Kemarahan

1.6K 125 7
                                    

"Haruto...?!!!"

Sungguh Jeon Jungkook tak menyangka dengan kenyataan ini. Ia merasa sekarang bagai di tampar keras-keras dan dihempaskan ke sebuah tempat yang jauh ke tempat yang ia sendiri tak mengerti.

"Ba-gai-mana bisa..., Bagaimana??"

Kedua tangannya menyentuh seluruh wajah dan rambut di kepalanya. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana, apakah ia harus senang, bahagia, sedih atau kecewa? Setelah tahu kenyataan ini.

Ia sangat yakin akan satu hal, ya Jeon Jungkook sekarang tahu kenapa selama ini Lisa selalu berusaha mati-matian menolak ketika ingin berkunjung kerumahnya ataupun sekedar meminta waktu untuk menghabiskan waktu berdua melepas rindu.

Tak ingin bersikap seperti orang bodoh lagi, maka tanpa menunda waktu segera ia bergegas menuju ke suatu tempat, dimana ia akan mendapatkan jawaban atas semua kebenaran yang baru saja ia ketahui setelah selama ini.

©©©©

Aku baru saja selesai menidurkan Haruto dan beranjak bangkit dari ranjang hendak mengambil minum di dapur.

Hari ini cukup melelahkan bagi Haruto hingga ia begitu cepat terlelap karena tak seperti hari biasanya. Weekend kali ini memang cukup spesial bagi kami berdua, aku dan Haruto karena sejak pagi tadi kami berdua menghabiskan waktu bersama untuk pertama kalinya dengan Kim Taehyung.

Atasanku sendiri sekaligus calon ayah baru bagi Haruto.

Ya, aku sudah memutuskan kalau aku akan menikah dengannya nanti, untuk sementara waktu. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan untuk bisa lepas dari bayang-bayang Jeon Jungkook.

Saat aku tengah sibuk berada di dapur, samar-samar ku dengar suara ketukan dari pintu luar.

"Malam-malam begini tak seperti biasanya ada yang bertamu." Pikirku dalam hati.

Maka segera saja aku bergegas menuju pintu luar membuka pintu dan akupun terkejut setengah mati setelah melihat sosok yang ada didepan pintuku sekarang.

"Jeon Jungkook?!! Ke-na-pa kau bisa disini...?!" Tanyaku syok dan kaget bercampur jadi satu.

"Kau berhutang penjelasan padaku Jung Lalisa!!" Ucapnya dengan tatapan seakan ingin menalan hidup-hidup dan tanpa aku duga ia menerobos masuk kedalam rumah, menyadari hal itupun aku cepat-cepat menghalanginya.

"Apa yang kau lakukan Jungkook!? Ini rumahku! Kau tak boleh masuk sembarangan, kau mengerti?!!!" Tegurku panik, kutarik lengan kokoh dan jaket yang ia kenakan, menghalangi sekuat tenaga agar ia tak bisa masuk ke dalam.

Namun seperti kesetanan, Jungkook tetap menerobos masuk kedalam rumahku hingga aku pun terpaksa berbuat nekad menampar wajahnya karena merasa frustasi.

Plaaakkk!!!

"Aku punya batas kesabaran, Jeon Jungkook!! Dan kau sudah membuatku hilang kesabaran!" Makiku marah.

Jungkook diam seketika, ia menatapku penuh arti namun bukan tatapan kemarahan atau kebencian karena aku telah menamparnya, sungguh reaksi yang diluar dugaan.

"Kenapa kau marah setiap aku mendatangimu, Lis? Katakan padaku?! Apa kau menyembunyikan hal penting selama ini dariku?!" Jungkook bertanya.

"Kau tidak punya wewenang untuk bertanya Jeon Jungkook, ini hidupku. Aku melakukan apapun itu adalah hakku dan kau tak berhak untuk mengatur hidupku!"

"Selama ini aku tak pernah mengatur hidupmu, Lisa! Tapi kau menyembunyikan kebenaran selama ini dalam hidupku adalah suatu kesalahan! Kau tak berhak melakukannya!" Jungkook berseru, gerakan rahangnya kaku seakan menahan kedongkolan yang ia rasakan.

"Apa maksudmu?!" Seruku bertanya, jantungku berdetak kencang saat itu juga, firasatku mengatakan kalau Jungkook tahu semuanya.

"Haruto adalah putraku! Benar kan itu Lisa?! Katakan padaku apakah kau selama ini mengandung putraku dan aku tak tahu kebenaran ini hingga sampai saat ini?! Kau benar-benar kejam Jung Lalisa!!"

Astaga, Ya Tuhan. Aku lemas seketika saat mendengarnya, ternyata benar ia sudah tahu keadaan Haruto. Tapi bagaimana? Bagaimana ia bisa tahu??

Tak ada kata yang dapat kuucapkan untuk menyangkal semua pernyataan pria yang kini ada didepanku, dapat kulihat kekecewaan jelas tercermin diwajahnya kini.

Kusandarkan tubuhku di dinding, agar dapat menampung berat tubuhku yang berubah lemas seketika. Kini Jungkook mendekatiku dan tatapan kami bertemu saat itu juga.

"Kau tak bisa menyembunyikan kebenaran itu dariku lagi, Lisa. Karena sekarang aku sudah tahu semuanya. Kau tahu, betapa aku mencintaimu begitu besar, tapi aku tak menyangka kau akan begitu kejam menorehkan luka sebesar rasa cinta ini, Lis. Begitu tak berarti kah aku dalam hidupmu, hingga kau memutuskan kalau aku tak berhak tahu kalau Haruto adalah putraku?"

"Cukup, aku mohon cukup Jungkook! Kurasa kau tahu kenapa aku terpaksa melakukannya, aku tak perlu menjelaskan padamu Jeon Jungkook. Apapun kenyataannya, Haruto adalah putraku, kau hanyalah ayah biologisnya. Aku adalah ibu sekaligus ayahnya selama ini, jadi kau tak berhak menghakimiku karena selama ini aku sendirilah yang menghadapi semuanya seorang diri!" Ucapku dengan suara serak, dadaku bergejolak hebat saat mengatakannya seolah menahan bebar berat yang amat sangat.

Saat itu pula Jungkook semakin mendekatkan dirinya padaku, hingga dapat kurasakan tubuh kami saling bersentuhan, ia menempelkan keningnya di keningku dengan kedua mata yang terpejam. Begitu jarak dekat diantara kami sekarang hingga dapat kurasakan dengan jelas hembusan nafasnya yang hangat menyapu wajahku kini.

"Maafkan aku, sayang jika aku membuat hidupmu menderita. Aku tak pernah menyangka semua akan terjadi seperti ini. Kau adalah hidupku, nafasku. Dan aku gila jika tanpamu. Semua itu terjadi di luar kemampuanku, jika saja kau jujur padaku mungkin kita memperbaiki segalanya seperti di awal, dan kau tak sendirian lagi menghadapi semuanya disini."

"Aku tak butuh rasa belas kasihanmu padaku, Jungkook. Aku baik-baik saja hidup bersama dengan Haruto disini walaupun tanpamu." Aku menjawab dingin.

"Jika aku tak pantas lagi untuk bersamamu setidaknya izinkan aku tetap mencintaimu. Dan berikan aku kesempatan untuk bisa memperbaiki semuanya, untuk mendapatkan maaf darimu dan mengenal anak kita, aku mohon. Maafkan aku sayang."

***

Biarkan Aku Pergi (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang