Rumah Hasta hanya terdiri dari tiga kamar. Satu kamar untuk Angga dan Hasta. Satu kamar untuk Hesti dan Anggi. Dan satu kamar lagi untuk orangtua mereka.
Malam ini, karena banyak orang yang menginap, Valerie, Sashi, dan Riang ditempatkan di satu kamar—kamar Hesti dan Anggi. Sedangkan pemilik kamar, bersama dengan Dhea, menempati kamar Hasta dan Angga. Dan Di kamar orangtua, ada om dan tante bersama anak mereka, juga Bapak.
Dan para lelaki—Hasta, Lingga, Ibram, Gentala, dan kekasih Hesti, menginvasi ruang tengah dan ruang tamu di mana mereka tidur di sofa atau di lantai yang hanya beralaskan karpet tipis.
Meski sempat menolak, Riang akhirnya pasrah menuruti permintaan Sashi dan Valerie untuk menggunakan kasur sendirian, sementara dua orang itu tidur di satu kasur yang sama. Setidaknya begitu yang Valerie tahu sampai ketika suara hujan deras yang membangunkannya membuatnya sadar kalau Sashi tak berada di sampingnya. Pun tak ada di seluruh sudut kamar.
Dia memilih bangun dan mencoba mencari keberadaan temannya. Sampai ketika membuka pintu kamar, Valerie diam sejenak menemukan Sashi yang ternyata pindah dengan memilih tidur di samping Lingga, dan mereka berpelukan. Lebih dari sekadar berpelukan, terlihat lebih intim karena mereka terlihat begitu merapatkan tubuh.
"Lo curiga mereka ada apa-apa nggak sih?"
Suara itu nyaris membuat Valerie terlonjak. Dia memegangi dadanya yang jantungnya seketika berdegup kencang karena terkejut.
"Sori ..., ngagetin, ya." Hasta nyengir.
"Lagian, lo ngapain sih?" Valerie berusaha menekan suaranya agar yang lain tak bangun.
"Tadi gue kebangun gara-gara denger suara Bapak di dapur. Masih sedih, jadi Tadi gue temenin ngobrol bentar. Sekarang udah balik tidur lagi kok." Hasta tersenyum tipis. "Lo sendiri kenapa bangun? Ada yang bocor?"
"Nggak apa-apa, kebangun aja. Terus tiba-tiba Sashi nggak ada di samping gue, ternyata ...." Lalu keduanya menoleh ke arah sana, di mana Sashi tengah bergerak semakin mendekat, dan tangan Lingga semakin mempererat.
"Mereka ada apa-apa?" tanya Hasta lagi.
"Ada apa-apa gimana? Bukannya mereka selama ini begitu?"
"Ya ..., siapa tahu tiba-tiba pacaran. Soalnya kelihatannya nempel banget gitu."
Valerie mengangkat bahu. "Nggak tahu. Tapi masa sih? Kayaknya nggak deh. Mereka kan sempet marahan tuh waktu itu. Lingga sempet kayak orang gila waktu mereka jauhan. Mungkin pas baikan jadi makin nempel, biar nggak jauhan lagi." Lalu terkekeh kecil. "Kalau pacaran, pasti bilang lah. Nggak mungkin mereka sembunyi-sembunyi gitu."
"Iya, sih .... Kan siapa tahu gitu ada kemajuan. Soalnya gue kadang greget juga lihat hubungan mereka yang nggak jelas. Dibilang bukan pacaran, tapi kayak orang pacaran. Dibilang pacaran, tapi statusnya cuma temen."
Lalu Sashi tiba-tiba merintih seraya bergerak gusar, membuat Lingga bangun dan melihat apa yang terjadi. Dia memegang tubuh Sashi, dan begitu saja tahu kalau perempuan itu tengah kedinginan. Mata dan tangannya mencari-cari selimut tambahan untuk dipakai, tapi tak ada, semua orang yang tidur di ruang tengah sedang meringkuk di bawah selimut mereka masing-masing karena hujan di luar sana yang turun cukup deras. Dia baru akan bangkit untuk mengambil jaket, tapi tertahan karena sebelah lengannya dipakai menjadi bantalan kepala Sashi.
Setelah itu matanya bersirobok dengan Valerie dan Hasta yang tengah memandanginya.
"Bawa ke dalem aja, Ga. Kedinginan kayaknya," ucap Valerie, yang tahu jika Sashi yang tak betah dengan cuaca berlebih, entah dingin atau panas. Harus hangat dan pas. Sebelum hujan turun, kamar memang terasa agak gerah, mungkin itu sebabnya Sashi memutuskan pindah ke depan demi mendapat sedikit kenyamanan meski akhirnya harus kedinginan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong
Random[SELESAI] Ruang Kosong mungkin hanya sekadar tempat mereka berenam biasa berkumpul. Tempat Lingga lebih sering tidur malam daripada di rumahnya sendiri. Tempat Sashi menghabiskan waktu untuk menulis ribuan kata untuk novelnya. Tempat Ibram beristira...