PRELUDE 3 : Petok Chicken
•••
Sebagai anak rantau yang jauh dari keluarga, bahkan sejak SMA, gue diharuskan hidup hemat. Semua harus serba seadanya, nggak bisa mengada-ada. Walaupun Ibu tiap telepon gue pasti bilangnya, "Abang jangan lupa makan yang banyak. Jangan makan mi instan mulu, nggak usah irit-irit, kalau nggak ada uang, bilang sama Ibu atau Bapak. Jangan ngerepotin Om Rusdi sama Tante Tari."
Tapi tetep aja, kan? Gue nggak boleh memanfaatkan ucapan. Apalagi gue juga tahu kalau kehidupan keluarga gue di Bogor nggak lebih dari sekadar cukup. Alasan lain kenapa gue memilih tinggal dengan Nenek di Jakarta ketika masuk SMA adalah, karena agar Ibu dan Bapak nggak terlalu mengurusi biaya hidup gue, agar mereka fokus pada tiga adik gue.
Toh, di Jakarta pun gue hidup memang dengan baik. Nenek selalu memberi uang saku walau jumlahnya nggak banyak. Gue juga jadi bisa bantu-bantu di rumah Nenek yang kebetulan hanya ditinggali bersama anak bungsu Nenek dengan keluarganya yang baru dikaruniai seorang anak laki-laki-waktu gue pertama tinggal di sana, Om Rusdi belum menikah. Sekarang anaknya sudah berusia lima tahun.
Dulu, ketika gue masih kuliah dan Dika masih sangat kecil, gue suka gantian menemaninya kalau-kalau Tante Tari sedang sibuk masak atau mencuci. Ya ..., walaupun memang nggak sesering itu, karena ketika kuliah, selain sibuk dengan urusan kampus, gue juga sibuk kerja, cari tambahan uang saku. Gue nggak bisa bergantung terus sama orangtua gue, Nenek, atau Om Rusdi yang kadang memang suka memberi gue uang jajan tambahan. Karena gue sadar diri aja sih, yang harus dibeli bukan hanya makanan, tapi juga kebutuhan kuliah, dan kebutuhan pribadi gue—kuota internet misalnya.
Dari sekian banyak makanan dan minuman diskon yang pernah gue beli, gue nggak pernah absen untuk membeli ayam goreng tepung Petok Chicken. Harga satu porsinya—bisa pesan satu bagian tertentu atau campur beberapa bagian—35 ribu rupiah untuk original, dan 38 ribu rupiah untuk bumbu khusus seperti pedas atau keju. Gue biasa beli kalau lagi ada promo khusus, lewat aplikasi gitu bahkan bisa sampai satu perempat harga pakai voucher-voucher yang ada, ditambah diantar langsung sampai rumah.
Tapi bukan itu bagian yang seru, melainkan hal lain. Jadi, kalau beli satu porsi Petok Chicken varian apa pun, bisa dapat satu stiker bertanda khusus yang bisa dikumpulkan dan ditukarkan kalau sudah sampai sepuluh stiker untuk dapat satu porsi Petok Chicken secara gratis. Dan gue sudah dapet puluhan porsi Petok Chicken secara gratis.
Sore itu juga gue sepulang dari kampus hendak menukarkan stiker Petok Chicken di gerainya langsung. Karena pemburu gratisan, gue harus sabar sama antrean Petok Chicken yang kadang bikin kesal. Tapi sore itu sedikit berbeda, gerai Petok Chicken dekat kampus nggak terlalu ramai, hanya ada beberapa pembeli yang sedang mengantre, beberapa mahasiswa dan abang-abang ojek online. Mungkin karena sore itu hujan turun, jadi orang-orang terlalu malas mampir beli ayam goreng dan orang-orang terlalu baik hati buat bikin abang ojek online kehujanan demi mengantar pesanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...