[EPISODE 18] Life is Still Going on

1.2K 221 45
                                    

Sashi harus menekan bel tiga kali sampai pintu di depannya terbuka, dan matanya seketika membulat melihat siapa yang membuka pintu untuknya. Bukan Jaujan, melainkan seseorang yang tadi dikhawatirkannya.

Meski bingung, setidaknya rasa khawatirnya seketika lenyap melihat Lingga berdiri di hadapannya dengan utuh, tak terlihat ada luka sedikit pun. Wajahnya masih kelihatan kusam dan lelah, rambutnya masih berantakan dan kelihatan berminyak, pakaiannya pun masih sama seperti sebelumnya. Itu artinya tak terjadi hal mengerikan. Tapi kenapa lelaki itu masih ada di sana? Bahkan ketika Sashi datang, Lingga seperti tak berniat keluar, malah menyuruh Sashi untuk ikut masuk.

"Ga, ngapain, sih?" bisik Sashi ketika tangan Lingga berada di punggungnya, mendorongnya pelan agar terus melangkah sampai dalam, ke ruangan yang sangat asing, yang sangat terasa sekali nuansa seorang lelaki yang menempati. Rapi dan gelap.

"Siapa, Ga?" Seseorang tiba-tiba muncul dari dalam kamar mandi, hanya dengan handuk abu-abu tua yang dililit di pinggangnya.

"Brengsek!" umpat Lingga, tangannya dengan cepat menarik tubuh Sashi untuk menghadap ke arah tubuhnya, membelakangi tubuh Jaujan.

Hal itu lantas membuat Jaujan tertawa keras. Melihat bagaimana Lingga panik dan secepat kilat melindungi Sashi, membuatnya tertawa. Sementara Sashi yang sudah melihat sekilas tubuh Jaujan berusaha untuk menoleh ke belakang, meski dengan cepat pula tangan Lingga mengembalikan posisi kepalanya agar tetap menghadap ke arahnya.

"Shi ...," geram lelaki itu, Sashi cemberut. "Lo ngapain sih?" tanyanya sewot pada Jaujan. "Pakai baju sana!"

Jaujan kelihatan tidak peduli. Dia berjalan santai menuju pantry, dan Lingga ikut melangkah juga demi posisi Sashi tetap membelakangi tubuh Jaujan yang sialnya memang bagus. "Mi gue udah jadi, kan?"

"Lo disuruh bikinin mi sama dia?" pertanyaan protes itu Sashi lontarkan berbarengan dengan tengokan kepalanya ke belakang, tempat Jaujan berdiri di depan meja bar.

"Sashi!"

Yang disebut namanya kembali cemberut. Dia sudah kembali menatap Lingga, kali ini akan susah untuk menoleh ke belakang karena kedua tangan Lingga berada di pipinya, menahan kepalanya agar tetap menghadap ke arah depan.

"Kenapa, sih?" protesnya.

"Kok nanya kenapa, sih? Itu cowok sialan lagi nggak pakai baju."

Sashi berdecak. "Ya, emang kenapa? Gue nggak nafsu cuma karena lihat dada cowok!"

"Bukan cuma soal nafsu!"

"Ya, terus apa?"

"Udah diem aja, lihat gue aja."

"Gue sering lihat lo telanjang gitu aja lo biasa aja tuh, nggak ada acara ngelindungi gue." Sashi masih berusaha mencari alasan.

Lingga berdeham. Dia melirik ke arah Jaujan yang tengah menikmati mi instan buatannya, yang juga tengah menikmati keributan di hadapannya. Kalau tahu akan begini, seharusnya Lingga menaburkan racun ke dalam mi tersebut. Sayangnya saat itu dia hanya ingat rasa bersalah dan tatapan tajam Sashi yang menyuruhnya meminta maaf. Sekarang yang terjadi malah Sashi yang kembali menatapnya tajam, sayangnya dengan alasan yang paling tidak masuk akal.

"Ya, itu beda lagi, Shi ...," balas Lingga dengan nada suara yang lebih lemah dari sebelumnya.

"Apa bedanya?" Tapi Sashi masih dengan nada judesnya. "Sama-sama topless, kan?"

"Mungkin dia bangga sama badannya, dan pengin lo ngelihat," akhirnya suara Jaujan terdengar, membuat puncak amarah Lingga bertambah tinggi padanya. "Dan nggak mau lo ngelihat badan yang lebih bagus dari dia."

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang