Dibalik tembok Daisy menatap tak percaya sekaligus senang, meski didalam lubuk hatinya terisat rasa sakit yang mendalam.
Bibirnya kelu dengan mata menahan air mata. Hingga akhirnya tepukan tangan pada bahunya membuatnya terkejut dan segera menetralisasikan matanya.
"Kenapa nggak ke kelas?" Tanya Aaron, ya sebab dia yang mengantar. Tadi sebelum pulang dia melihat Daisy dulu, masikah ada di kawasan gerbang atau tidak.
"Senin, ayo kembali." Kata Daisy tersenyum lebar namun mata tak bisa berbohong, ada rasa sakit yang mencoba baik-baik saja.
"Maksud mu, ke California?" Tanya Aaron dan Daisy mengangguk.
"Mana bisa! Bukan kan kamu kemarin bilang kalau senin depan itu adalah hari ujian kenaikan kelas mu?" Ucapnya tidak suka ajakan Daisy.
Aaron itu bukan laki-laki peka. Dia lebih suka menunjukkan wujudnya dibanding menutup rapat sifatnya. Mungkin karena orang tuanya selalu memaksanya untuk terbuka. Ini juga berdampak pada jantungnya yang lemah.
Daisy terdiam. Aaron benar, ia tidak bisa melewatkan satu langkah untuk satu masalah hatinnya.
"Baiklah, ayo kita pulang setelah aku naik kelas 11. Aku ingin kembali secepatnya," ucapnya dengan nada rendah.
Entah kenapa mengucapkan "ingin kembali" hatinya ingin menangis secepatnya.
Melihat mata Daisy yang berkaca-kaca. Aaron langsung menarik Daisy ke pos satpam. Disana kaca tidak transparan dan tidak akan ada yang tahu jika didalam ada orang.
Setelah masuk, Aaron yang memeluk tubuh mungil yang sejajar dengan dagunya. Daisy itu gadis tinggi, 165. Demi menahan suaranya agar tidak keluar keras, Daisy menggigit bahu Aaron sekeras mungkin.
Meski sakit, ini sudah menjadi kebiasaan Daisy saat bersama Aaron. Kecuali jika menangis disebabkan karena sesuatu yang haru.
"Want to go home!" Daisy terus mengucapkan hal itu. Sebab Daisy orang yang pengecut dengan selalu melarikan diri jika tak mampu menghadapi masalah itu.
Sedangkan Aaron, hanya bisa mengelus bahu Daisy sambil menahan rasa sakit di bahunya. Ini rasanya bukan main, kalau nggak percaya cobalah.
æ
"Aku dengar, kakak mau buka usaha?" Tanya Tari duduk disamping Joe dengan expresi datar. Entah mengapa sejak tadi pagi rautnya terlihat suram.
"Hm," Tari hanya bisa menghela napas sepelan mungkin. Jawaban singkat seperti dulu.
Yaps! Seorang Joenatan akan membuka usaha kios kecil-kecilan dulu. Dia ingin membangun distro yang berfokus pada baju untuk awalan.
Mengapa Joe memilih baju/kaos untuk awal? Karena sebagai anak jaman modern dia sendiri lebih suka yang santai dan nyaman dipakek. Meski mungkin ada jangket.
Usaha ini sudah dipikir matangnya setelah beberapa bulan terakhir. Dengan modal 50% dari papanya, Bagos.
"Kakak mau nasgor?" Tawar Tari melihat seseorang melintas dengan membawa sepiring nasgor.
Joe menggeleng. Tari menggulung bibirnya kedalam. "Katanya mau berusaha tapi kok gini? Pendiem lagi kayak dulu. Kakak ada masalah apa sih? Jangan tarik ulur perasaan ku dong!" Kesal Tari mendengus kesal.
Kesabarannya sudah habis, bagaimana tidak sejak dua puluh menit Joe mendiamkannya tanpa sebab yang jelas.
Joe menatap Tari dengan malas, lalu pergi begitu saja. Tubuhnya yang tegap dan tinggi telah pergi melewati pintu kantin.
"Ish! Tau gitu mending gue bilang bokap buat batalin tapi gue cinta gimana dong. Pokoknya gue harus extra sabar deh kalau sama dia," cerogosnya.
Joe pergi ke taman belakang, tempat dimana jarang ada kesana saat jam istirahat ke dua. Di taman sangat sejuk sebab banyak pohon besar tumbuh disana, sebenarnya kasian yang tukang bersih-bersih harus bersihan tempat seluas ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/307835323-288-k15419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta DAISY (Complete)
Novela Juvenil"Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Daisy jatuh hati. Dia memang tidak pernah mendekati Daisy tapi Daisy menyukainya," kata Daisy di Malam yang sunyi bertabur bintang diatasnya. Senyumnya mengembang sempurna hingga tidak sadar terus memikirka...