DAISY (Complete)
Novela Juvenil"Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Daisy jatuh hati. Dia memang tidak pernah mendekati Daisy tapi Daisy menyukainya," kata Daisy di Malam yang sunyi bertabur bintang diatasnya. Senyumnya mengembang sempurna hingga tidak sadar terus memikirka...