Ketika pertama kali Sashi bertanya pada Ibram apa dia boleh memanggil lelaki itu dengan sebutan mas, Ibram hanya mengerenyit bingung. Masalahnya, mereka lahir di tahun yang sama walau di antara keenamnya, Ibram adalah yang tertua dan Sashi yang termuda, hanya berjarak tujuh bulan. Jadi, hal yang aneh jika Sashi memanggil Ibram dengan sebutan mas padahal mereka hanya dua orang asing yang saling bertemu dan begitu saja takdir membuat mereka menjadi teman dekat.
Seiring dengan berjalannya waktu, ketika Ibram pelan-pelan mengetahui bahwa Sashi punya kakak laki-laki yang tidak seperti kakak laki-laki untuknya, Ibram sedikit sedih. Bagaimana dia memperlakukan Vina dan Viona sangat amat berbeda dengan bagaimana Arya memperlakukan Sashi. Arya dan Sashi terlihat seperti dua orang asing yang kebetulan lahir dari rahim seorang ibu yang sama dan membuat mereka menjadi seorang saudara.
Dan ketika itu, Sashi bercerita, "Gue iri deh lihat Vina sama Viona punya mas kayak lo."
"Iri kenapa? Lo juga punya Kak Arya, kan?"
"Kak Arya beda."
"Beda gimana?"
"Kak Arya nggak kayak lo," Sashi menatap Ibram dengan wajah miris. "Dia ... sibuk. Jarang ada di rumah. Kami nggak pernah ngobrol bareng—cuma sesekali, dan itu pun bentar banget, canggung. Kak Arya nggak pernah natap gue kayak lo natap Vina sama Viona."
Ibram terkekeh. "Emang gue natap mereka gimana? Perasaan biasa aja. Sama kayak gue natap lo, natap Lingga, natap Hasta. Biasa aja."
"Lo nggak tahu." Sashi mendengus. "Tapi ketika lo natap adik lo, lo pasti penuh kasih sayang. Kak Arya nggak begitu."
"Tapi bukan berarti Kak Arya nggak sayang lo, Shi. Ada banyak jenis cara orang ngungkapin rasa sayangnya."
"Gue tahu."
"Ya, terus?"
"Tapi nggak dengan tatapan seseorang, Bam. Lo bisa lihat itu dengan mudah walaupun orang itu nggak pernah nunjukin rasa sayangnya secara terang-terangan. Lo percaya love language?"
Ibram tidak menjawab, dia justru mengerutkan keningnya.
"Physical touch, words of affirmation, acts of service, dan yang lainnya itu nggak ada apa-apanya dengan rasanya ditatap penuh sayang sama seseorang yang spesial menurut lo. Gue pengin ditatap kayak gitu sama Kak Arya, kayak yang lo lakuin ke Vina dan Viona. Nggak peduli love language gue words of affirmation kata web tempat gue tes minggu lalu, gue lebih pengin Kak Arya duduk diem sambil dengerin gue cerita dengan sorot matanya yang ikutan marah kalau di cerita yang gue bagi bikin kesel, sedih kalau cerita gue sedih, atau seneng ketika gue ngasih tahu dia kalau hari itu gue seneng. Selama ini Kak Arya cuma selalu bilang kalau gue harus nurut apa kata Mama sama Papa setiap gue berusaha cerita tentang perasaan gue, seolah Kak Arya nggak pengin ikut campur masalah gue."
Untuk pertama kalinya Ibram melihat Sashi dengan cara yang berbeda. Selama beberapa bulan mengenal Sashi lewat kejadian paling konyol yang pernah dia lalui, Ibram hanya melihat Sashi sebagai seorang perempuan aneh yang banyak tingkah ajaibnya. Dia suka mengeluh soal kegiatannya sebagai seorang atlet nasional yang memuakkan, yang dia akui sendiri kalau dia sebenarnya tidak pernah menginginkan jadi seorang atlet, tapi Sashi tidak pernah benar-benar mengeluh dengan cara yang serius, pasti diselingi candaan atau umpatan kekesalan.
Jadi, untuk pertama kalinya malam itu ketika mereka sengaja bertemu untuk saling mengobrol sepulang Sashi latihan tenis, Ibram melihat sisi lain dari Sashi. Bahwa perempuan itu ternyata tidak sekuat yang dia kira, bahwa perempuan itu menyimpan banyak keluh yang ketika ditumpahkan mungkin mereka bisa tenggelam, bahwa perempuan itu memang punya segudang cara untuk terlihat baik-baik saja di depan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Acak[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...