Riang pernah jatuh cinta. Tentu saja. Sekarang usianya 24 tahun, sudah banyak hal yang dilaluinya, sudah banyak hal yang dirasakannya. Termasuk jatuh cinta.
Jatuh cinta pada cowok populer di sekolah. Yang berakhir jadi angan-angan belaka.
Jatuh cinta pada teman sekelas. Yang akhirnya jadi penyemangat untuk tetap datang ke sekolah meski ada ulangan harian.
Jatuh cinta pada kakak tingkat di kampus. Yang memberinya semangat kala kuliah itu terasa begitu mencekik.
Walau dari perjalanan jatuh cintanya terkadang tidak berhasil baik, bagi Riang jatuh cinta tetap terasa menyenangkan, pada siapa pun orangnya.
Dan kali ini Riang Nuri Utami jatuh cinta pada seorang lelaki yang berusia satu tahun lebih tua darinya. Yang sejatinya sudah dia kenal sejak delapan bulan lalu, selama dia bekerja sebagai asisten pribadi Valerie Misora.
Ketika pertama kali mengenal lelaki bernama Ibram Savero ini, Riang tidak pernah melihat Ibram secara spesial. Dia justru pernah hampir naksir Lingga yang memang bagian dari teman dekat Valerie, karena kalau dilihat dari postur tubuh, Lingga punya tubuh yang lebih berotot dari Ibram—walau sejujurnya Riang sendiri belum pernah melihat seperti apa tubuh Ibram, tapi karena sudah melihat bagian lengannya ketika cowok itu pakai kaus lengan pendek atau bahkan kaus tanpa lengan, Riang jadi bisa menyimpulkan begitu. Dia bisa membandingkannya dengan otot tubuh Lingga karena beberapa kali dia pernah melihat bagaimana dada dan perut itu terpahat sempurna karena Lingga pernah tak memakai atasan ketika datang ke apartemen Valerie.
Lingga punya kesan cowok keren yang menggoda bagi Riang. Daripada Ibram yang punya kesan dingin dan kelihatan selalu cuek. Belum lagi Lingga lebih tinggi dari Ibram, padahal jika bersandingan dengannya, Riang tetap saja kecil di samping Ibram.
Pada akhirnya juga, semua hal itu runtuh tak berarti apa-apa ketika Riang sadar bahwa ternyata Ibram punya sisi yang begitu lembut, sangat bertolak belakang dengan apa yang selama ini dia lihat. Atau katakan saja bahwa Riang Nuri Utami telah jatuh cinta pada Ibram Savero karena diperlakukan manis beberapa kali.
"Selain lo sama Bang Hasta, siapa yang udah punya pacar lagi?" tanya Riang dua hari lalu di sela-sela istirahat syuting Valerie.
"Lingga?" Valerie menjawab dengan ragu. "Gue nggak tahu kalau soal Lingga. Dia ceweknya banyak, tapi nggak bisa dibilang pacar juga."
Riang mendesah pelan, sedikit lega karena tidak jadi naksir lelaki itu. "Kalau Mas Ibam?" tanyanya lagi. Kali ini cukup berterusterang pada tujuan awal dia memulai pertanyaan tersebut.
"Nggak, sih. Udah lama juga kayaknya dia nggak pacaran," jawaban Valerie sedikit membuat senyum di bibir Riang mengembang, tapi hanya sebentar karena dia kembali ingat dengan perempuan yang Ibram peluk dengan amat penuh kasih sayang hari itu. "Sibuk dia sekarang. Semenjak adik kembarnya masuk kuliah, dia jadi makin gila cari uangnya," Valerie tertawa sejenak, "ya, bisa dibilang Ibam nih tulang punggung keluarga, jadi waktunya banyak habis buat keluarga daripada buat pacaran."
Pernyataan itu entah kenapa membuat Riang ragu untuk melangkah. Bagaimana kalau usahanya yang sudah tekad bulat dia niatkan itu harus gagal karena memang sejak awal Ibram tidak pernah mau membuka pintu hatinya untuk siapa pun. Untuk Riang yang mungkin saja berhasil menggetarkan sedikit perasaannya. Jatuh cinta perkara mudah, namun memiliki cinta seutuhnya yang sulit.
Tapi tidak ada yang tahu bagaimana akhirnya jika Riang tidak pernah mencoba, apalagi setelah berikutnya Valerie menunjukkan foto dirinya dengan dua orang perempuan yang wajahnya mirip.
"Adiknya Ibam," kata Valerie saat itu, sukses membuat Riang membatu.
"Ini adik perempuannya?" Riang bertanya agak terbata. Dia tahu Ibram punya adik perempuan kembar, tapi dia sama sekali belum tahu bagaimana rupa dua adik perempuan itu. Yang ternyata salah satunya adalah yang dia lihat sore itu di parkiran Puzzle Cafe, yang dia cemburui tanpa alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Acak[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...