"Ke sini sama siapa? Kok nggak bilang Tante dulu?" Wanita paruh baya itu melepas pelukan, menatap Sashi dengan tatapan yang tidak pernah berubah sejak pertama mereka bertemu dulu; tatapan penuh sayang. Tatapan yang selalu membuat Sashi iri karena dia merasa tidak pernah ditatap seperti itu oleh orangtuanya. Tatapan yang selalu membuat Sashi bergumam tentang betapa beruntungnya Gentala memiliki keluarga yang penyayang.
"Hasta, Tante. Aku emang sengaja mampir ke sini pulang ngampus. Tadinya mau sendiri, terus pas ngabarin di group chat mau ke sini, Hasta nyahut mau ikut juga. Ya udah deh bareng, lumayan ongkos ojeknya," Sashi terkekeh sejenak, "kan Hasta jemput ke kampus."
"Terus orangnya mana?" Sinta Riwasya melongok ke arah depan, mencari sosok lelaki yang Sashi maksud.
"Lagi teleponan sama pacarnya," bisik Sashi. "Dhea lagi di Surabaya, udah dua hari, jadi ya ... gitu deh."
"Di Surabaya? Ngapain?"
"Hasta bilang lagi ada urusan kerjaan."
"Kapan nikahnya?"
Sashi terkekeh. Meski bukan pertama kali dia mendengar pertanyaan semacam itu, dia tetap terkejut. Lalu kembali teringat bahwa memang agaknya usia mereka sudah harus berada di tahap 'itu', setidaknya untuk sebagian orang. Dan tentu saja teringat pada rencana perjodohannya dengan seorang lelaki yang semalam berusaha mengajaknya berkencan setelah gagal beberapa waktu lalu.
"Tuh orangnya," Sashi menunjuk dengan isyarat dagu pada seorang lelaki yang berjalan menghampirinya.
"Habis ngomongin, ya?" tuduh lelaki itu.
"Tante Sinta bilang, lo kapan nikahnya sama Dhea?"
Hasta beraut sedih, menatap Sinta dengan melas. "Tante mau ikut nyumbang nggak? Aku baru kekumpul tujuh rebu doang nih."
"Bukannya kemarin sepuluh ribu?" tanya Sashi, sedikit serius.
"Dipakai bayar parkir kemarin," jawabnya asal. "Lagi nungguin transferan Lingga, yang kurang kemarin itu."
Sashi memutar bola matanya dengan malas, dan Sinta terkekeh.
"Gimana kabar tante sama om kamu?" tanya wanita itu pada Hasta, dia tahu biasanya Hasta membeli makanan ringan untuk saudaranya.
"Baik, Tante. Tante Tari lagi hamil lagi sekarang, lagi sering ngidam."
"Ya ampun ..., udah berapa bulan?"
Hasta menggaruk rambutnya yang tak gatal, bingung. "Kurang tahu, Tante. Aku sih tahunya dari bulan lalu."
"Orangtua kamu? Adik-adik kamu? Suka pulang, kan?" Pokoknya Sinta akan mengomel jika tahu kalau Hasta atau Ibram lama tidak pulang ke rumah untuk menemui keluarga mereka. Mungkin jika tahu dengan baik bagaimana cerita keluarga Lingga dan Valerie, Sinta juga akan menceramahi keduanya panjang dan lebar sembari tersendu.
"Minggu ini mau pulang kok, Tante. Sekarang aku nyoba tiap minggu buat pulang."
"Bagusss ...." Sinta mengusap bahu Hasta dengan penuh sayang, memberi senyuman yang manis.
"Tante, Genta udah pulang?" Sashi yang sempat menghilang untuk mengambil makanan ringan yang akan dibelinya kembali dengan keranjang belanja yang sudah penuh.
Sinta menjenjangkan lehernya untuk melihat jam dinding. "Biasanya jam segini udah pulang, jemput Tante. Tapi ini dari siang nggak ada kabarnya, kan suka nanya dulu tuh mau dia yang jemput atau papanya. Kayaknya lagi sibuk banget dia. Tahu sendiri anaknya kalau udah fokus kerja nggak inget sama apa-apa."
"Pacaran kali," balas Hasta tanpa pikir panjang, membuat mata Sinta melebar seketika.
"Genta punya pacar!?" tanyanya dengan nada penasaran yang besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Acak[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...