Riang
Mas, aku tunggu di mobil.Pesan singkat itu datang tepat saat Valerie membuka pintu Ruang Kosong, membuat Ibram memilih tak mendengarkan penjelasan Gentala perihal hubungannya dengan Asmara dan alasannya membawa Reyhan karena dia bisa bertanya pada Valerie atau Sashi nanti, demi turun ke bawah menemui Riang yang terakhir dijumpainya seminggu yang lalu.
Riang mengatakan bahwa semalam, sepulang menemani Valerie di satu acara di salah satu mal di Tangerang, Riang tidak pulang ke kostannya, Valerie menyuruhnya untuk menginap dan baru diizinkan pulang siang harinya. Karena sudah biasa begitu, Riang menurut tanpa pikir panjang. Siang ini, sebelum Riang pulang ke kostannya, dia memberi tumpangan Valerie ke kafe untuk bertemu teman-temannya. Katanya, sekalian lewat. Padahal dari kafe ke kostan harus putar balik agak jauh. Tapi karena Ibram juga ada di kafe, akhirnya dia tidak banyak protes dan memutuskan untuk sekalian bertemu Ibram.
Pada akhirnya ..., yang mengambil kesempatan 'sekalian' adalah Riang.
Ibram
Iya, tunggu sebentar.Riang mendesah membaca balasan pesan singkat Ibram. Menaruh kasar ponselnya ke atas dashboard mobil sebelum menelungkupkan wajahnya di atas kemudi.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit yang membuat Riang nyaris tertidur, dia langsung terlonjak begitu mendengar pintu mobil dibuka tanpa aba-aba. Jantungnya seperti akan copot, lalu melengos melihat siapa yang dengan santai masuk dan duduk di kursi penumpang di sebelahnya.
"Mas!" seru Riang. "Kenapa ngagetin, sih?"
Ibram menoleh, menggaruk tengkuknya. "Sori," katanya santai. "Kenapa juga nggak dikunci? Nggak takut kemalingan? Noh, lihat di kursi belakang banyak barang-barang gitu."
Tanpa repot-repot menoleh ke belakang, Riang tahu bagaimana kondisinya. Begitu berantakan dan memang penuh dengan barang-barangnya. "Ya, kan bisa ketuk jendela dulu. Aku kaget banget, tahu?"
"Ya, maaf ...."
Riang masih cemberut.
"Marah, ya?"
Riang diam, mengalihkan tatapannya dari Ibram.
"Ya udah kalau marah, aku ke atas lagi aja. Lagi heboh banget soalnya tadi."
Lalu ucapan itu membuat Riang menatap Ibram dengan sebal. "Mas tuh ...."
"Kenapa?"
"Kalau pacarnya lagi kesel atau ngambek gitu seharusnya dipeluk, bukan malah ditinggal. Emangnya Mas nggak kangen sama aku?"
Ibram tertawa keras. Lalu merentangkan kedua tangannya dengan volume kecil karena mobil yang sempit. "Sini," katanya.
Dengan senyum malu-malu Riang menubrukkan tubuhnya pada tubuh Ibram, bergerak mencari posisi nyaman dengan menyembunyikan kepalanya di leher kekasihnya-tempat paling nyamannya, sebab di sana Riang bisa menghirup aroma tubuh Ibram yang bercampur parfumnya yang wangi, yang entah sejak kapan sangat disukainya.
"Wangi ...," gumamnya, kembali membuat Ibram terkekeh.
"Kalau mau minta peluk tuh, langsung minta aja, jangan drama dulu."
Riang tidak menghiraukan, dia malah memejamkan matanya, dan mungkin akan tertidur beberapa menit kemudian kalau Ibram tidak mengajaknya mengobrol.
"Udah makan?"
Perempuan itu bergumam singkat. "Sarapan tadi pagi."
"Siang ini belum?"
"Belum. Aku mau tidur dulu nyampe kostan, nanti baru makan kalau bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...