7.🍍

27 3 8
                                    

"Sukak!"

"Sukak!"

"Sukak!"

"Sukak!"

"Sukak!"

Sudah beberapa hari ini Daisy menguncapkan hal itu secara langsung pada Joe. Meski Joe tidak pernah mengucapkan satu kata pun kepadanya.

Sama halnya hari ini. Tapi bedanya Daisy lebih berani hingga mampu tersenyum tidak langsung pergi begitu saja.

Daisy juga sudah tidak membuat bekel kotak makan lagi yang akan di masukan ke dalam kolong meje. Sedangkan yang menempati meja kecewa karena tidak mendapat makanan gratis lagi.

Daisy masih berdiri dihadapan Joe yang menatapnya dengan muka lempeng alis datar tak berekpresi.

Mengejapkan beberapa kali sambil mempertahankan senyum selebarnya. Sedetik kemudian Joe melangkah pergi membuat Daisy mendegus lelah.

"Kayaknya harus ganti ide deh setiap minggunya," gumannya melangkah pergi meninggalkan lorong kelas untuk pulang.

Daisy menyukai Joe? Bukankah itu wajar dalam pertemuan pertama? Tidak heran juga di Zaman modern ini banyak menyukai pada pertemuan pertama.

Meski tahu yang disukai awalnya bukan hatinya melainkan fisiknya. Seperti kata orang, datangnya cinta dari mata turun ke hati.

Itulah yang diawali masa labil Daisy. Menyukai lawan jenis dan berpikir bagaimana menarik perhatiannya.

æ

"Jadi lo mau ganti ide apa?" Tanya Matahari setelah mendengar semua cerita Daisy.

"Tidak tahu, Daisy ingin minta ide lagi sama kamu," polosnya membuat Matahari mendelik tidak suka sebelum mendengus lelah.

"Gue nih bukam pakar cinta yang bisa cari solusi atau ide buat orang bucinable. Ide yang gue kasih kemarin itu hasil ngawur dan seenaknya lo nurut gitu aja," ucapnya memijit pangkal hidungnya.

Tiba-tiba Matahari menatapnya dengan senyum cerah. "Lo tahu siapa yang paling dekat sama kak Joe?"

"Ehm..., tahu tapi tidak tahu namanya," jawab Daisy mengingat satu temen yang menurutnya paling dekat.

"Lo coba deh tanya sama dia, kesukaan kak Joe atau tanya apa gitu yang berhubungan sama kak Joe," saran Matahari direnungin Daisy sebelum mengangguk menyetujui.

"Nanti istirahat temenin ya," Matahari mengangguk.

Guru yang menerangkan tadi didengarkan kembali. Untung mereka tidak terlalu berisik jadi tidak mencolok sekali.

æ

Setelah bel bunyi, Daisy bersama Matahari pergi ke kantin sekolah. Mengusi perut sekaligus mencari Dika, teman dekat Joe.

Sesampainya, Daisy membeli makanan terlebih dahulu karena dilihat-lihat Dika belum menunjukkan batang hidungnya termasuk Joe juga.

Ditunggu hingga jam istrirahat berakhir membuat Daisy bersedih hati mendapati orang yang dicari tidak muncul. Sebagai teman baru tang baik hati dan tidak sombong, Matahari berusaha menghibur Daisy.

"Nanti waktu pulang aja lo nyamperin ke kelasnya," ucap Matahari tersenyum lebar sambil merangkul bahu Daisy.

"Nanti kalau kelasnya pulang lebih awal gimana? Yang ada cuma kak Joe pastinya, kan kak Joe selalu pulang paling akhir," sahutnya tidak nyakin.

"Dicoba dulu, kalau memang ngak temu. Lo bisa ngobrol sama kak Joe," hiburnya. "Kak Joe tidak pernah berbicara. Selama Daisy mendekati, tidak pernah tuh dengar suaranya,"

Matahari mendengus kasar, Joe orangnya sangat penutup bahkan lebih penutup daripada tutup biskuit.

"Ya pokoknya lo ngobrol apakek, mau dijawab atau enggak setidaknya lo ada kemajuan buat ngobrol berdua sama kak Joe. Yang minggu ini cuma bilang 'sukak!' Sekarang ditingkatkan lagi,"

Daisy mengangguk saja meski tidak tahu akan berbicara apa saat bertemu dengan Joe. Pasalnya hatinya akan terus berdetak kencang saat menatap matanya.

Ibarat ada panah yang mengarah pada jantungnya dan bersiap membunuhnya kapan saja.

Daisy dan Matahari duduk di kursi sambil menunggu guru masuk. Daisy membuka buku catatan minggu lalu sedangkan Matahari bermain ponselnya.

æ

"Oh mahi ve... o mahi ve...,"

Suara lagu dari seorang laki-laki membuat Joe menoleh kebelakang. Ada gadis yang beberapa minggu ini sedikit mengganggunya.

Sedang membawa ponsel yang berjarak satu jengkal tangan. Dia tersenyum seolah mengungkapkan isi hatinya lewat suara itu.

"Mahi mainu chadeyo na...,"

"Ke tere bin dil naino lagna...,"

"Jithe vi tu chalna ae...,"

"Mahi main tere piche pichel chalna...,"

Daisy satu langkah untuk mendekati Joe dengan gaya imut. Senyumnya semakin lebar tak kala Joe tidak meninggalkannya.

"Tu je sakdi nai, main je sakda nai,"

"Koi doosri main shartan vi rakhda nai...,"

"Kya tere baajon mera...," Daisy meniru suara itu meski suara kayak orang kidal.

Daisy berada tetap dihadapan Joe yang terus menatapnya tanpa minat. Matanya sangat menunjukkan ketulusan yang begitu mendalam.

Lagu yang yang diputar Daisy terus berputar menghiasi keduanya. Saling bertukar tatapan meski ada perbedaan expresi dari keduanya.

Lagu berakhir berganti iklan yang membuat Daisy tersadar dan segera mematikan ponselnya sedangkan Joe berbalik badan untuk melanjutkan langkahnya.

Melihat itu Daisy segera menjajarkan langkahnya, langkah besar Joe cukup menyusahkan Daisy.

"Lagu yang tadi Daisy putar sudah menggambarkan perasaan Daisy sama kak Joe." Cicitnya melirik sekilas Joe.

"Apa artinya aku bisa tanpa kak Joe? Daisy memang belum lama bertemu kak Joe tapi sumpah rasa Daisy tulus kok,"

"Karena fisik." Joe langsung menatap tajam Daisy saat mendengar kalimat tidak sopan itu.

Daisy tersenyum polos. "Kata teman Daisy gitu bukan kata Daisy sendiri." Lanjutnya.

"Daisy tidak tahu kenapa kak Joe begitu menarik dimata Daisy, setiap lihat kak Joe pasti bawaannya senang terus. Padahal kak Joe orangnya kayak pendiem banget tapi bisa bikin tertarik. Tidak heran sih banyak yang suka sama kak Joe," cerocosnya tidak ditanggapi Joe.

"Dulu waktu pertama kali ketemu kak Joe di parkiran Daisy langsung sukak. Trus tahu kelas kak Joe waktu nganterin temen ke kamar mandi. Kayaknya kita jodoh deh mangkanya sering ketemu," cengirnya merasa malu sendiri.

Namun sedetik kemudian berubah cemberut. "Kak Joe ngomong dong, masa daritadi diem terus, tidak capek apa jadi orang super duper pendiem?" Keluh Daisy mendongakkan kepalanya menatap Joe muka lempeng.

"Kak Joe ganteng tapi cantik juga." Daisy tersenyum lebar hingga matanya menyipit menutupi matanya.

Joe melirik sebentar seolah membenarkan perkataan Daisy. Memang banyak yang mengatakan demikian tetepi kenapa saat  gadis disampingnya yang mengatakan hatinya seolah tidak suka dikatakan cantik.

"Ish kak!" Daisy merasa jengkel sekali dengan orang yang diajak bicara. Tidak ada satupun yang mau dijawab olehnya.

"Dahlah tidak mau bicara lagi sama kak Joe. Ganti besok, bye!" Lanjutnya meninggalkan Joe yang menghentikan langkahnya.

Dari jauh bisa dilihat Daisy mengomel tidak jelas meski tubuhnya tetap berjalan elegan. Tiga bulan tinggal di Indonesia sedikit-sedikit membuatnya tidak kaku dalam bicara, terkadang.

Samar-samar sangat tipis, Joe tersenyum melihat tingkah bak anak kecil itu. Meski kurang suka jika anak remaja seusianya bertingkah tapi entah kenapa Joe suka kali ini.

Bersambung.

Kisah Cinta DAISY (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang