Sashi tahu Lingga andal dalam berciuman. Dia sendiri sudah membuktikannya, tempo hari di Ruang Kosong. Ciuman yang tidak akan pernah dia lupakan dalam hidupnya.
Tapi kali ini Sashi merasakan hal yang berbeda. Bukan hati-hati, jauh lebih tenang, jauh lebih lembut. Lingga seolah ingin Sashi merasakan segalanya, setiap setiap bersamanya, setiap jengkal sentuhan bibirnya di sana.
Penuh cinta. Penuh rasa sayang.
Ciuman Lingga seolah menggambarkan seluruh perasaannya. Membuat Sashi semakin enggan untuk menyudahi.
Mereka berciuman. Lama. Keduanya seolah berhenti menghitung waktu yang tak pernah berhenti berputar.
Jika saat ini Sashi memulai lebih dulu, maka nanti Lingga yang akan bergerak lebih dulu. Di atas pangkuan Lingga, Sashi dibawa terbang berkali-kali ke tempat yang sebelumnya tak pernah dia kunjungi. Tempat indah yang tak ingin dia jauhi.
Mereka berciuman. Lalu saling menatap dengan napas putus-putus sebelum terkekeh. Lalu berpelukan. Lali berciuman lagi. Lalu terkekeh lagi. Lalu berpelukan lagi. Lalu berciuman lagi. Begitu terus untuk waktu yang cukup lama. Seolah tak ada hari esok. Seolah mereka melakukannya di tempat yang tak bisa orang lain tahu. Seolah dunia hanya milik mereka berdua. Seolah tak ada perasaan lain selain cinta.
Tak peduli bibir kebas. Tak peduli lipstik yang berantakan. Tak peduli orang yang melewati mobil bisa memerangi mereka. Tak peduli pada kaki yang mulai kram. Mereka hanya terus saling memadu kasih tanpa mempedulikan apa pun.
"Lo nggak pakai bra?" tanya Lingga saat tangannya meraba punggung Sashi.
"Pakai!" desis perempuan itu. Meraih tangan Lingga dan menaruhnya tepat di dadanya dengan begitu enteng tanpa pikir panjang. "Ada yang namanya seamless bra kalau lo mau tahu."
Lingga berjengit sedikit sebelum tangan itu merasa halus dan menekan lembut. Sial! Padahal sejak tadi susah payah dia menahan diri untuk tidak meraba apa pun selain punggung dan rambut. "Tebel, ya," ucapnya. "Pakai busa tambahan?"
Seketika tangan Lingga ditepis kasar oleh Sashi, wajahnya berubah tak bersahabat. "Sembarangan kalau ngomong! Tunggu sampai lo lihat bentuknya, punya gue tuh …." Sashi langsung menghentikan ucapannya ketika merasa agaknya salah mengatakan hal itu saat ini.
Lingga menyelipkan helai rambut pink Sashi ke belakang telinga, membingkai rahang itu sebelum menariknya untuk kembali menciumnya. Dan sebelum bibir mereka kembali berpagut, Lingga berbisik pelan, "Gue nggak sabar buat lihat."
Dan mungkin Lingga akan benar-benar melihatnya saat itu juga karena seperti diberi izin, tangannya mulai menjelajah dengan baik ke seluruh bagian yang bisa dijangkaunya. Pada kaki Sashi yang menekuk di sekitar pinggulnya, yang membuat seketika perempuan itu meremang ketika Lingga mengusap pahanya. Pada bokong. Pada blouse yang mulai keluar dari balik celana dan mungkin akan tersingkap dengan mudah jika kaca mobil tidak diketuk oleh seseorang dari arah luar.
Sashi terperanjat. Dia melompat turun dari pangkuan Lingga dan kembali pada tempat duduknya dengan mengorbankan lututnya terpentok rem tangan mobil. Buru-buru merapikan blouse-nya kembali.
Napas mereka sudah putus-putus akibat berciuman, dan ketukan di kaca itu seperti membuat napas keduanya seketika berhenti, juga jantung yang seakan merosot ke perut.
“Bang Arya …,” desis Lingga setelah mengintip keluar untuk melihat siapa yang baru saja membuat mereka kalangkabut di dalam mobil.
“Hah!?” Mata Sashi membulat sempurna.
Mobil rental yang Lingga bawa ini bukan jenis mobil luar biasa yang bagian kacanya dibuat gelap agar orang tak mudah melihat apa yang ada di dalam. Jadi, keduanya jelas meyakini Arya tak mungkin tak melihat apa yang tadi Lingga dan Sashi lakukan di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Diversos[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...