Sesuatu yang singkat dan sederhana terkadang membawa perasaan lebih dalam dan lebih kuat.
•••
Valerie memejamkan mata kuat-kuat tatkala bibir Alex Christo mulai tergesa menjelajahi leher jenjangnya. Jari-jarinya memeluk kepala Alex, menyelipkannya di antara helai rambut yang tebal, namun bukan sebagai tanda bahwa Valerie menikmatinya, bukan tanda bahwa Valerie ingin Alex melakukannya terus-menerus, namun Valerie berusaha membuktikan pada kekasihnya itu bahwa dia menikmati. Pura-pura menikmati.
Punggung Valerie semakin terpojok ke pintu mobil ketika Alex semakin mendesaknya. Tangan Alex tak tinggal diam, lelaki itu menggerakkannya mulai dari lekuk pinggul Valerie ke pinggang, kemudian menyusup ke balik hoodie yang dikenakan Valerie. Dan ketika tangan Alex terasa di kulit perutnya, saat itulah Valerie membuka matanya, menggigit bibir bawahnya, perasaannya bergejolak tak keruan, dia ingin menangis, namun menahannya sekuat tenaga.
"Alex ...," desisnya seraya mendorong tubuh lelaki itu saat sebelah dadanya diremas dengan kuat, penuh nafsu.
Alex menggeram, merasa keasyikannya diganggu, dia menatap Valerie tidak terima.
"Ada CCTV di basement ini," cicit Valerie, berusaha memberi tatapan paling lembutnya dan senyuman termanisnya agar Alex mengerti.
"Nggak akan kelihatan," jawab Alex, tangannya masih berada di balik hoodie Valerie, belum ingin keluar dan meninggalkan sesuatu yang menarik digenggamannya.
"Tapi—"
Alex menatap tajam. Salah satu tangannya yang semula memegangi rahang Valerie ketika berciuman, bergerak meraih tangan Valerie, menggenggamnya kuat. "Aku besok berangkat ke Bali, dua minggu kita nggak bakal ketemu," katanya tegas.
Valerie tak membalas apa-apa, dia melirik pergelangan tangannya yang digenggam Alex, yang minggu lalu sudah Sashi pergoki karena ada lebam di sana. Saat ini, seseorang yang membuat lebam itu kembali mencengkeramnya, begitu kuat, namun Valerie menahan diri untuk tidak meringis atau berontak. Dia tahu, pemberontakan itu justru akan membuat Alex Christo semakin keras padanya. Entah sejak kapan ini semua dimulai, dan Valerie Misora kini tak tahu bagaimana caranya keluar.
Diamnua Valerie membuat Alex kembali mendekat, kembali menanamkan ciuman kuat di bibir Valerie, sekuat cengkeraman tangan yang masih dilakukannya di sana. Entah harus bernapas lega atau tidak saat Alex mengeluarkan tangannya dari balik hoodie Valerie, yang jelas setelah itu tangan tersebut malah menjelajahi pinggang celana Valerie, mencari kaitan celana jins yang dipakai, dan membukanya tanpa perlu repot-repot melepas pagutan untuk melihat sejenak.
"Alex." Kali ini Valerie sedikit lebih tegas menyebut nama itu, mendorong kuat hingga tangan yang sudah membelai celana dalamnya terlepas secar paksa. Valerie memejamkan mata sejenak, takut. "Nanti. Habis kamu pulang dari Bali, oke?" Tatapan Valerie tentu saja selembut sutra. "Aku nggak bisa lama-lama, temen-temen aku nungguin di atas." Dia tersenyum.
Alex menjauh, bersandar pada kursi mobilnya, melepas cengkeraman tangan yang membuat Valerie benar-benar bernapas lega, lalu lelaki itu memukul kemudi di depannya dengan decak kesal. "Argh! Ngapain sih temen-temen kamu itu harus ke sini sekarang? Seharusnya waktu kamu buat aku malem ini. Kita nggak bakal ketemu selama dua minggu lho."
Bola mata Valerie sedikit bergetar saat menatap Alex, masih terus berusaha lembut meski yang dia inginkan saat ini hanya pergi dari mobil itu dan kembali ke atas, bersama teman-temannya yang sudah berkumpul sejak tadi, membantunya membongkar barang.
"Aku ketemu mereka jarang lho, Lex. Kami nggak setiap hari bisa kumpul bareng gini. Ini aja Lingga belum dateng karena hari ini dia masuk. Nanti kita puasin quality time pas kamu udah pulang dari Bali, ya." Valerie meraih tangan Alex, mengusapnya, berusaha menenangkan, padahal yang sebenarnyanya butuh ditenangkan adalah dirinya, terlihat dari tangannya yang bergetar ketika mulai bergerak meraih wajah Alex, dan diam di sana untuk waktu yang lebih lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...