[EPISODE 31] - Next Level

1.5K 199 49
                                    

Suara dentingan alat makan yang beradu, bersahutan pula dengan suara televisi yang menyala, ditambah sinar matahari yang sudah menyilaukan mata membuat tidur pulas Lingga terusik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara dentingan alat makan yang beradu, bersahutan pula dengan suara televisi yang menyala, ditambah sinar matahari yang sudah menyilaukan mata membuat tidur pulas Lingga terusik. Dia mendesah, menggeliat pelan, sebelum membuka mata dan memegang kepala seraya meringis kecil.

Kepalanya pusing sekali, seperti mau pecah.

"Udah bangun lo?" suara itu membuat Lingga lantas menoleh ke sana, pada Gentala yang sedang makan sembari menonton televisi.

Lingga tak menjawab, dia masih memegang kepalanya yang terasa begitu berdenyut sebelum mual tiba-tiba menyerangnya.

Tanpa pikir panjang, dia melompat dari tempat tidur, keluar dari Ruang Kosong, berlari menuruni tangga untuk sampai ke toilet dan memuntahkan segala isi perutnya.

Sebenarnya, berapa banyak yang dia minum sampai mabuk dan mual seperti ini?

Lingga mendesah, menatap dirinya sendiri di pantulan cermin setelah membasuh wajahnya dengan air. Dia suka minum alkohol, tapi karena toleransi alkoholnya cukup tinggi, dia jarang mabuk. Dia hampir selalu berhasil pulang sendiri dengan aman setelah minum-minum alkohol di bar atau kelab malam, bahkan dia ingat segala hal yang dia lakukan. Tapi saat ini, Lingga melampaui batasnya, dia bahkan tak ingat apa saja yang dia lakukan di bar yang dua datangi semalam, dan bagaimana caranya dia bisa sampai di Ruang Kosong. Lingga berusaha mengingatnya, namun nihil.

Dalam langkahnya menuju kembali ke Ruang Kosong, Lingga berpapasan dengan Ibram yang menatapnya sinis, matanya memicing.

"Habis dari mana lo semalem?" tanyanya.

"Bar," jawab Lingga.

"Tidur sama cewek?"

Lingga tak menjawab. Sepertinya tidak. Tapi dia juga tak yakin.

"Lo lupa kalau masalah lo belum clear sepenuhnya?" Ibram mengingatkan. "Kalau ada yang kenal lo, terus nyebarin foto atau video lo ke media, gimana?"

"Peduli setan, anjeng!" umpatnya sebelum memilih berlalu mendahului Ibram.

Ibram mengejarnya, langkahnya begitu terburu menaiki anak tangga sampai tangannya berhasil menarik kaus Lingga, membuat kedua lelaki itu bertatapan sengit.

"Lo nggak mikirin perasaan Val kalau lo tiba-tiba diomongin lagi sama banyak orang? Kalau lo narik perhatian publik, secara otomatis Val juga ikut disebut. Inget, kasus lo bergandengan sama nama Val!" Ibram terdengar seperti bukan dirinya, suaranya yang meski tegas tapi tetap lembut, kini terdengar lebih keras dan tajam, memancing emosi Lingga ke puncaknya.

"Jadi, lo cuma mikirin perasaan Val? Lo nggak mikirin perasaan temen lo yang lain? Perasaan gue!" Mata Lingga melebar, menatap Ibram sama tajamnya.

"Val itu perempuan. Lo udah lihat sendiri gimana dia belakangan ini. Dia bahkan nyaris bunuh diri, Lingga!"

"Lo cuma peduli sama Val karena dia perempuan?" Lingga berdecih. "Kalau lo lupa, atau barangkali lo nggak tahu, perempuan itu juga ngancurin hidup gue!" Suaranya meninggi, membuat Gentala yang semula hanya duduk diam menyaksikan akhirnya memilih bangkit untuk menengahi.

Ruang KosongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang