Perubahan

1.7K 135 6
                                    

Tanpa terasa ini sudah hampir 2 bulan kulewati sejak kepulanganku kembali ke Seoul. Ya, kembali ke rutinitasku sehari-hari sebagai karyawan di sebuah perusahaan kecil di Seoul. Karena cutiku selama hampir 1 minggu saat aku berada di Busan setelah itupun pekerjaanku menumpuk.

Jennie sahabat sekaligus teman kantorku banyak membantu dimasa-masa sulitku selama ini. Ia tahu sejak kepulanganku dari Busan aku tidak dalam keadaan baik-baik saja. Selama masa sulit itu, Jennie banyak menghiburku. Dia tak pernah banyak tanya namun dia tahu apa yang harus dilakukan sebagai teman baik selama ini, itu yang aku suka dari dirinya.

Siang itu, seperti biasa kami berdua makan siang bersama disebuah cafe kecil yang letaknya hanya beberapa blok dari kantor kami.

"Nafsu makanmu sepertinya berkurang akhir-akhir ini kenapa, Lis? Apa kau sedang diet?" Tanya Jennie penasaran saat melihatku hanya menatap dan memainkan spageti yang aku pesan sejak tadi.

"Tidak kok, aku hanya agak merasa sedikit kembung sudah beberapa hari ini." Jawabku yakin.

"Hmm, apakah kau sakit? Kau kurang tidur?" Jennie bertanya perhatian, ia menatap penuh selidik wajahku dan hal itu tentu saja membuatku risih dan tertawa geli melihat tingkahnya.

"Kau ini, apakah aku terlihat lucu?!" Komennya kesal.

"Hahaha, entahlah hanya saja setiap bersamamu aku selalu merasa bahagia, Jennie. Terima kasih ya, karena kau sudah menjadi sahabatku selama ini." Ucapku tulus.

"Kau ini, kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu? Apa kau selama ini tidak bahagia jika tak bersamaku begitu?" Tanya Jennie ingin tahu.

Aku hanya tersenyum tipis saat mendengar ucapannya.

"Ya, kurasa begitu Jen. Aku beruntung mengenalmu di kota ini, kota yang bagiku sangat asing sejak aku nekad menginjakkan kaki seorang diri di Seoul. Seakan memang takdir telah sengaja membawaku untuk datang ke kota ini agar aku bisa merasakan kebahagiaan yang selayaknya." Aku berucap dengan tatapan kosong.

"Hey, kenapa kau jadi sentimentil begitu? Aku merasa kau cukup sangat aneh sejak kepulanganmu dari Busan beberapa waktu yang lalu. Katakan padaku sekarang, kau baik-baik saja? Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padamu disana kan, Lis? Jennie terus bertanya cemas.

"Aku baik-baik saja! Kau melihat sendiri bukan?" Sahutku mencoba tersenyum lebar di depan Jennie sekarang, namun disaat yang sama itu pula aku merasa tak enak dalam perutku, serasa mual dan ingin muntah.

Susah payah aku menahannya dengan telapak tangan kanan yang kututupi mulutku.

"Oohg, Oohg!"

Tak bisa menahannya lagi akupun berlari cepat menuju ke toilet cafe itu. Tak kupedulikan tatapan penuh tanya Jennie padaku saat ini.

"Uuueekkkkk. Uuuueekkk!!!"

Segera saja aku muntahkan isi dalam perut yang sejak tadi terasa mengaduk-aduk perutku setelah sampai ditoilet. Sedikit agak lega terasa sekarang, namun keringat dingin dan sedikit pusing kini kurasakan.

ku sandarkan tubuhku di dinding toilet dengan wajah kuyu dan lemas. Hingga aku menyadari Jennie berlari cepat menyusulku masuk ke toilet.

"Kau tak apa-apa, Lis?! Astaga wajahmu pucat sekali!!" Pekik Jennie saat melihat keadaanku sekarang.

Aku menatapnya lemah dengan pandangan sedikit kabur saat itu karena aku rasa pusing dikepalaku. Jennie yang melihatnya langsung saja memapah tubuhku untuk bisa berjalan.

"Aku rasa kau tidak dalam keadaan baik-baik saja, Lis. Jika kau tidak enak badan seharusnya kau jangan memaksakan diri begini!" Tegurnya perhatian.

"A-ku hanya merasa sedikit pusing, Jen." Sahutku lemah.

"Lebih baik sekarang kau kuantarkan pulang ke rumah ya, aku akan meminta izin untukmu kepada kepala manager hari ini, okay?" Tawarnya.

"I..ya, baiklah Jen. Terima kasih ya." Sahutku lirih.

"Sudahlah kau tak perlu sungkan."

©©©©

Aku terbaring dalam kamarku seorang diri, menatap langit-langit kamarku dengan tatapan kosong. Keadaanku sudah agak membaik setelah aku mengistirahatkan diri.

Namun entah mengapa ada rasa cemas dalam hatiku, hingga aku pun berpikir apa ada yang salah dalam diriku?

Sejak kepulanganku beberapa minggu yang lalu dari Busan kuakui aku memang merasa kosong dan ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Kepergianku membawa luka, aku yakin aku bisa pulih dengan seiring waktu. Hanya itu yang kuyakini selama ini.

Hingga aku dengan tanpa sadar mengingat akan satu hal, segera saja aku bangkit dan melihat kalender yang terpasang di dinding kamarku dan aku lemas seketika saat melihatnya.

Siklus bulanan?! Kenapa aku tak mengingatnya selama ini? Sungguh ceroboh!!

Karena kesibukanku dikantor sehingga aku sampai melupakan hal penting itu.

Aku baru saja menyadari kalau ini sudah bulan ke dua aku tidak menstruasi. Astaga apakah mungkin?? Tidak!! Jangan sampai terjadi!!

Hanya satu jalan untuk memastikannya. Maka tanpa pikir panjang lagi, segera aku menyiapkan diri bersiap-siap menuju apotek terdekat.

.....

....

"Bagaimana ini, bagaimana...?? Apa yang harus aku lakukan??"

Aku merasa lemas seketika saat harus melihat kenyataan hasil garis dua yang ada di tes kehamilan yang baru saja aku beli di apotek tadi.

Aku hamil dan ini adalah anak dari Jeon Jungkook, adik iparku sendiri. Aku limbung dan menangis saat itu juga. Tak tahu harus bagaimana untuk menghadapi semua ini seorang diri. Apa yang harus aku lakukan?

Aku tak tahu, semua terasa gelap didalam pikiranku.

Lama aku berpikir dalam kewarasan yang masih tersisa, tak ku pedulikan kedua mata yang kini membengkak karna air mata. Akupun akhirnya bertekad untuk mempertahankan anak yang masih dalam kandunganku ini karena aku bukanlah seorang pengecut untuk bisa lari dari kenyataan buruk yang kini menimpaku.

Bukankah aku sudah terbiasa melakukan segalanya seorang diri selama ini?

Lalu kenapa aku harus takut!? Hanya itu yang kuyakin sekarang, maka dengan tekadku yang sudah bulat akupun akan mempertahankan dan membesarkan anakku ini seorang diri.

****

Biarkan Aku Pergi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang