[EPISODE 22] - 119

1.3K 197 26
                                    

"Truth or Dare?" Sashi menatap semua orang yang mengelilingi satu meja seraya menatap makanan dan minuman di atasnya.

Yang pertama menoleh dengan tatapan tak terima Ibram. "Nggak. Nggak ada main begitu-begituan," tolaknya.

"Kenapa?" Sashi merengek. "Kita udah lama nggak main Truth or Dare bareng."

"Karena pertanyaan lo semua itu nyebelin dan tantangan lo semua ngeselin."

Sashi mendesah, dia menerima satu kaleng bir yang disodorkan oleh Lingga, yang sudah dibuka tutupnya hingga dia tinggal menenggaknya.

"Gimana kalau Truth aja, nggak usah Dare?" Valerie memberi usul. "Tapi pertanyaannya yang lucu-lucu aja. Kayak … misalnya … kapan terakhir kali lo nangis. Gitu."

"Ah, terlalu cupu. Nggak asik," Lingga memberi komentar.

"Ya udah, kita main Truth aja, pertanyaannya boleh apa aja, tapi jangan yang sensitif. Gimana?" Valerie masih mencoba, dia menatap seluruh temannya dengan penuh harap, dan yang matanya paling berbinar adalah Sashi, dia yang paling menginginkan permainan ini.

"Gue anggap kalian semua setuju!" Sashi berseru riang, dia bangkit berdiri untuk mengambil sebuah botol kosong yang memang dipergunakan untuk main Truth or Dare. Botol keramat kalau Gentala bilang.

Sementara itu Ibram mendesah, dan di sampingnya, Hasta berbisik, "Kalau giliran lo, gue bakal nanya, apa aja yang lo lakuin sama Riang siang tadi di kostan cewek itu." Salah satu sudut bibir Hasta naik, memberikan tatapan menyebalkan.

Kemudian dia bergeser ke arah Gentala yang juga berada di sisi lainnya, kembali berbisik, "Lo juga. Gue bakal tanya apa yang lo lakuin di rumah Kak Mara tadi sore."

Hasta berencana akan sangat menikmati permainan ini. Bermain bersama mereka memang saat-saat yang begitu menyenangkan, tak peduli sebentar lagi hari berganti, mereka benar-benar akan membunuh malam ini dengan permainan.

Berniat untuk pesta memanggang daging sepulang menonton film di bioskop tak terlaksana karena Gentala yang datang menyusul menunjukkan wajah lesu yang begitu memprihatinkan. Mereka tak bertanya kenapa dan ada apa, hanya Gentala yang berujar, "Panggang dagingnya bisa ditunda nggak? Gue tiba-tiba males ngapa-ngapain, pengin mabuk aja."

Semua orang di sana tahu bahwa Gentala adalah anak penurut yang paling jarang menyentuh minuman beralkohol karena mamanya melarang, yang jika ketahuan, mamanya akan marah dan sedih. Gentala tidak bisa membuat mamanya marah dan sedih. Dia adalah orang yang paling sedikit minum alkohol ketika yang lain perlahan mulai ambruk dan berbicara tak jelas akibat mabuk. Dia akan jadi salah satu orang yang kerepotan karena ulah teman-temannya yang mabuk, yang akan membuatnya banyak mengumpat, tapi tetap membantu dengan alasan kasihan bukan alasan pertemanan.

"Friendship tai! Kalau bukan karena kasihan, udah gue tinggalin lo di rooftop, atau gue suruh lo turun tangga ke bawah sendiri. Nggak peduli lo bakal jatuh atau nyungsep," begitu katanya.

Seperti Ibram, Gentala tidak merokok—tidak sering lebih tepatnya. Jika Lingga bisa menghabiskan satu bungkus rokok sehari, Hasta bisa menghabiskan setengah bungkus sehari, maka Gentala akan menghabiskan satu bungkus rokok untuk dua atau tiga bulan. Lagi-lagi karena mamanya melarang.

Dia bukan terlahir di keluarga penuh aturan seperti Sashi, tapi memang setiap aturan yang dikeluarkan orangtuanya untuknya, semuanya begitu berdasar yang baik untuk dirinya. Alkohol dan rokok tidak baik untuk kesehatan, makanya Gentala tidak pernah protes itu saat mamanya melarang mengkonsumsi dua hal tersebut. Sebab di sisi lain, orangtuanya membebaskannya melakukan apa pun yang dia suka, selagi itu baik.

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang