Cemburu

1.8K 123 1
                                    

Karena merasa tak enak hati menolak ajakan atasanku sendiri, maka akhirnya pun aku mau menerima ajakan Mr. Kim untuk mengantarkanku pulang malam itu sepulang dari kantor.

Selama dalam perjalanan aku merasa sangat canggung karena harus satu mobil bersama atasanku yang terkenal dingin untuk pertama kalinya.

"Apa kau merasa tidak nyaman karena bersamaku, Lisa?" Tanya Mr. Kim mengusik kesunyian, pandangan tetap fokus ke depan.

"Ma-af Mr. Kim, Karena ini untuk pertama kalinya bagi saya." Jawabku jujur seraya sedikit menundukkan kepala.

"Aku rasa kau bukan tipe wanita pemalu, Lisa. Jangan terlalu sungkan padaku karena kita akan sering bertemu setiap harinya bukan?" Mr. Kim menyahut tenang.

"Jangan salah paham, aku bisa bicara begitu karena kulihat di presentasimu tadi kau adalah wanita kepercayaan diri tinggi dan optimis, jujur aku suka kau yang seperti itu karena kau bisa menjadi sekretaris yang sesuai harapanku, Miss. Jung." Mr. Kim menambahkan dengan wakah datar dan tanpa ekspresi.

"Terima kasih pak, tapi saya rasa anda terlalu banyak memuji. Saya masih banyak kekurangan dan masih perlu banyak belajar menjadi sekretaris seperti yang bapak harapkan." Sahutku merendah.

"Aku percaya padamu, Jung Lalisa, penilaianku tak pernah salah selama ini." Ujarnya yakin, tentu saja jawaban itu seakan membuatku lebih percaya diri dan bisa diterima dimata Mr. Kim yang dikenal sebagai CEO dingin dan kejam.

"Saya turun disini saja pak, terima kasih karena telah memberikan saya tumpangan." Tuturku saat aku sudah sampai di depan flat tempat tinggalku selama hampir 10 tahun di Seoul ini.

"Apa kau tinggal seorang diri disini?" Tanya Mr. Kim ingin tahu.

"Tidak pak, saya tinggal bersama dengan teman saya." Jawabku dusta karena tentu saja aku belum mengatakan kenyataan yang sesungguhnya pada atasanku saat ini.

"Syukurlah kalau begitu, tidak baik seorang wanita tinggal seorang diri dikota besar ini bukan?"Sahut Mr. Kim dan aku hanya mengangguk seraya tersenyum tipis.

"Baiklah, kau masuklah kedalam rumahmu, aku pamit dulu. Sampai jumpa esok hari, Lisa." Ucap Mr. Kim berpamitan.

"Baik pak, hati-hati dijalan." Jawabku melepas kepergiannya, setelah melihat mobil Mr. Kim hilang dari pandanganku saat itu juga aku mendesah dengan nafas berat.

"Fuuuhhh... hari yang melelahkan."

Akupun berbalik, namun disaat yang sama itupula aku baru menyadari ada sepasang mata tajam yang tampak sedang mengawasiku disebuah mobil yang aku kenal.

"Astaga, sejak kapan ia berada disana dan mengawasiku?! Apa ia mengikutiku sejak aku keluar dari kantor tadi?!"

Menyadari aku sudah melihatnya, sosok yanb berada didalam mobil itupun keluar dengan wajah tanpa ekspresi dan berjalan mendekatiku.

"Bagus sekali, Jung Lalisa. Jadi ini alasanmu menolak tawaranku tadi siang? Kau menjadi sekretaris kesayangan CEO ternyata." Ucapnya dingin dan menusuk.

"Bukan urusanmu! dan kenapa kau mengikutiku seperti orang penguntit?! Kurasa itu tidak pantas dilakukan oleh seseorang pengusaha besar dan berpendidikan sepertimu!" Sindirku menohok pada sosok yang kini menatap tajam padaku.

"Apa kau lupa, bukankah aku sudah bilang padamu kalau aku akan mengawasimu selama aku berada di Seoul." Sahut Jeon Jungkook percaya diri.

"Kau tidak berhak Jeon Jungkook!! Berentilah bersikap kekanakkan!" Protesku kesal.

"Tentu saja aku berhak karena aku mencintaimu!" Sahutnya lantang.

Seakan tak peduli dengan ucapannya akupun berbalik dan hendak meninggalkannya dengan berjalan cepat menuju flat ku yang berada di lantai 3 gedung ini. Namun tanpa kuduga Jungkook mengikutiku dari belakang. Sadar hal itu tidak aman, akupun menghentikan langkahku dan menegurnya lagi.

"Berhentilah mengikutiku Jeon Jungkook! Kumohon kau pergilah, aku lelah berdebat denganmu. Aku ingin istirahat malam ini." Ucapku memohon.

"Tidak sebelum aku tahu dimana kau tinggal selama ini. Dan lagipula, apa kau tidak merasa malu ataupun kasihan membiarkan adik iparmu ini terlantar seorang diri dikota besar ini ataupun sekedar menyapa mengajak minum kopi di rumahmu." Jawab Jungkook dengan tampang pura-pura bodohnya.

"Kau jangan bermimpi Jeon Jungkook! Sampai kapanpun kau tak boleh masuk ke dalam rumahku!" Sahutku tegas.

"Kenapa? Apa kau takut kalau kau selama ini tinggal dengan orang lain atau kau takut kalau aku tahu siapa teman kencanmu selama ini?"

"Jaga bicaramu, Jungkook! Jaga batasanmu!" Tegurku marah dengan tatapan berapi-api.

"Dengar, Lisa semakin kau menolak semakin aku yakin ada yang kau sembunyikan dariku saat ini." Ucap Jungkook seraya menyentuh salah satu pergelangan tanganku.

Aku yang saat itu kehilangan kata-kata hanya bisa mendelik dan menatap marah padanya.

"Ya, aku tinggal dengan seseorang! Apa kau puas?!" Seruku marah.

"Siapa dia?! Katakan padaku siapa?!" Kulihat kemarahan dimata Jungkook dikedua matanya kini.

"Kau tak berhak tahu, ini hidupku Jeon Jungkook, jadi silahkan kau pergi sebelum aku berteriak lebih keras lagi dan orang-orang penghuni gedung ini akan keluar lalu mengusirmu dengan kasar!" Ancamku marah.

Lama kami bertatapan dengan menahan emosi satu sama lain hingga akhirnya pun Jungkook menyerah.

"Untuk kali ini aku melepasmu, Jung Lalisa tapi tidak untuk selanjutnya. Cepat atau lambat aku akan tahu siapa saja orang yang menjadi teman kencanmu selama ini!" Setelah mengucap kaliman itu, Jungkook berlalu pergi dengan wajah marahnya.

Aku tak peduli, yang penting untuk saat ini aku bisa bernafas lega sekarang, karena hari ini aku bisa lolos dari Jungkook untuk menutupi keberadaan Haruto yang susah payah ku sembunyikan.

Tapi untuk selanjutnya aku tak bisa terus menerus seperti ini karena aku tahu siapa itu Jeon Jungkook. Dan aku harus bertindak cepat sebelum Jungkook tahu keberadaan Haruto.

Ya, aku harus melakukan sesuatu sebelum terlambat.

"Ibu, Haruto rindu ibu!" Seru Haruto saat aku masuk kedalam rumah dan kini sudah disambut hangan oleh si kecil Haruto.

Haruto berlari kecil menghampiriku dan langsung bergelayut manja dengan tubuh kecilnya yang menggemaskan. Kuciumi dia dengan penuh sayang seakan tidak ada hari esok.

"Ibu juga rindu padamu sayang..." Ucapku lirih seraya mencium hidung mancungnya yang mungil.

"Apa kau hari ini menjadi anak penurut, Haruto hmm?" Tanyaku.

"Hari ini kau tidak dibuat report karena Haruto kan Umji?" Tanyaku pada Umji, pengasuh yang sudah lama menjaga Haruto selama ini.

"Tidak, nyonya. Seperti biasa Haruto selalu menjadi anak penurut!" Jawab gadis yang masih berusia muda itu.

"Syukurlah, kau hebat jagoan Ibu!" Pujiku para Haruto yang masih bergelayut manja padaku dan Haruto hanya tertawa senang mendengarnya.

...

...

Malam itu juga setelah aku menidurkan Haruto, aku menelepon Jennie.

"Ya, hallo Lisa. Tumben sekali kau meneleponku malam-malam begini, ada apa?" Jawab Jennie di sambungan teleponnya.

"Maaf Jen, menganggumu malam-malam begini. Ada hal yang sangat penting yang ingin aku katakan padamu sekarang."

"Wow, benarkah sepenting itu? Kau membuatku penasaran saja. Apa ini tentang pekerjaan barumu?" Tebak Jennie.

"Untuk saat ini masalah di perusahaan masih bisa ku atasi, Jen tapi ini lebih penting dari itu. Ini tentang Haruto, lebih tepatnya ayah dari Haruto."

"What?! Astaga! Kau serius Lisa?!!" Pekik Jennie cukup keras di seberang sana.

"Ya, Jen. Maka dari itu aku membutuhkan bantuanmu dan Yoongi, apakah kau mau membantuku Jen? Aku mohon..."

"Tentu saja Lisa, apa yang bisa ku lakukan untukmu dan Haruto?"

"Besok weekend kita bertemu ya, akan kuceritakan semuanya padamu. Tapi sebelum ini aku akan sangat berterima kasih padamu karena hanya kau dan Yoongi yang bisa menolongku.$

   ****

Biarkan Aku Pergi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang