[EPISODE 33] - Sorry, Heart

1.7K 166 33
                                    

Semenjak Ruang Kosong terasa kosong seperti namanya, Ibram jadi jarang naik ke lantai atas begitu datang ke kafe. Lebih tepatnya, dia juga jadi lebih jarang datang ke kafe. Sudah satu bulan ini Ibram mempekerjakan seseorang-memberi tugas tambahan salah satu pegawainya untuk mengawasi keadaan kafe dan melaporkan seluruhnya pada Ibram selama dia tidak di sana. Ibram jadi lebih banyak memantau kondisi dari jauh daripada datang langsung. Bahkan untuk sekarang ini, Ibram tak punya ide untuk membuat gebrakan baru untuk Puzzle Cafe agar ramai pengunjung terus, sebab selagi grafik jumlah pengunjung berada dalam garis yang aman, dia cukup tenang.

Sore ini sepulang dari kantor, Ibram berencana untuk menghabiskan malam di kafe. Sudah tiga hari dia tidak datang, jadi dia merasa perlu untuk menampakkan diri sekadar untuk mengambil uang setoran yang belum masuk ke rekeningnya.

Turun dari mobil, dengan langkah lelah dia masuk ke dalam, menyapa beberapa pegawai sebelum berdiri di konter pemesanan setelah mencuci tangan dan memakai apron.

"Nggak ke atas, Mas?" tanya salah satu pegawai. "Ada Mas Lingga sama Mbak Sashi di atas. Dari pagi udah di sini."

Ibram mengerutkan keningnya. Dari balik dinding kaca yang memperlihatkan area parkir, terlihat mobil merah Sashi yang terparkir di sana. Dia tidak menyadarinya tadi.

"Mobilnya emang udah di sana dari beberapa hari lalu, Mas. Dianterin sama kakaknya Mbak Sashi. Tapi kemarin itu Mbak Sashi dateng cuma ambil kuncinya aja, terus pulang lagi, mobilnya ditinggal," sahut pegawai tersebut, seolah tahu apa yang Ibram pikirkan. "Tadi ke sini naik motor sama Mas Lingga."

Mendengar itu, Ibram langsung menyambar tasnya dan naik ke lantai atas. Beberapa waktu lalu dia sempat kesal pada orang yang menamai ruangan mereka dengan Ruang Kosong, sebab katanya, nama adalah doa. Dan lihat beberapa minggu terakhir ini. Ruangan itu benar-benar terasa kosong. Lingga yang biasa menjadi penghuni tetap pun sudah lebih dari satu minggu ini tak kelihatan batang hidungnya. Dan Ibram menyadari kalau itu karenanya juga.

Dia menarik napasnya sebelum menekan digit-digit password pintu. Dan ketika dia sudah masuk, terlihat Lingga yang sedang berbaring di atas sofa dan Sashi tengkurap di atas tubuh Lingga. Keduanya terpejam dengan keadaan televisi yang menyala.

Seseorang bisa menjadi alasan untuk pulang itu ternyata benar adanya.

Meski tak pernah mengatakannya secara langsung, Ibram tahu jika Lingga sedang punya masalah dengan Sashi, mengingat apa yang dilontarkan lelaki itu tempo hari, dan melihat kini keduanya sudah kembali dekat-melekat dengan posisi yang sedikit cukup intim-Ibram perlu mengembuskan napas lega. Setidaknya ada satu hal yang baik-baik saja di antara banyak masalah yang menimpa persahabatan mereka.

Dan mendengar suara pintu dibuka, berhasil membangunkan Lingga dari tidurnya. Dia mengerjap sebelum benar-benar sadar siapa yang datang.

Mereka saling bertatapan dengan pandangan canggung sebelum Lingga berdeham, berusaha mengusir perasaan itu. Bertahun-tahun mereka dekat, sepertinya ini momen paling canggung di antara keduanya.

"Shi ...." Lingga memilih beralih pada Sashi, mencoba membangunkan perempuan itu yang sejujurnya membuat tubuhnya benar-benar tak bisa bergerak karena Sashi berada di atasnya, tertidur nyenyak untuk waktu yang cukup lama.

Tiga malam Sashi berada di rumahnya, patut Lingga akui jika Sashi bertahan lebih lama dari yang dia pikirkan.

Di malam pertama, perempuan itu nyaris tak bisa tidur karena udara panas di kamar. Kipas angin tak membantu, dan nyamuk terlalu banyak.

Di malam kedua, dengan kondisi yang nyaris sama, suara anak tetangga yang menangis semalam di rumah sebelah, membuat keduanya tak bisa tidur sampai hampir pagi. Dan memutuskan menonton film lewat laptop baru Sashi, yang berhasil membuat perempuan itu tertidur di tengah-tengah film.

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang