Kunjungan mereka ke yayasan minggu lalu berhasil membuat Gigi terus kepikiran soal solusi yang Mark tawarkan padanya, solusi buat mereka. Salah satu solusi yang bisa mereka pilih sembari menunggu miracle itu muncul. Karena sedang bingung, dia mencoba untuk mencurahkan kebingungannya pada Yuri——ibunya sendiri. Dia ingin tau jawaban dan sudut padang Yuri tentang keputusan adopsi. Karena mau bagaimanapun pada akhirnya kalau Mark dan Gigi benar benar jadi mengadopsi, anak yang mereka adopsi harus ikut berbaur dengan keluarga besar.
Sambil menunggu Mark menjemputnya untuk makan malam berdua, Gigi duduk memerhatikan Yuri yang tengah memanggang kue dan kini masih sibuk dengan adonan keduanya. "kamu yakin mau ngadopsi anak?" tanya Yuri.
"aku yakin Mi, tapi..."
"tuh masih ada tapinya gitu berarti belum yakin dong"
"kalau menurut Mamih gimana?" tanya Gigi dengan mata yang mengikuti kemanapun Yuri berjalan.
"Mama tanya dulu deh, kalau misalnya ntar kamu hamil nih ya, kamu nyesel gak adopsi anak?"
Gigi menghembuskan nafas nya, dia terdiam masih sibuk mencari jawaban itu di otaknya.
"tuh kan, kamu belum yakin sayang"
"tapi Marknya yakin mih, Marknya mau" ungkap Gigi.
"Gigi, iya emang Mark nya mau. tapi yang ngejalanin kan nanti kalian berdua, yang bakal biayain anaknya kan kalian berdua, bukan cuman Mark. lagipula apapun jawaban kamu pasti jadi pertimbangan buat Mark juga kan" jelas Yuri sambil mencampur bubuk kokoa ke wadah mixer yang tengah menyala.
"tapi Gigi gak enakan sama dia, Mih"
"Gi, di hubungan pernikahan tuuh gada yang gak enakan gak enakan. semuanya harus jelas dan jujur. jadi kalau emang kamu belum siap, bilang jujur ke Mark. jangan kamu iyain apa yang dia minta karena perasaan gak enakan kamu"
"lagipula kasihan anaknya toh, dia yang diadopsi gak tau apa apa tapi malah ngedapat kasih sayang yang timpang dari kamu sama Mark, hanya karena ketidakenakan kamu itu yang kesannya terpaksa" sambung Yuri kini menambah kecepatan mixer.
Gigi menggigit bibir bawahnya, jujur dia ingin menuruti permintaan Mark, tapi disisi lain dia juga belum siap menerima orang asing masuk ke keluarga kecilnya. Tapi kalau Gigi tolak dan tidak setuju dengan solusi yang Mark berikan, itu sama halnya malah bikin Mark makin pusing menghadapi mereka yang tiada habisnya.
"sekarang Gigi tanya, memang mamih sama papih gak masalah punya cucu yang bukan darah aku sama Mark?" tanya Gigi setelah menegak segelas air.
Yuri mengangguk kuat "gak masalah, ada yang salah memangnya dengan mengadopsi anak?"
"beneran enggak?" Gigi kembali bertanya mencoba menyakinkan Yuri.
"iya beneran enggak masalah. malah ntar mami seneng bakal punya temen cerita apalagi kalau yang kamu sama Mark adopsi tuh anak cewek. wah, mami jadi gak perlu ngarep banyak sama Cece mu buat anak cewek" jelas Yuri.
"Mih..."
"beneran deh Gi, mamih sama papih gak masalahin itu sama sekali. tapi kalau itu malah jadi masalah buat kamu, jangan diiyain. ngomong dulu sama suamimu. Mamih yakin pasti dia bakal ngerti" jelas Yuri.
"kamu tau kan Eyang ngejodohin kamu sama Mark karena Eyang yakin Mark anak baik baik yang gak mungkin nyakitin cucu kesayangannya ini" sambung Yuri mengungkit soal alasan almarhum eyang atas perjodohan mereka.
Sekitar 30 menit kemudian, terdengar suara Mark yang muncul di ruang makan. Dua wanita itu langsung menoleh pada sumber suara yang menyapa keduanya. Senyum Yuri mengembang membuat wanita berumur 50-an tahun itu terlihat begitu mirip dengan Gigi. "Malam mih" sapa Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect You ; Second Date II
Fanfic; Sequel of Second Date Dunia ini lucu sekali bukan? Every woman calls out "woman support woman" and a second after they demand a perfection from other women. Where is the freaking "woman support woman" that they are calling for? Kelanjutan dari ki...