Daisy dibuat melongo dengan dua koper besar dihadapannya. Mulutnya terbuka dengan tatap ke arah koper lalu ke tiga pelayan pribadinya.
"Ini apa? Kok banyak banget, dua koper. Mana besar-besar lagi," tanya Daisy menunjuk koper itu.
Satu pelayan menyegir lebar, " itu semua perlengkapan mandi sama skincare, Nona Muda. Satu koper khusus mandi dan satu koper lagi isinya skincare,"
"Tapi buat apa sebanyak ini? Ini terlalu banyak," keluhnya. "Jika Daisy mengiginkan skincare, kalian bisa mengirimnya. Bukan malah membebani dengan sebanyak ini,"
Mendengar hal itu, membuat ketiga pelan menunduk sedih. Mereka kira, dengan membawa hal tadi akan membuat Daisy bahagia dan senang.
"Huft... baiklah-baiklah. Kali ini Daisy akan membawanya. Tapi ingat lain kali jangan seperti ini. Ini namanya pemborosan, membeli berlebihan meskipin nanti tetap dipakek," ujar Daisy mengalah.
Senyum ketiganya kembali bersinar. "Ya! Kami janji!"
Hari ini Daisy akan pulang ke Indonesia. Sudah lama sekali Daisy menatap di negaranya. Ya meski belum sampai satu bulan.
Daisy pergi ke kamar Maria, untuk pamit pulang. Keadaan Maria sudah kembali pulih, hanya saja dokter menyarankan agar mengurasi aktivitas berat.
"Nenek," panggil Daisy tersenyum lembut sambil duduk disisi ranjang.
"Kamu beneran pulang hari ini?" Tanya Maria tersirat sedih di matanya.
"Ya, nenek. Daisy sudah cukup lama disini. Bukan bearti Daisy tidak betah, masak rumah sendiri tidak betah,"
"Hanya saja, Daisy punya tanggungan sekolah. Daisy harus sekolah dan tidak mungkin online terus-menerus," lanjutnya berusaha membuat Maria mengerti.
"Aku hanya sedih, saat rumah ini sepi tanpa kamu, sayang. Rumah ini begitu sunyi meski banyak pekerja disini,"
"Tapi apa boleh buat, aku tidak mungkin menahan mu. Kamu adalah Nona muda disini, sedangkan aku, hanya mantan kepala pelayan," lanjut menyadari statusnya dirumah ini.
"Ssstt... nenek ngomong apa sih? Daisy udah pernah bilang jangan ngomong hal yang membuat kita seolah terbatas dalam hubungan. Kamu adalah nenek ku dan Daisy adalah cucu mu," ungkap Daisy.
Maria menitiskan air matanya, mudah berucap sulit bermakna. Daisy memeluk Maria hingga menumpahkan air matanya di atas bahunya.
"Jangan menangis, Nek. Daisy hanya pergi sebentar. Suatu saat nanti, Daisy pasti pulang,"
"Dan itu janji Daisy." lanjutnya tersenyum dan menumpu kepalanya diatas bahu Maria.
æ
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Bisa jadi, Daisy akan mendarat di Indonesia dengan waktu kurang lebih jam sembilan pagi juga.
Perjalanan ini cukup melelahkanya. Tapi ini jam paling cepat daripada harus berpergian naik kapal laut.
æ
Aaron mengunjungi kediaman Daisy seperti waktu lalu, tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Aaron membawa sebuah coklat besar yang besarnya hampir sama dengan lengannya.
Senyumnya mengembang, ya itulah ciri khasnya. Meski tampan dan kaya raya, Aaron memiliki sikap yang ramah dan mudah bergaul.
Tersenyum sepanjang hari sudah menjadi kebiasaannya. Apalagi jika suasana hatinya senang, Aaron tak segan-segan tertawa dengan lebar.
Pintu utama terbuka beberapa detik setelah Aaron menekan bel listrik. Senyumnya tambah mengembang, sebagai tanda ramahnya.
"Tuan Aaron?" Ucapnya pelayan setelah membukanya lebar.
"Aku kesini untuk mengunjungi teman ku. Tolong panggilkan dia," pintanya dengan hati riang lalu matanya melirik kedalam.
"Aduh... maaf Tuan Aaron. Nona Muda Daisy sudah pulang," ucapnya tak enak hati.
"Pulang?" Ulang Aaron. Dahi mulusnya berubah menyergit tanda tidak mengerti.
"Iya, pulang ke Indonesia," sahutnya lebih jelas. Senyumnya mengendur pelan dengan tatapan menunduk sedih.
"Kenapa dia tidak bilang pada ku?" Gumannya. Helahan nafas kasar sempat dikeluarkan tanda kecewa.
"Tuan Aaron, tidak apa-apa?" Tanya pelayan khawatir. Pelayan itu tahu jika orang dihadapannya mudah sensitif jantungnya.
Aaron mendongak sambil terpaksa tersenyum, "ngak papa. Yaudah, ini coklat buat kamu aja,"
"Bye!" Aaron menyerahkan coklatnya tiba-tiba dan meninggalkan pelayan tanpa menunggu reaksinya.
æ
Joe membuka pintu apartemennya yang telah ditinggalkan hampir sebulan ini. Terlihat rapi dan sedikit berdebu.
Joe akan menyuruh seseorang nanti untuk membereskannya, kecuali kamar. Joe sangat tidak suka ada yang masuk kedalam.
Sebab banyak barang-barang berharga disini. Kecuali kamar di rumahnya. Disana tidak ada hal khusus membuat Joe melarang orang untuk masuk.
Joe masuk kedalam kamarnya, terlihat minim penerangan padahal masih sore. Joe berjalan ke atas barat untuk membuka gordennya.
"Seperti biasa," gumannya hanya menggerakkan mulut tanpa suara.
Membalikkan badan hingga dapat melihat selimut yang sudah lama tidak menemaninya. Selimut dari Daisy, kado ulang tahunnya.
Meski terlihat sangat tidak cocok dengan sarung bantal dan sepreinya.
Tangannya terulur untuk mengelusnya dengan lebar, Joe jadi kepikiran. Kenapa telapak tangannya besar sekali?
Padahal kegiatan paling sering dilakukan hanya belajar dan menulis.
Setelah selesai mengamati telapak tangannya sendiri, Joe memutuska untuk mandi. Hari ini Joe menginap di apartemennya.
Joe keluar dari ruangan yang biasa digunakan untuk mandi, dipinggangnya terlilit handuk hitam.
Saat akan membuka pintu lemarinya, terdengar suara gentingan sendok dan lantai. Joe hanya mendengus kecil lalu melanjutkan kegiatannya.
Sambil berguman, "anak itu."
Setelah selesai berganti pakaian, Joe memutuskan untuk melihat apa yang dilakukan temannya satu ini. T-tapi memang Joe hanya punya teman satu.
Mendengar suara langkah kaki, Dika menoleh sambil menyengir lebar. Tangannya sibuk menyangga dua mangkok dan dua sendok. Andaikan Dimas lebih rapi mungkin tidak akan sesulit ini.
Ditambah jemari-jemari memegang erat kresek berisi mie ayam. "Gue bawa makanan. Gue juga bawa, buat lo,"
Dimas berjalan menuju depan, kemudian meletakkan barang dan makanannya di atas meja. Menatanya dan mengambil makanannya sendiri.
Joe turut duduk, ia juga mengambil makanannya. Dimas memang suka sekali membawa makanan, kalau tidak ya menghabiskan isi kulkas Joe.
"Btw, gue udah lama ngak ketemu sama si siapa tuh yang suka nyariin lo waktu pulang?" Tanya Dika lupa.
"Daisy," jawab Joe acuh tak acuh. "Nah iya, dia udah uncrush kah?"
Joe melirik Dika dengan tatapan sulit dijelaskan, Dika sendiri menganggapnya tatapan tajam yang siap menerkamnya. "G-gue cuma tanya elah, gitu banget lirikannya,"
"Pulang," kata Joe melanjutkan makannya. "Ha? Lo, lo ngusir gue? Wah... ngak tahu diri lo. Gue udah kasih makan gratis malah kayak gini, kalau tahu gini nggak mau gue--"
"California," lanjut cepat Joe memotong perkataan Dika. Diam sambil berpikir, "pulang dan California?"
"Pulang ke California," lanjutnya lebih jelas. "Bentar, tadi ngomongin Daisy kok tiba-tiba pulang ke California?"
"Ooo... maksud lo, Daisy pulang ke California?" Joe mengangguk dengan makanan berada di mulutnya.
"Gue baru ingat, diakan bukan asli warga Indo." Dika menertakan kebodohannya sendiri.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta DAISY (Complete)
Teen Fiction"Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Daisy jatuh hati. Dia memang tidak pernah mendekati Daisy tapi Daisy menyukainya," kata Daisy di Malam yang sunyi bertabur bintang diatasnya. Senyumnya mengembang sempurna hingga tidak sadar terus memikirka...