Berteman dengan Lingga adalah satu hal yang masih tidak bisa dipercayai oleh Ibram, sebab dia dan Lingga benar-benar berbeda dalam mengurus perempuan. Ibram adalah lelaki yang sangat menghargai perempuan, menjaga perasaan perempuan, dan menghormati perempuan.
Lingga sebaliknya.
Lingga bermain dengan banyak perempuan. Memacari satu perempuan ke perempuan yang lain dengan memutuskannya seenak jidat. Ciuman dan tidur dengan satu perempuan ke perempuan yang lain. Merupakan hal yang sangat Ibram benci.
Yang membuat Ibram sedikit menyukai Lingga di atas segala hal tentang memperlakukan perempuan yang buruk adalah bahwa Lingga tidak pernah selingkuh dan Lingga tidak menyebarkan penyakit kelamin—Lingga tidak pernah mau tidur dengan perempuan tanpa alat kontrasepsi. Setidaknya Ibram bisa sedikit memaafkan Lingga karena hal itu.
Dan pertemuannya dengan Sashi di bengkel hari itu, membawa Ibram lebih tahu tentang Lingga, bukan hanya sekadar dari apa yang dia dengar melalui banyak teman di kampus.
Lingga memperlakukan Sashi dengan sangat berbeda dari bagaimana Ibram tahu selama ini tentang Lingga terhadap banyak perempuan.
Pertama kali mereka bertiga makan bersama di kantin kampus—Lingga yang mengajak Sashi makan di sana meski perempuan itu tak kuliah di sana, saat itu untuk yang pertama kali pula Ibram melihat bagaimana Lingga seolah berubah menjadi orang lain di hadapan Sashi. Dan Ibram akan melihat perubahan itu semakin jelas ketika Sashi terluka.
Empat tahun lalu, ketika mereka sudah berkumpul enam orang, untuk pertama kalinya mereka melihat perubahan itu pada Lingga saat mendengar bahwa Sashi mengalami cedera.
"Ga, tenang dulu, kita masih belum tahu cederanya separah apa. Berharap sih cuma cedera ringan, nggak bikin sampai di berhenti main," Ibram menenangkan saat itu.
Mereka berempat—Ibram, Lingga, Hasta, dan Gentala sedang berkumpul di salah satu kedai Petok Chicken setelah mendengar kabar dari media bahwa salah satu atlet tenis bernama Sashi Azkiyana mengalami cedera saat sedang berlatih untuk turnamen yang akan datang.
Lingga mengatakan bahwa dia kesal, juga marah, sebab alih-alih mendapat kabar dari Sashi secara langsung, mereka malah mendapat kabar dari media.
"Kan yang ngabarin juga media resmi PELTI, Ga. Wajar aja, kan mereka yang sekarang ini lebih deket sama Sashi," Hasta juga ikut menenangkan.
Dan hari ini, Ibram kembali melihat Lingga yang seperti itu. Kalut, tidak tenang, berantakan, seperti tak bernyawa. Setelah memastikan Sashi ditangani oleh dokter dengan baik, Ibram dan Gentala akhirnya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sampai membuat Sashi terluka dan Valerie saat ini tak ada. Membuat mereka selama dalam perjalanan kembali ke kafe hanya saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Mau beli sarapan dulu nggak?" Ibram selalu menjadi yang pertama dalam berinisiatif memecah keheningan, berusaha mencairkan suasana dengan caranya. "Di deket kantor gue ada tukang lontong sayur enak. Gue suka beli kalau nggak kesiangan. Tapi kalau weekend gini mangkal di sekitaran taman kota. Mau coba nggak?" Dia terdengar antusias, benar-benar berusaha keras.
Gentala melirik Ibram, lalu melirik Lingga di belakang yang kelihatan tidak berminat—barangkali dia juga tidak mendengar apa yang barusan Ibram katakan. "Ya udah, sekalian lewat aja. Sekalian Hasta. Itu bocah bangun-bangun pasti ngomong laper."
Seperti yang sudah seharusnya, taman kota di Minggu pagi selalu ramai. Tukang lontong sayur yang Ibram katakan pun antre pembeli membuat mereka bertiga menunggu cukup lama. Seharusnya pula, saat itu, mereka bisa berlaku seperti biasanya, membicarakan orang di sekitar dengan berbisik dan tertawa-tawa seolah yang dibicarakan tak ada di sana dan tak berkemungkinan mendengar perbincangan mereka. Sayangnya, ketiganya hanya diam. Ibram memesan seraya memainkan ponsel, Gentala bermain ponsel untuk memberi kabar orangtuanya, Lingga menelepon pihak bengkel bahwa dia hari ini tidak bisa masuk. Semuanya terjadi seakan mereka tiga orang asing yang belum pernah bertemu sebelumnya, kelihatan begitu lelah dan begitu canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...