Sejujurnya, Sashi ingin melupakan hari ini, hari di mana dia akan bertemu dengan seseorang bernama Kelvin Natalio. Mungkin Sashi bisa memakai alasan kalau dia harus membantu Valerie mengemas barang-barangnya sebelum resmi pindah besok. Tapi pastinya, sebelum Sashi menjelaskan lebih lanjut, mama dan papanya akan mengomel lebih dulu, mereka juga pasti berpikir bahwa seorang seperti Valerie Misora seharusnya bisa membayar pekerja untuk melakukan itu daripada menyuruh Sashi untuk membantu, mereka tidak peduli apa yang namanya berkumpul bersama teman.
Atau Sashi bisa mengatakan bahwa dia harus kerja kelompok dengan teman kampusnya, tapi agaknya sangat tidak biasa Sashi pergi kerja kelompok di pagi hari, apalagi di akhir pekan seperti ini. Sashi dan teman kampusnya lebih senang kerja kelompok di malam hari dan bukan akhir pekan, mereka jelas tidak ingin waktu akhir pekannya diganggu, kecuali memang tidak punya pilihan lain, tapi tetap tidak akan pagi hari.
Lagi pula, sekeras apa pun Sashi ingin melupakan hari ini, mamanya sejak malam tadi sudah mengingatkan Sashi agar tidak bangun telat, juga tidur begitu larut sampai menimbulkan lingkaran hitam di bawah mata Sashi. Dan hal itu membuat Sashi semakin malas untuk beranjak dari kamarnya, dia masih terus duduk di depan meja riasnya sambil memikirkan bagaimana caranya dia melewati hari ini dengan baik.
"Shi," lalu suara Arya terdengar dari luar, mengetuk pintu kamar dengan pelan. Cowok itu baru datang ke rumah malam tadi sekitar jam satu dini hari. Sashi tahu karena dia belum tidur, tidak peduli mamanya sudah memperingati, menulis lanjutan bab baru jauh lebih penting karena itu bagian dari caranya untuk lupa sejenak tentang apa yang terjadi padanya.
Sashi membuka pintu, mendapati Arya yang berdiri di ambang pintu dengan celana pendek dan kaus lengan pendeknya, rambutnya terlihat agak lembab, wajahnya segar meski masih terlihat juga kalau dia lelah dan butuh tidur lebih banyak. Melihat sebuah tas tergantung di sebelah pundaknya, menandakan bahwa kedatangan Arya untuk menjemput Sashi pada dunia nyata yang ingin dihindarinya.
"Mana kunci mobil kamu," pinta Arya.
"Ngapain?"
"Kapan terakhir kali kamu ngeluarin mobil dari garasi?"
Sashi berpikir sejenak. "Dua minggu lalu?" Kalimat yang menandakan bahwa dia tidak yakin. Tapi seingatnya begitu. Mobil merah itu menapaki jalan terakhir kali ketika dia dan Hasta pergi ke toko camilan Genta. Sashi menyuruh Hasta menunda motornya di Puzzle Cafe dan menjemputnya ke rumah agar bisa pergi dengan mobil Sashi, karena dia akan beli banyak makanan dan ribet kalau pakai motor. Hasta yang SIM A-nya tidak diperpanjang sejak tahun lalu itu pun nekat mengemudikan mobil Sashi, sebab sang pemilik mobil seperti memiliki alergi terhadap mengendarai kendaraan.
"Ya udah, mana, kita pakai mobil kamu aja."
"Ngapain?" tanya Sashi lagi.
"Mau bareng Papa aja?"
Mata Sashi melebar. "Mobil Kakak ke mana?"
"Ada. Tapi ... emang kenapa kalau pakai mobil kamu?"
Sashi mengerutkan kening, menebak apa yang ada di pikiran kakaknya dan sedang direncanakan kakaknya. Tapi kakaknya itu tidak bisa ditebak, ekspresinya terlalu datar, dan mereka tidak dekat hingga bisa menebak apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan seseorang hanya dengan sekali melihat tatapan mata, seperti bagaimana Lingga biasa mengetahui apa yang Sashi rasakan dan pikirkan hanya dengan menatap Sashi dengan lekat sekali. "Ya ... udah, tunggu. Aku sekalian ambil tas."
"Papa udah berangkat duluan," kata Arya sebelum Sashi menutup pintu. Senyum Sashi mengembang, namun dia berusaha menahannya. Apa Arya sedang mengajaknya untuk tidak datang ke tempat bermain golf yang menyebalkan itu? Sayangnya Arya menambahkan, "Kita pelan-pelan aja biar nyampe sananya agak lama, yang penting dateng." Senyum Sashi luntur seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...