[PRELUDE 2] - Ibram Savero

3.7K 339 18
                                    

PRELUDE 2 : Perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PRELUDE 2 : Perempuan

•••

Dari kecil, gue terbiasa hidup dengan dikelilingi perempuan. Gue punya satu orang kakak perempuan, Mbak Saras yang usianya dua tahun di atas gue. Gue punya dua adik perempuan, mereka kembar, Vina dan Viona, lima tahun di bawah gue. Gue punya satu orang ibu—dan nggak akan nambah lagi.  Satu orang ayah—beliau laki-laki, tentu saja. Ayah jadi orang ganteng nomor satu di rumah sebelum akhirnya meninggal dunia waktu usia gue tujuh belas tahun, yang membuat gue akhirnya jadi orang paling ganteng di rumah.

Gue punya lebih banyak tante dibandingkan om, lebih banyak sepupu perempuan. Dan hal itu membuat gue bisa mengerti perasaan perempuan dengan baik—seenggaknya menurut gue.

Gue punya empat mantan yang jenis kelaminnya perempuan semua. Gue juga ... tentu saja ... masih suka sama perempuan dan akan terus suka sama perempuan—nggak pernah berniat untuk menyukai laki-laki, dalam artian ... ya ... begitu.

Entah takdir atau bagaimana, gue selalu hampir berurusan dengan perempuan di mana pun. Di sekolah, dari SD sampai SMA, gue selalu berada di kelas yang murid perempuannya lebih banyak daripada laki-laki. Di SD, guru yang mengajar hampir semuanya perempuan. Gue pernah mencalonkan diri sebagai ketua kelas waktu SMP kelas dua, tapi gue kalah suara dengan calon lain yang seorang perempuan. Gue memutuskan ikut OSIS ketika SMA, dan lagi-lagi semesta seolah memang mempersiapkannya untuk gue, gue masuk ke bagian di mana empat dari enam anggotanya adalah perempuan.

Di kampus ..., nggak jauh berbeda dengan kehidupan gue sebelumnya. Gue mengambil jurusan Desain Grafis yang beruntungnya di kampus gue—gue nggak tahu kampus lain bagaimana—antara mahasiswa dan mahasiswi bisa dikatakan nyaris sama. Gue bisa bernapas dengan lega karena gue pikir gue sudah terlepas dari segala hal tentang perempuan di sekeliling gue, kalau saja setiap pembagian tugas kelompok, gue nggak selalu kebagian dengan yang lebih banyak perempuan daripada laki-laki.

Sampai gue bertemu dengan Lingga dan membentuk kelompok yang menurut gue aneh tapi entah kenapa bisa bertahan sampai bertahun-tahun ke depan, bahkan gue dengan Lingga memutuskan membuka sebuah kafe bersama yang di lantai atasnya dijadikan sarang perkumpulan kami pun itu semua terjadi karena perempuan.

"Hai, Bam," sapa seorang perempuan yang tahu-tahu sudah berada di samping gue, melamun menatap hujan yang turun seperti orang bego padahal gue sedang memikirkan tugas kuliah gue yang sudah mepet deadline tapi belum gue kerjakan dan saat itu laptop gue mati, charger tertinggal di kostan, dan gue terlalu malas untuk meminjam ke orang lain.

Dia Wanda, teman sekelas gue. Punya rambut kecokelatan yang selama gue mengenal dia, gue belum pernah lihat rambutnya berwarna hitam. Matanya bulat bagus, senyumnya manis, dan tentu saja dia cantik, dia juga ramah.

Kenapa gue memperhatikan dia begitu detail? Karena gue pernah hampir naksir dia. Seenggaknya sampai gue tahu kalau dia ternyata sudah punya pacar, anak Teknik Otomotif.

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang