"Apa?!!! Jadi pasangan menawan yang tadi kami temui itu adalah adikmu dan adik iparmu?!! Jennie berseru tak percaya dan aku hanya mengangguk lemah.
"Astaga, Lisa astaga!!! Aku tiba-tiba merasa duniaku berputar-putar!" Ucap Jennie seraya menyentuh kedua pelipisnya.
Aku tahu sahabatku yang satu ini memang konyol dan sedikit kocak namun aku bisa mengerti bagaimana syoknya dia setelah ia tahu bahwa pasangan yang menolong Haruto tadi adalah adik dan adik ipar sekaligus ayah kandung Haruto, putraku.
"Pantas saja, pria tampan tadi begitu mirip dengan Haruto. Haiss, memang darah lebih kental daripada air. Bila aku jadi kau, entahlah aku sudah tidak bisa waras lagi." Jennie berkomentar, kini ia menaikkan kedua alisnya.
"Lalu kau akan bagaimana, Lis? Mereka berdua sudah mengentahui keberadaan Haruto, walaupun mereka belum tahu kau ibunya secara langsung tapi kau tidak bisa selamanya menghindar bukan?" Tanya Jennie padaku.
"Aku tak tahu, Jen. Aku merasa benar-benar buntu." Sahutku putus asa.
"Kurasa jalan satu-satunya kau harus menikah Lis, kau harus membuka hatimu pada pria lain dan menikah dengannya karena dengan menikah statusmu jadi lebih jelas dan tidak akan banyak pertanyaan oleh berbagai pihak." Tutur Jennie memberikan solusi.
"Menikah bukan main-main, Jen! Aku tak akan bisa secepat itu mencintai pria asing lalu kemudian menikahinya, itu sangat konyol!" Protesku tak suka.
"Tapi kau bisa berpura-pura mencintai pria calon suamimu nanti kan?"
"Hah?? Apa maksudmu, Jen? Aku tak mengerti." tanyaku bingung.
"Maksudku, kau carilah pria yang bisa berpura-pura menjadi kekasihmu kalau perlu kau menikah dengannya." Tutur Jennie dengan senyuman lebar dan penuh percaya dirinya.
"Itu konyol, Jen! Aku tak bisa!" Tegasku.
"Haisa, kau memang benar-benar susah diajak bicara jika tentang pria." Ucap Jennie, ia mendengus tak habis pikir dan aku hanya bisa menatapnya tak mengerti.
"Jika kau ingin lepas dari ayah kandung Haruto maka hanya itu jalan satu-satu yang aku pikirikan, Lisa. Setidaknya bukalah hatimu untuk pria lain, aku yakin banyak pria yang menantikanmu diluar sana." Ujar Jennie menambahkan, kali ini kulihat raut wajahnya tampak serius.
Aku diam selama beberapa saat, mencoba memahami solusi yang diberikan Jennie padaku.
"Kurasa kau benar Jen, aku akan mencobanya." Sahutku kemudian.
"Aku hanya bisa memberikan solusi Lisa, tapi untuk segala keputusannya hanya kau sendiri yang menentukannya, karena hidupmu adalah pilihanmu, hanya kau sendiri yang tahu itu." Ucap Jennie seraya menyentuh lembut kedua tanganku dengan tatapan teduhnya.
"Terima kasih Jen, hanya kau yang bisa mengerti aku." Sahutku tulus.
***
Hari berlalu begitu saja, dengan kesibukan dan rutinitasku sebagai seorang sekretaris CEO LotteChamical.
Kucoba untuk mengalihkan pikiranku tentang Jungkook ataupun Eunha karena aku tak mau terus hanyut dalam ketakutanku sendiri selama ini.
Selama hampir seminggu akupun terbebas dari teror Jungkook, sejak pertengkaran kami malam itu aku tak lagi bertemu dengannya lagi. Untuk segala hal mengenai pekerjaan di proyek Jungkook menyerahkan tugasnya pada asisten pribadinya. Dan aku bersyukur untuk itu, karena hal itu dapat mengurangi pertemuan kami secara langsung.
Kehadiran Eunha di Seoul mungkin adalah satu alasannya, namun aku tak peduli. Bukankah itu bagus? Hal itu membuktikan hubungan suami istri mereka berjalan dengan baik selama ini, seperti yang aku harapkan. Namun entah mengapa jauh dalam hatiku kenapa hati ini merasa sesak setiap mengingat apalagi melihat secara langsung kebersamaan mereka?
"Kau baik-baik saja, Lisa? Kenapa wajahmu terlihat pucat?" Tanya Rose mengejutkanku.
Aku yang saat itu tengah sibuk menyiapkan berkas proyek yang harus ditanda tangani untuk Mr. Kim, pun merasa linglung untuk sesaat itu.
"Ya?? Aku baik-baik saja, Rose. Apa terlihat seperti itu?" Balikku seraya menyentuh pipiku dengan spontan.
"Sangat terlihat jelas, kau tidak terlihat seperti biasanya. Kalau kau kelelahan janganlah memaksakan diri, Lisa, tidak baik untuk kesehatanmu." Ujar Rose mengingatkan.
"Ya, terima kasih Rose atas perhatianmu tapi aku masih banyak pekerjaan karena besok akan ada rapat para direksi." Jawabku lirih.
"Kau akan lembur lagi hari ini? Astaga, Lisa kau luar biasa, aku salut dengan semangatmu." Puji Rose dan aku hanya membalasnya dengan senyuman yang dipaksakan, karena sejujurnya aku merasa sangat lelah hari ini.
Mungkin karena kesibukanku akhir-akhir ini, aku merasa sedikit kelelahan. Namun aku tak terlalu memikirkannya karena saat ini yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa fokus bekerja dan menjadi sekretaris yang profesional dan berdedikasi untuk perusahaan ini.
Aku melirik arloji yang ada ditanganku, kulihat sudah pukul 7 malam lewat, sedikit lagi pekerjaanku selesai, hanya tinggal memberikannya pada Mr. Kim yang masih ada diruang kerjanya.
Malam ini hanya tinggal kami berdua yang masih ada didalam kantor dan lembur bekerja karena memang besok akan ada rapat direksi yang cukup penting untuk Mr. Kim.
Kuketuk pintu ruang kerja Mr. Kim saat itu semua berkas yang ditunggu sudah siap ditanganku.
"Ya, masuk Lisa." Sahut suara dari balik pintu.
"Ini berkas yang sudah saya siapkan untuk pak" ucapku seraya menyerahkan tumpukan file yang aku bawa pada Mr. Kim.
"Terima kasih, Lisa. Kau sudah banyak membantu. Setelah ini kau bisa pulang, jika kau mau, kita bisa pulang bersama lagi. Ini sudah cukup malam, tak baik wanita sendirian pulang malam-malam bukan? Dan lagipula anggaplah ini ucapan terima kasihku karena kau mau menemaniku lembur malam ini." Ucap Mr. Kim perhatian.
"Baik pak, saya berterima kasih atas perhatiannya. Jika itu tidak merepotkan pak CEO sayapun tak bisa menolaknya." Sahutku.
"Tak perlu sungkan, Lisa. Karena kau adalah sekretarisku sudah sepantasnya aku memberikan perhatian karena kinerjamu baik. Aku tahu kau pasti lelah beberapa hari ini, karena mengurus proyek besar kita di Denver." Ucap Mr. Kim, kali ini ia menatapku dengan tatapan teduh, bukan dingin seperti biasanya.
"Tidak pak, saya hanya berusaha melakukan tugas saya dengan baik. Baiklaj kalau tidak ada yang pak CEO butuhkan lagi, saya permisi dulu." Tuturku pamit karena tiba-tiba aku merasa pusing yang amat sangat, susah payah aku menahannya agar tak terlihat di depan Mr. Kim.
"Baik silahkan, 5 menit lagi aku turun, kau bisa tunggu aku dibawah, kita pulang bersama." Sahut Mr. Kim dan aku hanya mengangguk tanda mengerti.
Setelah aku keluar dari ruangan Mr. Kim saat itupun aku merasa tubuh ini terasa lemas dan lelah untuk bisa berdiri lagi, pusing di kepalaku membuat pandanganku kabur dan terasa berkunang-kunang.
Susah payah aku menahan tubuh ini agar aku tidak ambruk dengan meraih dinding tembok sebagai penyangga tubuhku, namun entah bagaimana aku merasa sudah sangat lemah dan tidak ingat apa-apa lagi setelahnya.
©©©©
BRUKKKK!!!!
Kim Taehyung tersentak seketika kita mendengar suara dari balik pintu ruangan kerjanya. Merasa ada yang tidak beres, ia pun segera bangkit dan berlari keluar, pemandangan yang dilihatnya begitu mengejutkannya sekarang.
"Astaga, Lisa?!!!!"
Segera saja ia menghampiri tubuh yang kini terkapar tak sadarkan diri di lantai itu. Ia panik saat ini juga ketika melihat sekretarisnya ambruk tak sadarkan diri.
Dengan sigap ia menggendong tubuh Lisa dan membawanya turun kelantai bawah menuju tempat parkir mobil miliknya, namun saat ia hendak membuka pintu mobil sebuah tangan menghalangi niatnya.
"Apa yang kau lakukan pada Lisa, Mr. Kim?!!" Tanya Jeon Jungkook dengan tatapan berapi dan ekspresi wajah menyeramkannya saat ini.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Aku Pergi (END)
RandomAdikku eunha memang gadis yang manis sejak dulu, ia adalah putri kesayangan Mom dan Dad. Berbanding terbalik denganku yang selalu mandiri sejak kecil, karena kasih sayang Mom dan Dad memang sepenuhnya mereka curahkan untuk eunha selama ini. Jarak us...