"Hei!! Ambilkan buah apel. Aku ingin sekali memakannya. Sekarang!" Teriak Daisy yang berada di ruang tengah. Matanya fokus dengan leptob dan berkas hingga tidak menyadari sekitar.
Sedikit jauh, ada seorang pria dengan pakaian santai menghampiri sambil membawa nampan berisi apel yang diambil dari tangan pembantu.
Meletakkan di meja lalu mendekatinya dengan sedikit memelankan deru napasnya. "Kenapa kamu berteriak seperti didalam hutam, hm?" Tanyanya hingga membuat Daisy menoleh dan terkejut.
"Akh!" mata melotot dengan napas tak beraturan. Persis seperti orang bertemu hantu.
Hei!!! Joe bukan hantu tapi dia adalah pria tampan. Musafir, ya bukankah Joe pergi dari negrinya dan menemui kekasihnya di negri orang?
"Kak Joe? U-untuk apa kakak kemari dan kapan sampainya?" Tanya Daisy setelah menetralkan napasnya.
"Apa aku butuh alasan? Apa hanya ingin menemui kekasih ku ups... maaf masih calon kekasih ku, apa aku salah?"
Satu hal yang menjadi keuntungan dari seorang berduit, yaitu pergi keluar masuk negara tanpa berpikir tentang biaya. Mereka tidak akan memikirkan bagaimana makanan untuk besok karena uang sudah di tangannya, bukan?
Jadi jika ingin menjadi seorang berduit, bekerjalah sekeras mungkin hingga suatu saat nanti kau bisa melalukan sesukamu. Bahkan kalau perlu kau bisa keluar masuk Indonesia sebanyak dua puluh dalam dua puluh empat jam.
"Ingin di kupaskan, nona muda Daisy?" Tanya Joe dengan hormat. Persis bagaimana pelayan melayani majikannya.
Daisy meliriknya dengan tajam lalu berdecih keras agar Joe mendengarnya. "Ya tentu saja. Bukankah aku memanggil mu untuk ini juga?"
"Tidak mungkin majikan mengupasnya sendiri jika punya puluhan pelayan di rumah sebesar ini," sombongnya bak majikan galak.
Oh ayolah... ini bukan sifat Daisy yang suka bertindak semena-mena pada pelayannya. Daisy menghormatinya sebagaimana mereka menghormatinya.
Joe mengupas apel dan dibagi menjadi delapan bagian. Ini terlalu tipis tapi Daisy tak protes. "Mau disuapin?" Dia mengangguk tipis.
"Ini pertama kalinya seorang pelayan menyuapi ku. Tapi aku lebih suka, rasa lebih manis," ucapnya membuat Joe menggeleng kecil.
"Kakak datang langsung ke sini? Kakak tahu darimana alamatnya?" Tanya dia menoleh sekilas lalu menerima suapan dari Joe
"Kalau nggak kesini, nggak dapet tempat tinggal gratis. Dimas yang ngasih tahu. Kemarin sebelum berangkat, aku tanya."
Saat Joe menyodorkan kembali apel, Daisy sedikit menjauhkan wajahnya lalu akan mengambilkan namun Joe malah menariknya dan memasang wajah tersinggung. "Kenapa diambil? Mau makan sendiri?"
Daisy mengangguk polos, "Sini kak,"
Dengan gelengan kuat, Joe membantah. "Nggak, aku yang harus nyuapin atau kamu ngupas sendiri," ucapnya.
"Hadeh, kok dibuat ribet sih kak." gerutunya membuka mulutnya sedikit tak selebar tadi. "Mana muat kalau kecil gitu! Ayo bukak yang lebar," titahnya membuat Daisy mendengus kesal.
"Ribet ih!" Meski protes, Daisy tetap membuka selebar-lebarnya. "Kalau bunda tahu, habis aku dimarahin," ucapnya.
"Kenapa dimarahin?" Tany bingung Joe. "Ya iyalah, dari kecil aku di didik jadi wanita anggun. Eh kakak malah nyuruh makan bukak mulut lebar banget,"
"Kalau di depan aku ngak papa. Nggak usah dianggun-anggunin," kata Joe menyodorkan kembali buahnya.
"Eh kak, aku kok pengen martabak ya? Tapi di sini nggak ada yang jual. Kakak bisa bikin nggak?" Tanya Daisy perihal keinginannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta DAISY (Complete)
Teen Fiction"Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Daisy jatuh hati. Dia memang tidak pernah mendekati Daisy tapi Daisy menyukainya," kata Daisy di Malam yang sunyi bertabur bintang diatasnya. Senyumnya mengembang sempurna hingga tidak sadar terus memikirka...