Seperti yang dikatakan kemarin, Joe akan mengantar adik kesayangannya ke rumah Daisy. Dengan setelan kaos hitam yang dipadukan kemeja coklat karamel.
Setelah berpakaian cukup sopan, Joe melangkah keluar sambil memakai jam tangan silver miliknya. Sebenarnya Joe kurang suka pakai jam, tapi karena tidak bawa ponsel jadi terpaksa.
Joe menemui adiknya di lantai dasar, tadi Reandra sudah menemuinya yang bertepatan Joe habis mandi. Joe meminta adiknya untuk menunggu sebentar.
"Ayo," ajaknya menepuk lalu mengelus kepala Reandra yang membuat anak laki-laki itu mendongak.
Reandra mengangguk lalu turun dari kursi. Menggandeng tangan, oh lebih tepatnya jadi telunjuk Joe. "Kakak bawa uang kan? Kata Mama, suruh beli sesuatu dulu,"
"Mau beli apa memangnya?" Tanya Joe.
"Ehm... Gimana kalau buah pepaya? Dulu kak Daisy bilang, suka makan itu!" Jawabnya dengan sumringah.
"Jadi mampir ke supermarket dulu?" Joe naik sepedah montornya kemudian menyodorkan tangan sebagai tumpuan Reandra.
"Jangan di supermarket, dulu kak Daisy bilang lebih suka beli di toko buah langsung. Yang enggak masuk atau kena hawa dingin, katanya lebih seger," ungkap Reandra memegang baju kanan kiri Joe saat montor mulai membelah jalanan.
Joe memilih membeli buah yang paling dekat jaraknya dari rumah Daisy. Joe sedikit merasa aneh saat menatap satu buah pepaya besar.
Seumur-umur, baru pertama kalinya dia bertamu dengan membawa satu biji besar, sungguh.
"Kakak, nanti pulangnya aku mau beli coklat sama ciki," ucap Reandra saat kembali naik montor dan diangguki keras oleh Joe.
Montor kembali berjalan yang sebentar lagi masuk ke komplek perumahan di Kediri. Tidak butuh lama, hanya sekitar lima menit, montor Joe masuk ke dalam perkarangan rumah paling luas di komplek itu.
"Ayo!" Rendra menarik tangan Joe yang sibuk memegang kresek berisi pepaya.
"Eh, den Rama? Apa kabar? Sudah lama ngak ketemu," sapa pelayan yang dulu pernah cukup akrab dengannya.
"Bukan Rama lagi, Mbak. Tapi Reandra. Kabar aku baik seperti yang Mbak lihat," sahut Reandra.
Mbak itu terkekeh kecil hingga matanya menatapa Joe. "Ayo masuk, biar tak panggilin Nyonya besar,"
Mereka mengikuti Mbak sampai keduanya bisa melihat betapa luas dan mewah rumah yang sudah berdiri puluhan tahun ini.
Mereka dipersilahkan duduk di ruang tamu yang terlihat hangat dan elengan tanpa satu foto keluarga pun. Hanya figuran gambar ranting dan sedikit gucci besar menghiasi pojok.
"Ow tamunya, cucu nenek," kata Tia tiba-tiba datang di awasi mbak tadi dari belakang. Maklum, umur sudah.
Untuk menjaga dari hal tidak diinginkan, Tia terpaksa harus diawasi.
"Nenek!" Pekik Reandra memeluk erat tubuh Tia. Tangan keriput itu pun turut adil untuk mengelus rambut lembut Reandra.
"Apa kabar, sayang?" Tanya Tia.
"Baik, nek. Sangat baik. Keluarga ku tidak seperti yang aku pikirkan selama ini," sahutnya. "Tidak ada keluarga kejam di dunia ini, sayang. Yang ada hanya tidak bisa mengerti satu sama lain," kata Tia.
"Dan aku sangat beruntung mendapatkan keluarga yang saling pengertian. Apalagi kakak ku, dia yang terbaik," lanjut Rendra.
"Benarkah? Lebih terbaik mana, kakak mu atau kakak cucu ku?" Tanya Tia. Kakak cucu maksudnya Daisy.
"Mereka sama-sama yang terbaik. Terkadang mereka seperti ayah dan ibu, berusaha yang terbaik untuk anaknya," jawabnya.
"Hahaha, kamu ini." Tia membawa Reandra untuk duduk di samping. Keduanya sampai melupakan Joe yanh duduk diam bak patung pancoran.
"Weh... lo ngapain dirumah gue, sore-sore?" Tanya Dimas tiba-tiba datang dan duduk disampingnya.
Joe sedikit memberi jarak, kemudian merilik adiknya yang masih fokus berbicara dengan Tia. "Gue baru sadar, Rama adek lo,"
"Reandra," benah nya ketus.
Dimas tersenyum kikuk melihatnya, untuk menghilangkan rasa canggung. Dimas mengalihkan perhatiannya pada buah yang dibawa Joe.
"Wih pepaya kesukaan Daisy. Ngomong-ngomong soal dia, kapan ya dia pulang?" Guman Dimas dapat didengar oleh Joe.
"Pulang?" Lirihnya.
"Nek, kapan Daisy pulang? Ini sudah lumayan lama," tanya Dimas pada Tia.
"Nenek juga tidak tahu. Dia tidak mengatakan kapan pulang, terakhir nenek telepon dia beberapa hari yang lalu," jawabnya mengingat cucu perempuannya itu.
"Pulang? Memangnya kak Daisy kemana, Nek? Padahal tujuan aku kesini karena kangen kakak," ucapnya no basa-basi.
"Kakak mu pulang ke negara aslinya sana, California. Nenek angkatnya sakit jadi Daisy pulang," jawab Tia sekaligus memberi tahu akar dari masalah Joe.
Masalah pikirannya yang menghantuinya tentang dimana gadis itu.
"Yah... nahan kangen dong." Reandra terlihat frustasi dan malah ditertawakan oleh Tia.
"Meski, Nenek nggak tahu kapan pulangnya. Tapi kayaknya bentar lagi, soalnya katanya udah mendingan kok Maria," kata Tia berusaha menghiburnya.
"Maria?" Ulang Dimas.
"Dia mantan kepala pelayan disana. Usianya lebih muda delapan tahun daripada, Nenek. Hampir seumur hidupnya mengabdi di sana, ya walaupun dulu sebelum ditempatin alm.bibi kamu, udah disana duluan," jelas Tia.
"Yang bantu ngerawat Daisy kan dia, sampai di angkat atau lebih tepatnya dianggap nenek sama Daisy. Mangkanya Daisy sayang banget sama dia," lanjutnya tanpa diminta.
Semua mengangguk sebagai responnya. Tak terkecuali Joe. Sejak tadi Joe menyimak dengan seksama.
Obrolan terus berlanjut, meski tanpa Joe yang berbicara. Pemuda itu lebih asik bermain ponsel, ets... Joe melanjutkan proses membuat poster yang belum selesai.
æ
Selepas pulang dari rumah Daisy tanpa menemukan batang hidupnya sekali pun. Joe memenuhi janjinya kepada adiknya untuk mampir ke supermarket.
"Kak mau ini!"
"Kak mau ini!"
"Kak mau ini!"
Respon hanya mengangguk singkat tanpa senyum. Sejujurnya Joe, merasa risih diperhatikan oleh satu gadis.
Pergerakannya terus diperhatikan lihat mata dan kepala yang bergerak. Meski dia tetap menyaut saat temannya berbicara dengannya.
Tentu saja Joe tahu mengapa hal itu ternyadi, karena wajah. Ya, wajah tampan dan cantiknya lah yang menarik perhatian dia.
Persis seperti Daisy. Menyukai fisik tanpa hati. Joe sekarang tidak tahu apakah benar yang dikatakan Daisy itu benar tentang perubahan niat mengapa Daisy mendekatinya.
"Lo lihatin apaan sih? Gue ajak ngomong, madepnya nggak ke gue!" Protes temannya mengalihkan perhatiannya.
"Itu ada cowok, ganteng tapi cantik. Trus wajahnya kek selegram yang suka tunjukin roti sobeknya," jelasnya.
"Mana-mana?" Tanya temen menoleh kanan-kiri.
"Udah ketutup rak. Nanti gue tunjukin kalau kelihatan lagi," ujarnya tanpa niat pasti.
"Hm! Mending sekarang lo nganter gue ke lantai atas. Gue laper nih," kedua gadis itu pergi.
"Kak Joe?" Panggil seorang gadis yang berdiri didepan keduanya.
"Kak Matahari? Kakak di sini juga?" Tanya Reandra dengan mimik wajah semringah.
"Oh, hai Reandra. Iya, kakak lagi cari coklat batangan," jawab Matahari tersenyum lalu melirik Joe sejenak.
"Ayo," ajak Joe menarik bahu Reandra untuk mengikutinya dan meninggalkan Matahari.
"Main nylenong aja kak!" Pekiknya malah menarik perhatian orang sekitar. Jadi malu sendirikan sambil menggaruk rambut dan tersenyum kikuk.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/307835323-288-k15419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta DAISY (Complete)
Roman pour Adolescents"Dia adalah laki-laki pertama yang membuat Daisy jatuh hati. Dia memang tidak pernah mendekati Daisy tapi Daisy menyukainya," kata Daisy di Malam yang sunyi bertabur bintang diatasnya. Senyumnya mengembang sempurna hingga tidak sadar terus memikirka...